
Oleh: Gigih Suroso
Indonesia baru saja kehilangan BJ Habibie, presiden ketiga yang dikenal banyak masyarakat Indonesia dari semua golongan dan usia. Selain genius, BJ Habibie juga sosok yang relegius, sebagai Bapak Teknologi ia banyak menghasilkan karya, salah satunya membuat pesawat. Begitulah jika orang baik meninggal, semua orang akan menangisi kepergiannya. BJ Habibia bukan hanya negarawan yang baik, tetapi juga muslim yang taat.
Kesholehan BJ Habibie mungkin tidak dikenal lewat ceramahnya di Mimbar saat jumat, atau tausyiahnya di setiap pengajian, sebab mungkin ia bergelut pada dakwah bil hal. Banyak sikapnya yang bisa diteladani untuk menambah iman. Sosoknya mengingatkan kita pada tokoh-tokoh di masa peradaban islam masih gemilang, saat Al jabar, Ibnu Sina, Ibnu Rusdy, Imam Ghazali dan ilmuan lainnya masih hidup. Mereka muslim yang taat, tapi mereka juga ahli dibidang ilmu sains dan teknologi.
Baca saja sejarah di masa gemilangnya, seorang ulama banyak menguasai banyak bidang keilmuan, tapi mereka juga ahli di ilmu agama, mereka taat beribadah dan mereka pula menemukan banyak penemuan dibidang sains dan teknologi lainnya. Hari ini, kita sering salah paham, bahwa ilmu agama dipelajari hanya untuk mereka yang ingin jadi mubaligh, khatib, ustadz atau hanya guru agama saja, padahal ilmu agama adalah pokok dan pondasinya, tanpa ilmu agama jiwa seseorang mudah goyah dan runtuh.
Terbukti, suatu ketika saat BJ Habibie, yang dikenal genius dan bisa membuat pesawat terbang ini berkunjung ke Cairo, Mesir. Dalam pidatonya dia mengatakan. “Saya diberi kenikmatan oleh Allah SWT ilmu teknologi sehingga saya bisa membuat pesawat terbang, tapi sekarang saya tahu bahwa ilmu agama lebih manfaat untuk umat Islam. Kalau saya disuruh milih antara keduanya, maka saya akan memilih ilmu agama,” bukan sekedar ucapan belaka. Banyak tulisan yang menceritakan bahwa BJ Habibie adala Ilmuan sekaligus muslim yang taat, bahkan dia rajin melaksanakan puasa sunah.
Pernyataan BJ Habibie ini seharusnya membuat kita sadar, bahwa sebagai muslim yang baik, tugas pertama kita memang belajar agama. Bagaimana mungkin seorang muslim tidak mengenal dekat apa itu Islam, maka kemungkinan besar akan salah cara berislamnnya. Itu sebabnya, dalam sebuah hadist, Rasulullah bersabda tentang kewajiban menuntut Ilmu. ”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah) beberapa ulama menyebutkan bahwa ilmu yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah ilmu agama. Sebagaimana yang dijelaskan Ibnu Qayyim bahwa , ilmu tentang pokok-pokok keimanan, yaitu keimanan kepada Allah Ta’ala, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir. Kedua, ilmu tentang syariat-syariat Islam. Di antara yang wajib adalah ilmu tentang hal-hal yang khusus dilakukan sebagai seorang hamba seperti ilmu tentang wudhu, shalat, puasa, haji, zakat. Kita wajib untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan ibadah-ibadah tersebut, misalnya tentang syarat, rukun dan pembatalnya.
