Ketahui Faktor Risiko Kanker Kolekteral Sejak Dini

ketahui-faktor-risiko-kanker-kolekteral-sejak-dini

Oleh: dr. Cindy Prajna Metta, M.Biomed

KANKER kolorektal atau karsinoma kolorektal yang lebih dikenal masyarakat awam sebagai kanker usus besar, merupakan penyakit keganasan ketiga terbanyak di dunia dan penyebab kematian kedua terbanyak di Amerika Serikat.

Risiko timbulnya kanker kolo­rek­­tal selama hidup se­seorang ada­lah 5%, yang ma­na insidensnya me­ning­kat se­telah umur 50 tahun. Di In­do­ne­sia diketahui bahwa ko­lorektal ada­lah kanker ter­banyak ke­dua pada laki-laki dengan insi­dens sebesar 12,1/100 ribu pen­duduk berdasar­kan Kementerian Kesehatan RI tahun 2018.

Belakangan ini peng­obat­an adjuvant untuk kanker berkem­bang pe­sat, tetapi pe­ningkatan usia hara­pan hidup penderita ti­dak membaik ka­rena kebanyakan pa­sien di­temui da­lam stadium lanjut. Kunci utama ke­berhasilan penanganan kanker ko­lo­rek­tal adalah ditemukannya ka­sus da­lam stadium dini, se­hingga terapi dapat dilak­sa­nakan secara operasi kuratif.

Kanker kolorektal adalah ke­ga­na­san yang berasal dari ja­ri­ngan usus be­sar, terdiri da­ri kolon (bagian ter­panjang da­ri usus besar) dan rektum (bagian kecil terakhir dari usus besar sebelum anus).

Apa saja faktor risiko kan­ker kolorektal?

Berdasarkan American Cancer Society, banyak fak­tor yang dapat me­ningkatkan risiko kanker kolo­rektal. Ter­dapat faktor yang dapat di­­­modifikasi dan faktor yang ti­dak dapat dimodifikasi.

1. Keturunan dan riwayat keluarga

Seseorang dengan orang tua, saudara atau anak yang menderita kanker kolorektal memiliki risiko 2-3 kali lipat lebih besar diban­ding­kan de­ngan orang yang tidak mem­­punyai riwayat kanker kolo­rek­tal di keluar­ga. Jika terda­pat riwa­yat keluarga yang di­diag­no­sis pada usia muda atau lebih dari 1 orang dalam ke­luar­ga yang ter­kena, risiko meningkat hingga 3-6 kali li­pat. Sekitar 20% dari se­mua pasien kanker kolorektal memiliki saudara de­ngan ri­wayat kanker kolorektal.

2. Riwayat kesehatan pri­badi

Riwayat polip adalah salah satu penyebab yang mening­kat­kan risiko kanker kolo­re­ktal. Hal ini terutama­nya apa­bila ukuran po­lip besar atau jika lebih dari satu. Sese­orang de­ngan Inflam­ma­­tory Bowel Disease, di mana ter­­­jadi peradangan usus pa­da ­jang­ka waktu yang panjang me­miliki risiko lebih tinggi terkena kanker kolorektal.

3. Faktor risiko perilaku

• Aktivitas fisik: seorang yang aktif dari segi fisik mempunyai risiko 25% lebih rendah terkena kan­ker usus dibanding orang yang tidak aktif. Sebaliknya pada pasien kanker kolorektal yang ku­rang aktif mempunyai risiko ke­matian yang lebih tinggi diban­ding­kan mereka yang lebih aktif.

• Obesitas atau kegemuk­an: ri­siko lebih tinggi terjadi kanker ko­lorek­tal, terutama obesitas pe­rut (diukur lingkar pinggang).

• Diet: konsumsi daging merah atau daging diproses secara ber­le­bi­han mening­kat­kan risiko kanker di usus be­sar dan rektum, dijelas­kan bah­­wa karsinogen (zat pe­nye­bab kan­ker) terbentuk ke­t­ika da­ging me­rah dimasak pada su­hu yang tinggi dalam jangka wak­tu pan­jang atau aditif nitrit yang digu­nakan untuk pengawetan.

• Merokok: rokok diketa­hui me­­ngandung banyak kar­sinogen dan agen genotoksik. Salah satu kan­­du­ngan dari rokok yang ber­bahaya adalah nikotin.

• Alkohol: kanker kolo­rek­tal di­­kait­kan dengan kon­sumsi alko­hol be­rat dan se­dang. Seseorang dengan kon­sumsi alkohol 2-4 kali per ha­ri memiliki risiko 23% le­bih tinggi terkena kanker ko­lorektal.

Gejala Klinis Kanker Ko­lo­rektal

Gejala klinis pada kanker kolon kiri dan rektum:

1. Nyeri bermula dari ba­wah umbilikus atau pusar.

2. Bersifat skirotik, me­nim­bulkan obstruksi (sum­batan), ter­lebih kar­ena feses sudah menjadi padat.

3. Terjadi perubahan pola BAB, se­perti konstipasi atau de­fe­kasi de­ngan tenesmus (ke­ingi­nan yang se­ring atau terus mene­rus untuk BAB).

4. Makin ke bawah letak tu­mor, feses makin menipis, atau seperti ko­toran kam­bing, atau le­bih cair di­sertai darah atau lendir.

