
Oleh : Jan Roi A Sinaga.
Sejak pertama kali booming saat diperkenalkan Joko Widodo kala beliau masih menjabat sebagai walikota Solo beberapa tahun lalu, nama Esemka selalu menjadi perbincangan hangat ditengah masyarakat Indonesia. Bahkan, Esemka sempat menjadi “komoditi” politik para politisi, ada yang bercita-cita agar segera terwujud, dan banyak pula yang pesimis serta menjadikannya bahan olokan.
Hingga akhirnya, dipenghujung periode pertama Joko Widodo sebagai Presiden Indonesia, keberadaan mobil Esemka yang selama ini dianggap “gaib” karena lebih terkenal namanya tanpa pernah telihat wujudnya, diperkenalkan kepada publik yang diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo, di Desa Demangan Kecamatan Kosambi, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah pada Jumat 6 September 2019.
Esemka benar-benar ada, dan bukan hanya sebuah cerita. Dibawah naungan PT. Solo Manufaktur Kreasi (SMK), model pertama yang dilaunching adalah tipe pickup yang diberi nama BIMA, dengan kapasitas mesin 1200 dan 1300 CC. Pada pabrik tersebut terdapat proses produksi seperti perakitan kendaraan, pengecatan, sampai pengetesan. Kapasitas produksi nya berkisar 50 unit perhari, dan akan terus dikembangkan sesuai permintaan pasar nasional.
Dengan demikian, apakah polemik tentang Esemka berhenti begitu saja? Tidak. Melihat fenomena ini, kita bisa menilai bahwa ada yang salah dengan pola pikir rakyat Indonesia. Tidak mengherankan, karena sebagai negara jajahan Belanda, kita diwariskan sikap demagogisch , yang mana selalu mempermasalahkan hal sepele, dan melupakan pokok utama dari sebuah permasalahan yang sebenarnya harus kita hadapi bersama.
Sebagian masyarakat membandingkan produk Esemka dengan Produk serupa milik perusahaan otomotif Cina Tiongkok, dengan merk Changan Star. Hal ini dibesar-besarkan sedemikian rupa, seolah-olah Esemka itu hanya berganti nama dan merk saat tiba di Indonesia. Pemerintah diserang, karena dianggap Pemerintah ikut bertanggungjawab akan hal ini. Padahal, jika diperhatikan dengan seksama, ada perbedaan dengan kedua produk. Pihak PT. SMK pun sudah menjelaskan secara detail, namun tidak juga menyurutkan polemik ditengah masyarakat. Kritik tanpa data itu dijadikan pembenaran, hanya bermodal gambar saja dianggap sudah menjadi bukti valid untuk 'menjatuhkan'.
Bukan sebuah sikap yang bijaksana dari masyarakat, terutama mereka elite politik dan tokoh masyarakat, yang kerap menggiring opini bahwa Esemka bukan karya anak bangsa. Tujuannya untuk “menyerang” pemerintah, padahal seperti yang dikatakan oleh Presiden Direktur SMK, Eddy Wirajaya bahwa Esemka bukanlah mobil nasional, dan tidak ada kaitannya dengan pemerintahan Indonesia. Padahal, SMK dengan mobil Esemka BIMA nya benar-benar butuh dukungan masyarakat Indonesia, guna menghadapi masalah sebenarnya, yakni persaingan pasar otomotif yang begitu “keras” dinegara kita.
Mampukah Esemka Bersaing?
Esemka bukanlah yang pertama sebagai produk anak bangsa yang kita banggakan, karena sudah banyak karya anak bangsa yang mampu berbibacara banyak dipasar nasional, maupun menembus pasar internasional. Dan tentu saja, sebagai rakyat Indonesia, sudah seharusnya kita mendukung dengan mencintai, membeli dan memakai produk-produk Indonesia seperti pesan Alim Markus, Presiden Maspion Group. Kenapa? Karena dengan menggunakan produk asli Indonesia, kita turut serta mengembangkan industri nasional, dan memberi ruang pasar yang besar bagi produk-produk asli Indonesia dipasar bebas untuk bersaing dengan produk luar negeri.
Karena masalah utama industri dalam negeri adalah persaingan yang ketat dengan produk asing, yang membanjiri pasar Indonesia. Hanya dengan menggunakan produk asli Indonesia, kita turut membantu industri dalam negeri bisa bersaing secara harga, kemudian kualitas, dengan produk asing lainnya. Pertanyaannya, maukah kita menggunakan produk asli Indonesia ditengah gempuran produk asing seperti Tiongkok yang membanjiri pasar Indonesia?
Terkhusus Esemka, persaingan dunia otomotif begitu ketat saat ini. Apalagi sejak kemunculan LCGC (low cost green car), perang harga pun tidak terhindari oleh para perusahaan otomotif di Indonesia, yang memang selama ini dikuasai oleh perusahaan asing, semisal Toyota Daihatsu Isuzu dibawah bendera Astra, Suzuki, Nissan Datsun, Honda, Mitsubishi, Chevrolet dan beberapa merk Korea seperti KIA dan Hyundai.
Dan sebagai seorang yang pernah menggeluti bidang pemasaran mobil salah satu merk terkenal di Indonesia, saya sedikit khawatir kalau mobil Esemka akan bernasib sama seperti keberadaan mobil buatan Tiongkok seperti Wuling dan DFSX, serta India bersama Tata Motor nya. Produknya memang laku, tetapi belum mampu “menggoyang” pasar mobil merk Jepang. Ditambah lagi, mengingat SMK hadir dengan type Esemka Pickup, yang selama ini pasarnya dikuasai 3 merk yakni Daihatsu mengandalkan Grandmax, Suzuki dengan APV dan Carry, serta Mitsubishi dengan L300 nya.