Namun seiring berkembangnya zaman, kita pun semakin banyak salah paham. Ilmu agama dianggap sebagai formalitas belaka, di beberapa sekolah pula ilmu agama menjadi pilihan kedua bukan utama, jam pelajarannya juga tidak sebanyak pejaran lainnya. Hanya pesantren yang dianggap berkewajiban mengajarkan agama, sekolah yang lain tidak. Maka hasilnya tidak mengherankan, banyak orang pintar, bergelar sarjana, doktor atau bahwa profesor, tapi tidak sholat, bacaan Alquran terbata-bata, pemahaman agamanya melenceng tidak sesuai tuntutannya
Agama itu harus dipahami secara sempurna, tidak boleh setengah-setengah dan tidak ada batasnya sampai kita binasa dari dunia. Allah pun sudah menjelaskan dalam Alquran, pelajari agama, jadilah orang beriman dan bertakwa, maka semua akan mudah. “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS: Al-A’raf )
BJ Habibie dalam bukunya pernah menuliskan “Berdasarkan pengalaman sejarah dan peradaban umat manusia, yang lebih penting bagi umat Islam saat ini adalah tidak lagi sibuk membahas kebesaran yang dicapai umat Islam di masa lalu, atau berdebat siapa yang pertama kali menemukan angka nol, termasuk nomor, satu, dua, ketiga, dan seterusnya, sebagai kontribusi umat Islam dalam penulisan angka di era modern ini dan fondasi serta perkembangan peradaban di seluruh dunia. Tetapi bagaimana umat Islam akan mendapatkan kembali kepemimpinan dan kontrol sains dan teknologi, memimpin kembali dan menjadi pemimpin di dunia sains dan peradaban, karena itu merupakan pencapaian nyata,” Beliau sadar betul bahwa peradaban dunia, berkembangnya ilmu pengetahuan pernah ada ditangan umat Islam.
Kita yang menjadikan ilmu agama sebagai pilihan kedua dalam hidupnya, akan kita alami masa dimana kita merasa paling tinggi atau sombong, karena merasa apa yang kita dapatkan atas usaha kita semata tanpa pertolongan Allah. Ilmu agama bukan apa-apa yang dihafalkan semata, atau apa apa yang bisa diucapkan saja, tapi ilmu agama adalah apa yang bisa kita amalkan.
Tidak harus jadi sarjana agama untuk bisa sholat, tidak harus mondok 6 tahun di pesantren untuk bisa menjalankan puasa sunah. Karena agama wajib bagi semua muslim, apakah dia nanti menjadi dokter, atau ahli teknologi sekalipun. Seseorang tanpa iman, jadilah seperti rumah kosong yang rapuh, meskipun terlihat mewah dari luarnya. Kita banyak salah memahami, bahwa ilmu agama itu terlalu klasik dan terbelakang, hanya bicara sholat, puasa atau zikir saja. Padahal para sahabat terdahulu tidak seperti itu,mereka sholeh tetapi mereka juga bekerja, mereka ke pasar dan mereka berpolitik dan bermuamalah.
Dan lagi BJ Habibie dalam satu kesempatan berkata kepada wak media. "Saya katakan kalau Tuhan YME memanggil saya dan saya disuruh memilih antara 100 persen imtak atau 100 persen iptek, yang saya pilih adalah 100 persen imtak (Iman dan Takwa). Tapi, kalau saya boleh pilih, saya mau dikasih dua-duanya agar seimbang,"
Memang harusnya kita banyak belajar dari salafsu shalih, para ilmuan muslim di masa lalu, bagaimana mereka menyeimbangkan antara Imtak dan Iptek. Karena keduanta pasti bersinggungan. Mari kita luruskan pemahaman sempit tentang agama. Ilmu agama itu ibarat nasi, jadi kebutuhan pokoknya, dan lauk adalah ilmu lainnya. Kita makan harus pakai nasi, dan lauk silah pilih yang mana, asal baik untuk seluruh anggota tubuh kita. Iman dan takwa itu wajib sebagai konsekuensi kita sebagai muslim, dan Iptek tidak boleh ditinggalkan karena hidup kita didunia pun tidak luput dari itu.
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi. Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al Qashas:77)
Penulis: Anggota Persatuan Alumni LPM Dinamika UIN SU dan Pelajar di Ma’had Daarul Firdaus, Yogyakarta