5. Pada rektal: nyeri di dae­rah se­kitar anus atau perianal.

Gejala klinis

kanker kolon kanan:

1. Nyeri pada kanker ko­lon ka­nan bermula di epigastrium atau ulu hati.

2. Jarang terjadi penyum­batan/ste­­nosis dan feses ma­sih cair se­hing­­ga tidak ada faktor obstruksi.

3. Pada karsinoma kolon ka­nan, perdarahan yang ter­jadi ber­langsung sedikit-se­dikit dan su­kar dilihat dengan mata telan­jang (occult bleeding) sehingga lama kelamaan pasien tampak anemis tan­pa diketahui pe­nyebabnya. Anemia yang ber­lang­sung lama menyebabkan pasien le­mah, anoreksia, gangguan pencer­naan yang akan berujung de­ngan be­rat badan yang menu­run.

Diagnosis Kanker Kolo­rektal

Pada pemeriksaan fisik, tumor kecil pada tahap dini mungkin ti­dak teraba. Tera­banya tumor me­nun­juk­kan bahwa keadaan sudah lanjut. Tumor di dalam sigmoid bia­sanya lebih jelas teraba dari­pada kolon bagian lain. Pada kanker kolon kanan bia­sanya teraba massa pada perut ka­nan bawah. Selain itu bising usus ju­ga meningkat.

1. Pemeriksaan colok du­bur/Di­gital Rectal Examination (DRE): me­nilai kekuat­an otot anus, per­mukaan ba­gian dalam­nya berbenjol, kasar, ter­dapat tumor, dan me­nilai apakah mudah da­rah. Tindakan ini hanya dapat men­deteksi tumor yang cu­kup besar pada bagian bawah rektum. Pada 75% kasus tumor dapat mudah diraba.

2. Sigmoidoskopi: flexi­ble sigmoidoscopy dapat men­jangkau 60 cm ke dalam permukaan kolon ba­wah, di mana dapat meng­iden­tifikasi 70% tumor. Skrining setiap 5 tahun me­nurunkan angka kema­tian 60-70% dari kan­ker kolorektal.

3. Kolonoskopi: saat ini me­ru­pakan metode paling akurat dan paling lengkap un­tuk memeriksa usus besar. Prosedur ini sangat sensitif untuk mendeteksi bahkan polip kecil (<1 cm) dan me­mung­kinkan biopsi, polypectomy dan kontrol per­darahan.

4. Fecal Occult Blood Testing/Guaiac Test/Benzidine Test: relatif ti­dak sensi­tif, 50% kanker kadang ti­dak terdeteksi. Tes FOBT positif ha­rus selalu diikuti oleh ko­lonoskopi.

5. Double-Contrast Bari­um Ene­ma (DCBE): peme­riksaan de­ngan mengguna­kan zat kon­tras. Gam­ba­ran tumor pada barium enema me­nun­jukkan filling defect yang me­nyem­pit, secara khas be­rupa kelai­nan atau gam­bar­an apple core atau apel di­gigit.

6. Serum Carcinoma Embryonic Antigen (CEA): di­gunakan sebagai marker se­rologi untuk me­­monitor status kanker ko­lorek­tal dan untuk mendeteksi re­ku­rensi dini dan perluasan kanker ke hati. Tingginya nilai CEA ber­hu­bungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari pe­nyakit dan kehadiran metas­tase ke organ dalam.

Tatalaksana Kanker Kolo­rektal

1. Pembedahan: tujuan uta­ma tin­dakan bedah adalah memper­lancar saluran cerna, baik bersifat kuratif ma­upun nonkuratif. Kemo­terapi dan ra­diasi bersifat paliatif dan ti­dak memberikan manfaat kuratif. Bedah kuratif dilaku­kan bila tidak dite­mukan ge­jala penyebaran lokal mau­pun jauh. Tindakan bedah ter­diri atas reseksi luas tumor pri­mer dan ke­lenjar limfe re­gional.

2. Kemoterapi: kemotera­pi pada kanker kolorektal dire­ko­men­dasikan untuk stadium III dan stadium II yang memiliki risiko tinggi.

Ke­mo­te­rapi berguna untuk me­ngurangi ke­mungkinan metastasis, mengecilkan ukuran tumor, atau memperlambat per­tumbuhan tumor. Biasa­nya di­be­rikan setelah pem­be­dahan (adjuvan), se­belum pembeda­han (neo-adju­van), atau sebagai terapi primer (paliatif).

3. Radioterapi: modalitas radio­terapi hanya berlaku un­tuk kanker rektum, de­ngan tujuan mengurangi ri­­siko kekambuhan lokal, me­ngu­rangi jumlah sel tumor yang viable sehingga mengu­rangi kemung­kinan terjadi­nya kon­taminasi sel tumor dan penyebaran melalui alir­an darah pada saat operasi.

Bagaimana angka

kesem­buhan kanker kolorektal?

Bergantung pada ada ti­dak­nya metastasis jauh, yaitu bergantung pada klasifikasi penyebaran tumor dan ting­kat keganasan sel tumor. Pada tumor yang terbatas pada din­ding usus tanpa penye­baran, angka kelangsungan hidup 5 tahun adalah 80%, yang me­nem­bus dinding tanpa penye­ba­ran 75%, dengan penye­bar­an ke­lenjar 32%, dan dengan metas­tasis jauh 1%.

()

Baca Juga

Rekomendasi