
Oleh: Islahuddin Panggabean, S.Pd
Wisata halal di Danau Toba yang belakangan jadi perbincangan sejatinya tidak mesti dijadikan polemik. Mereka yang menciptakan polemik sebenarnya merupakan orang yang intoleran, kurang kerjaan dan atau kurang memahami saja.
Tuan Guru Batak (TGB) Ahmad Sabban Rajagukguk di status Facebooknya (2019) menjelaskan bahwa dalam tradisi, budaya dan kearifan orang Batak sangat indah dalam menghargai perbedaan. Ini terlihat jika ada pesta --Ulaon-- maka sudah dikenal dengan istilah Parsubang. Yakni, ahli bait menyediakan tempat makanan halal untuk keluarga dan tamu yang muslim. Parsubang artinya saudara kita yang tidak makan daging babi dan anjing atau yang diharamkan.
Oleh karenanya, jika memang selama ini atau nantinya populasi pengunjung Wisatawan Danau Toba sehubungan pengembangan destinasi parawisata internasional banyak --Akka Parsupang-- yakni kaum muslimin maka sudah barang tentu ahli bait harus menyediakan tempat yang lebih luas untuk wisatawan parsubang. Karena ini menyangkut alam Indonesia, tentu ahli bait itu pemerintah dan tempatan. Ini juga dilakukan untuk mendongkrak keuntungan pendapatan wisatawan dan tempatan.
Inilah yang dalam terminologi keparawisatawanan disebut wisata halal. Halal kini menjadi tren dunia dan sifatnya universal. Wisata halal tidak lagi booming di negara-negara muslim, tetapi sudah menjadi urusan banyak negara. Negara-negara Asia, Eropa, dan Amerika telah berfokus pada wisata halal yang bermaksud memberikan fasilitas dan kenyamanan wisatawan muslim dalam hal makanannya.
Kementrian Perindustrian mencatat permintaan produk halal dunia mengalami pertumbuhan sebesar 6,9 persen. Meningkat sejak 2013 dengan total nilai USD 1.1 triliun menjadi 1,6 T pada 2018. Indonesia punya potensi maju di bidang wisata halal, apalagi menurut data Global Muslim Travel Index 2019, Indonesia menjadi negara muslim peringkat pertama tujuan wisata halal dunia dengan skor 78. Tidak ada alasan kuat untuk menolak menggelorakan wisata halal di Indonesia.
Dalam kitab suci Islam Al-quran, terdapat banyak ayat yang memerintahkan manusia untuk memakan makanan yang halal. Mulai dari para rasul, orang beriman dan juga manusia secara umum diperintah-Nya untuk mengasup makanan yang halal. Sebagaimana firman-firman-Nya di antaranya dalam QS Al-Mu’minun : 51, QS Al-Baqarah : 168 dan QS Al-Baqarah : 172.
Makanan yang halal sangat baik bagi seluruh manusia. Allah Ta'ala berfirman yang ditujukan bagi semua manusia. "Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS Al-Baqarah: 168).
Selain itu, ada sebuah relasi positif antara makanan yang dikonsumsi terhadap semangat ibadah dan penerimaan ibadah tersebut di sisi Allah. Nabi Saw dalam sebuah kesempatan pada para sahabatnya, ?Allah Mahabaik dan tidak menerima kecuali yang baik. Allah menyuruh orang mukmin sebagaimana Dia menyuruh para rasul-Nya, ?Wahai para rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik, dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan? (QS 23:52)
Juga ayat, “Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya?” (QS 2:172). Kemudian, beliau menyebutkan seorang yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan wajahnya kotor penuh debu menadahkan tangannya ke langit seraya berdoa, “Ya Tuhanku, Ya Tuhanku”. Sedangkan makanan, minuman, dan pakaiannya haram. Dia juga diberi makan dari yang haram. Jika begitu bagaimana Allah akan mengabulkan doanya. (HR Muslim)
Dalam suatu kesempatan lain Nabi Muhammad Saw bersabda pada Ali bin Abi Thalib, ?Wahai Ali, orang yang memakan makanan halal, agamanya akan bersih, hatinya menjadi lembut dan doanya tidak ada penghalang. Barangsiapa yang makanan syubhat, agamanya menjadi samar-samar dan hatinya menjadi kelam. Dan barangsiapa yang mengasup makanan haram, hatinya akan mati, agamanya menjadi goyah, keyakinannya melemah dan ibadanya semakin berkurang.?
Nabi dan salafussholih dahulu amat memperhatikan masalah makanan. Bahkan Abdullah bin Umar bahkan pernah berkata, “Demi Allah, memastikan halalnya satu suapan ke mulutku, lebih aku sukai daripada bershadaqah seribu dinar?”
Ibnu Qoyyim menjelaskan bagaimana makanan halal berhubungan positif dengan keberagamaan seorang hamba. ?Dengan makanan halal, zat-zat yang masuk ke tubuh menjadi ramah kepada fitrah, ia turut mensucikan darah lalu hati akan terbasuh karenanya. Hati itu yang juga menjadi kedudukan nuraninya akan senantiasa mendapat gizi dari unsur-unsur yang sehat. Sebab, tiap butir dalam makanan yang halal lagi thayyib, sesungguhnya senantiasa berzikir kepada Allah.
Hati yang semacam itulah yang mudah mengingat Allah, sebab timbulnya khasysyah, rasa takut pada-Nya. Ia terus menunduk patuh, mudah diingatkan jika lalai, mudah diluruskan jika bengkok, mudah dibetulkan jika keliru. Ia merasa diawasi Allah, melakukan muhasabah dan bermujahadah. Ia juga rendah hati pada sesama, melihat dirinya sebagai seorang yang terus belajar lagi memperbaiki diri. Inilah hati yang lembut, karena tubuhnya diberi asupan yang diridhai Allah.?
Demikianlah makanan yang halal ialah pengokoh ketaatan. Sebaliknya, anggota tubuh yang tumbuh dari yang haram, mudah tertarik dengan kemaksiatan. Mata mudah melihat yang terlarang. Telinga senang mendengar berita dusta, ghibah. Lidah suka memfitnah, berghibah, tangan suka menganiaya serta kaki mudah melangkah ke majelis keburukan. Inilah makna dari pesan Nabi, ?Daging yang tumbuh dari makanan haram, tiada pantas baginya kecuali api neraka!?
Penutup
Wisata Halal di Danau Toba tidak mesti dijadikan pemecah warga. Akan tetapi, harus segera dipahami sehingga muncul toleransi yang hakiki yang juga mengundang keuntungan duniawi. Dalam Islam, Allah memerintahkan manusia untuk memakan makanan yang halal lagi baik. Makanan yang halal dan baik itu akan mempengaruhi bagaimana keberislaman seseorang. Orang beriman tentunya sangat memperhatikan hal tersebut demi meraih ridho Allah dan terhindar dari neraka. Wallahua?lam.