Akibat Peningkatan Kadar CO2

Tumbuhan di Sabana Afrika Terancam Punah

tumbuhan-di-sabana-afrika-terancam-punah

SABANA adalah padang rumput yang dipenuhi semak/ perdu dan diselingi be­berapa jenis pohon yang tumbuh me­nye­­bar, seperti palem dan akasia. Sis­tem bio­tik ini biasanya terben­tuk di antara da­erah tropis dan subtropis. Beberapa benua yang memiliki padang sabana di an­taranya adalah Afrika, Amerika Selatan, dan Australia.

Kurangnya curah hujan men­jadi pen­dorong munculnya saba­na. Sehingga sa­bana dikenal juga padang rumput tropis. Ik­limnya tidak terlalu kering untuk men­jadi gurun pasir, tetapi tidak cukup basah untuk menjadi hutan. Suhu udara di daerah sabana tetap sama se­panjang tahun, yaitu hangat. Tetapi sa­bana mempu­nyai dua musim yang sa­ngat berbeda, musim kering dan mu­sim basah. Pada musim kering, hanya ada 4 inci curah hujan.

Bahkan di antara bulan De­sember dan Feb­ruari tidak ada hujan sama sekali. Na­mun di musim kering, cuaca terasa le­­bih dingin. Sedangkan pada musim pa­nas, sabana mendapat banyak air hujan. Di Afrika, musim hujan dimulai pada Mei dan curah hujan mencapai 15 hingga 25 inci sepanjang waktu.

Kini ada kabar mempriha­tinkan. Pa­salnya sepertiga tanam­an yang hidup di sabana Afrika, bisa mengalami kep­unahan seiring semakin meningkatnya level CO2 di atmosfer. Menurut sebuah studi, selain mengha­ngatkan iklim, kenaikan kadar gas rumah kaca juga akan memicu perubahan pada vegetasi Bumi.

Tim peneliti menganalisis "fosil kimia" untuk melacak per­tumbuhan tanaman sela­ma berta­hun-tahun di tenggara Afrika. Me­­reka menemukan bahwa tinggi­nya kadar CO2 telah memicu perubahan dra­matis pada kawas­an hijau di wilayah tersebut.

Habitat mereka tak bisa lagi dihuni

Se­kitar 8.000 dari 23.000 spesies ta­naman subtropis yang ada di sabana Af­rika, akan punah jika kadar CO2 terus meningkat.

Mereka memperkirakan, tingkat ke­hilangannya mungkin akan menjadi yang tertinggi da­lam 15 ribu tahun ter­akhir. Dr Clayton Magill, pemimpin pe­ne­litian dari Heriot-Watt University, mengata­kan, ha­sil studi ini sangat meng­khawatirkan me­ngingat penting­nya keanekaragaman tum­buhan bagi orang-orang di seluruh dunia.

"Studi kami menunjukkan adanya ben­cana yang mengan­cam keanekara­ga­man ha­yati di Afrika. Tak dapat dipungkiri, ke­­pu­nahan spesies sangat menonjol untuk wilayah subtropis seperti sabana," paparnya.

Para ilmuwan mempelajari jejak kimia yang ditinggalkan minyak nabati di Bumi yang mengungkap perubahan pada ko­munitas tumbuhan selama ribuan tahun. Pe­rubahan kompo­sisi tersebut men­cer­min­kan ting­kat CO2 yang berfluktuasi se­lama 25.000 tahun terakhir. Mereka me­ngatakan, tren ini kemung­kin­an akan ber­lanjut dalam beberapa dekade mendatang.

Polusi karbon yang dihasilkan dari kon­sumsi bahan bakar fosil saat ini, men­capai tingkat yang belum pernah terjadi se­belumya. Parahnya, kadar CO2 diper­kira­kan akan terus meningkat di 2019.

Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan manusia berdampak pada kepunahan mas­sal yang sedang terjadi, terutama karena peran mereka dalam pemanasan global. Banyak spesies yang teran­cam punah ka­rena suhu tinggi membuat habitat me­reka tak bisa lagi dihuni. Belum lagi eks­pansi manusia yang semakin mengan­cam tempat tinggal mereka. (ngi/independent/tst/es)

()

Baca Juga

Rekomendasi