Jakarta, (Analisa). Sejumlah pakar hukum menilai penyerahan mandat atau tanggung jawab pengelolaan KPK oleh pimpinan lembaga antirasuah itu kepada Presiden merupakan tindakan inskonstitusional. Bahkan tidakan itu justru bisa menjadi jebakan bagi Presiden Jokowi.
"Ya, itu bisa membuat Presiden terjebak," kata Yusril dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.
Menurut Yusril penyerahan mandat atau tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Presiden tidak dikenal dalam undang-undang. Presiden justru bisa melanggar konstitusi jika menerima mandat dan mengelola lembaga superbody tersebut.
"Presiden tidak berwenang mengelola KPK. Presiden justru dapat dianggap melanggar konstitusi jika menjadi pengelola KPK," kata Yusril.
Yusril menjelaskan, KPK bersifat operasional dalam menegakkan hukum di bidang tindak pidana korupsi. Sama halnya dengan polisi dan jaksa.
"Presiden tidak mungkin bertindak secara langsung dan operasional dalam menegakkan hukum," ujar Yusril.
Dia menambahkan, tata cara pengelolaan KPK telah diatur dengan rinci dalam UU KPK. Sementara tidak ada satu pasal pun dalam UUD 1945 yang mengatur tentang KPK.
"Komisioner KPK bukanlah mandataris Presiden," kata Yusril.
Oleh karena UU KPK tidak mengenal penyerahan mandat kepada Presiden, lanjut Yusril, maka Komisioner KPK wajib meneruskan tugas dan tanggung jawabnya sampai akhir masa jabatannya.
Pasal 32 UU KPK menyatakan bahwa komisioner diberhentikan dari jabatannya karena masa jabatannya telah berakhir. Selain itu, masa jabatan komisioner berakhir jika mereka mengundurkan diri atau meninggal dunia sebelum masa jabatannya berakhir.
"Di luar itu tidak ada mekanisme lain bagi komisioner untuk mengakhiri jabatannya," ujar Yusril.
Inkonstitusional
Terpisah, pakar hukum Tata Negara, Fahri Bachmid juga menyebut, langkah tiga pimpinan KPK ang menyerahkan mandat pengelolaan KPK kepada Presiden Jokowi merupakan tindakan inkonstitusional karena melanggar hukum tata negara dan konstitusi.
“Menyerahkan mandat KPK kepada presiden melanggar sistem hukum tata negara dan konstitusi. Tidak ada nomenklatur penyerahan mandat KPK kepada presiden berdasarkan hukum tata negara,” ujar Fahri, Minggu.
Menurut Fahri, sikap tiga pimpinan KPK tersebut merupakan manuver serta "moving" dengan menggunakan diksi menyerahkan mandat pengelolaan KPK kepada presiden.
Fahri menilai apa yang dipertontonkan pimpinan KPK kepada publik merupakan lelucon yang tidak lucu.
“Ini adalah suatu ironi yang terjadi di sebuah negara demokrasi konstitusional saat ini. Sikap pimpinan KPK yang menyerahkan mandat kepada presiden ini harus dipandang sebagai tindakan yang inkonstitusional, serampangan dan melanggar Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK itu sendiri,” tandas Fahri yang juga Alumni Program Doktor Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar itu.
Dijelaskan Fahri, dari segi hukum tata negara maupun hukum administrasi negara, tidak ada nomenklatur menyerahkan mandat kepada presiden, selain karena tidak sejalan dengan rezim ketentuan pasal 32 ayat (1) poin e Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Menurutnya, Undang Undang KPK menegaskan pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan karena, meninggal dunia, berakhir masa jabatannya, menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan, berhalangan tetap atau secara terus menerus selama lebih dari tiga bulan, mengundurkan diri, atau dikenai sanksi berdasarkan Undang Undang KPK.
Di sisi lain, Fahri menambahkan, presiden tidak dalam kedudukan maupun kapasitas menerima tanggung jawab dan pengelolaan institusi KPK sebagai state auxiliary agencies terkecuali tiga pimpinan KPK tersebut secara eksplisit dan resmi menyatakan mengundurkan diri sesuai dengan kaidah ketentuan pasal 32 ayat (1) point e Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Tidak Bisa
Terpisah, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud Md mengatakan pimpinan KPK tidak bisa mengembalikan mandat kepada presiden karena mereka bukan mandataris presiden.
"Secara hukum, KPK itu bukan mandataris presiden, tidak bisa dia lalu mengembalikan mandat kepada presiden karena presiden tak pernah memberikan mandat ke KPK," kata Mahfud saat memberikan pernyataan terkait KPK di Yogyakarta, Minggu (15/9).
Mahfud menjelaskan di dalam ilmu hukum mandataris adalah orang yang diberikan mandat oleh pejabat tertentu, tetapi yang bertanggung jawab adalah pemberi mandat. Sehingga, yang diberi tugas disebut mandataris.
Untuk mengingatkan, pada Jumat (13/9), tiga dari lima pimpinan KPK 2015-2019 yakni Agus Rahardjo, Laode M Syarif dan Saut Situmorang mengumumkan menyerahkan tanggungjawab pengelolaan KPK kepada Presiden Joko Widodo.
Selanjutnya, mereka menunggu panggilan presiden. Langkah tersebut dilakukan memprotes revisi Undang Undang Nomor 30 Tahun 2012 tentang KPK. (Ant)