Bukan perkara mudah, apalagi konsumen otomotif di Indonesia sangat teliti dalam membeli produk yang ingin mereka gunakan, terutama pada kendaraan niaga. Ada tipe konsumen yang tidak perduli dengan harga tinggi, asal kualitas mesin prima, dan layanan after sales yang baik. Meski sebahagian lagi, harga menjadi penentu konsumen untuk membeli kendaraan yang mereka butuhkan. Lalu, sebagai kendaraan niaga konsumen akan fokus pada daya angkut dan kemampuan jelajah yang baik, ergonomis, dan ekonomis menjadi nilai tambah.
SMK harus jeli melihat peluang ini, jika ingin mampu bersaing dipasar otomotif Indonesia, atau setidaknya mampu bertahan ditengah gempuran “para pemain lama”. Sebagai produk dalam negeri, seharusnya Esemka BIMA bisa bersaing secara harga, bahkan lebih murah dibanding kompetitor lainnya. Apalagi, jargon “Karya Anak Bangsa” bisa menjadi nilai jual karena menggugah hati para konsumen, bahwa ada kebanggaan tersendiri bagi mereka dengan menggunakan produk dalam negeri.
Kemudian, dari segi kualitas mesin setidaknya sama dengan mesin kompetitor yang sudah malang melintang didunia otomotif, sehingga ditambah dengan harga yang murah, bisa menjadi nilai jual lebih bagi konsumen Indonesia. Dan yang terakhir adalah layanan purna jual (after sales) yang memang memiliki peranan penting dari sebuah pemasaran kendaraan di Indonesia dan dunia.
Salah satu sebab yang saya ketahui saat bekerja dulu, mengapa produk mobil asal Korea, India dan Tiongkok kurang laku dipasaran, sebagian besar dikarenakan layanan purna jual seperti ketersediaan spare part, serta bengkel resmi yang tidak tersebar rata diseluruh penjuru negeri, hanya ada di kota besar. Berbeda halnya dengan produk Jepang seperti Toyota Daihatsu Mitsubishi, yang mana untuk layanan bengkel dan ketersediaan spare part kendaraan produksinya, sudah tersedia bahkan hingga ke desa-desa. Sehingga konsumen tidak terlalu berpikir panjang untuk melakukan service kendaraan mereka, saat terjadi kendala di manapun mereka berada.
Hal ini juga lah yang saat ini sedang dikerjakan oleh Wuling Indonesia, salah satu industri mobil asal negara Tiongkok, untuk meningkatkan penjualan produk mereka guna bersaing dipasar otomotif Indonesia. Dan jika nantinya aspek tersebut sudah mampu diadopsi oleh SMK, maka hanya satu hal lagi yang mereka harapkan untuk kemajuan industri mobil karya anak bangsa tersebut, yakni dukungan masyarakat Indonesia.
Seharusnya Kita Dukung.
SMK tidak bisa sendirian, sebagai karya besar anak bangsa, mereka butuh dukungan segenap rakyat Indonesia untuk terus berkembang dan maju. Tanpa itu semua, maka Esemka akan kesulitan bersaing dipasar otomotif Indonesia, menghadapi para “raksasa” otomotif yang sudah puluhan tahun berkecimpung didalamnya. Esemka berbeda dengan Mobil Timor, karena ia bukan mobil nasional. Esemka berdiri sendiri, sebagai perusahaan swasta yang mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia, untuk bisa memproduksi apa yang dibutuhkan negeri ini.
Hentikan perdebatan tentang Esemka yang mirip dengan Changan Star asal Tiongkok tersebut. Karena kemiripan dalam industri otomotif itu adalah hal yang biasa terjadi, karena produsen harus menyesuaikan diri dengan permintaan pasar. Kerjasama dengan perusahaan otomotif luar negeri juga merupakan hal biasa dalam bisnis manufaktur, tidak ada yang salah. Bahkan, menjiplak inovasi merk lain bukanlah sebuah pantangan dalam industri, selama sesuai dengan kesepakatan yang dijalin.
Yang terpenting, SMK memiliki road map yang jelas, serta research and development yang baik guna kemajuan perusahaannya, sehingga beberapa waktu nanti bisa memproduksi mobil hasil. inovasi dan kreasi sendiri. Dan yang paling penting untuk kita ketahui, bahwa komponen mobil Esemka saat ini adalah murni hasil perusahaan dalam negeri, seperti INKA dan lain-lain yang kompeten dibidang komponen yang dibutuhkan Esemka.
Mendukung produk karya anak bangsa adalah kewajiban setiap warga negara Indonesia, karena hanya dengan demikianlah, produk-produk dalam negeri bisa berkembang dan maju, ditengah gempuran produk luar negeri.
Mampukah Esemka bersaing dipasar otomotif atau tidak, itu tergantung SMK sendiri dalam.memproduksi barang, konsumen yang menilai, serta dukungan dari segenap rakyat Indonesia. Semoga SMK, Bisa. Kalau tidak sekarang, Kapan lagi? ***
Penulis adalah, pemerhati sosial, pendidikan dan budaya. Pernah bekerja sebagai sales mobil.