Oleh: Salamun Nasution. Data dari AirVisual pada Minggu 15 september 2019 menunukkan kualitas udara Riau menunjukkan indeks yang tidak sehat dengan parameter Air Quality Index (AQI) atau indeks kualitas udara sebsar 161. Begitulah kutipan berita dari beberapa media massa yang melaporkan tentang keadaan di Riau yang terkena dampak dari Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
Bahkan di sana disebutkan bahwa kualitas udara tersebut lebih parah ketimbang kualitas udara di Jakarta yang indeks kualitas udaranya sebesar 156. Ini bisa dibuktikan dari berbagai potret di berbagai sosial media tentang kondisi beberapa tempat di Provinsi Riau. Dimana gambar-gambar tersebut menunjukan betapa tebalnya asap yang menyelimuti Riau saat ini.
Bukan hanya Riau Karhutla juga ternyata masih juga terjadi di Pulau Kalimantan. Badan Metreologi dan Geofisika (BMKG) Tjulik Riwut, Palangka Raya, Kalimantan Tengah pada Minggu (15/9) juga menyampaikan bahwa jarak pandang di Palangkaraya kurang dari 500 meter. Kini dua pulau terbesar di Indonesia ini sedang diselimuti asap yang pekat, sepekat penyelesaian masalahnya.
Ratusan ribu masyarakat kini terancam terkena penyakit infeksi saluran pernafasan akibat kabut asap yang menyelimuti kota-kota tersebut. Di Riau bahkan terbit surat edaran untuk meliburkan sementara sekolah karena khawatir atas dampak asap yang semakin pekat. Himbauan terhadap masyarakat juga diberikan agar jangan terlalu banyak beraktivitas di luar ruangan. Dengan adanya ultimatum ini menandakan bahwa keadaan di daerah tersebut kini berada di level darurat asap.
Tapi sayangnya di tengah banyaknya kejadian-kejadian yang menimpa Indonesia masalah asap ini masih jadi anak tiri. Belum disajikan di meja diskusi yang live di layar kaca. Padahal bencana asap ini dipastikan akan berdampak pada jutaan Masyarakat. Paru-paru mereka kini tergadaikan oleh asap. Tinggal menunggu waktu kapan efeknya akan datang menjemput.
Bukan hanya manusia, para satwa penghuni hutan pun terus menjadi korban. Ada beberapa satwa yang akhirnya kehilangan habitat akibat kebakaran hutan yang tak kunjung padam. Mungkin juga banyak satwa-satwa yang menjadi korban hingga mati akibat kebakaran hutan. Fakta-fakta ini yang harusnya juga masuk jadi topik yang menarik diperbicangkan. Bukan sekedar obrolan warung kopi yang tak butuh solusi hanya sebatas untuk menghabisi secangkir kopi.
Butuh Patriot
Negeri ini butuh patriot penumpas asap. Tentunya bukan butuh manusia super yang dapat mengendalikan asap dan memindahknya entah ke belahan dunia mana. Tapi negeri ini butuh patriot yang mau berjuang memukul mundur para mafia-mafia lahan yang menyebakan Kabakaran hutan dan lahan. Karena masalah asap ini tidak akan pernah selesai jika oknum-oknum ini dibiarkan bebas membakar hutan.
Negeri ini butuh patriot penumpas asap yang ketika bencana ini melanda kembali ia selalu siap. Bukan mengobral janji tapi bukti. Tapi entah kemana patriot yang mau menjinakan asap tersebut. Padahal masalah asap ini bukan barang baru lagi di bumi pertiwi. Khususnya dua pulau besar yakni kalimantan dan Sumatera yang selalu “merayakan” festival asap setiap tahunnya. Namun tahun ini kembali menjadi yang terparah. Alih-alih berharap padam malah titik api membara lagi.
Namun sampai sekarang memang belum muncul patriot penumpas asap yang diimpikan oleh masyarakat. Karena masalahnya Karhutla yang menimbulkan kabut asap selalu dan selalu saja terjadi di tanah lancang kuning dan Pulau Borneo ini. Seperti penulis katakan sebelumnya masyarakat terus menyaksikan festival asap setiap tahunnya. Festival yang hanya dipenuhi dengan asap tanpa kembang api. Festival yang bisa merenggut kebebasan bernafas.
Menteri Kordinator Bidang Politik hukum dan Keamanan mengatakan pemerintah bergerak cepat dalam mengatasi Karhutla di Riau dan Kalimantan. Keseriusan pemerintah ditandai dengan datangnya Presiden Jokowi ke Pekanbaru pada Senin (16/9) untuk mengcek langsung penanganan Karhutla di sana (Kompas.com).
Kedatangan presiden tentunya bisa diharapkan untuk penanganan prioritas bencana asap yang tak kunjung tuntas. Presiden harus mengevaluasi oknum-oknum bawahnnya yang mencoba bermain di tengah pekatnya asap. Karena entah mengapa masalah Karhutla ini tak pernah tuntas dan selalu saja ada titik-titik api yang muncul. Padahal di dunia ini tidak ada api yang abadi.
Jika bukan apinya yang abadi berarti oknum pembakar hutannyalah yang abadi. Keberadaan mereka seakan tak ada habisnya. Indonesia yang pernah dijuluki paru-paru dunia malah terancam berbalik menjadi dunia tanpa paru-paru. Hutan hujan tropis yang merupakan penghasil oksigen (O2) yang berjumlah besar terancam jadi sejarah jika pembakar hutan terus dibiarkan.
Saat ini entah siapa yang akan muncul sebagai patriot yang berhasil mengusir bersih asap dari langit-langit Riau dan Kalimantan. Karena masyarakat saat ini membutuhkan sosok itu. Sudah cukuplah masyarakat diberi perayaan festival asap selama beberapa tahun ini. Sudah cukuplah paru-paru masyarakat digadaikan demi kepuasan oknum-oknum yang hanya memperdulikan keuntungan tanpa mempedulikan lingkungan.
Lantas siapakah sosok patriot tersebut? Jawabannya mungkin nanti ketika api Karhutla benar-benar pergi dari bumi ini. Harus digarisbawahi benar-benar pergi, bukan hanya sebatas padam lalu muncul kembali. Karena tak ada alasan Karhutla tersebut tidak bisa padam. Asalkan tak ada lagi titik-titik api baru yang muncul dan datang kembali.
Merusak
Kebakaran hutan dan lahan pastinya akan menimbulkan asap yang akan merusak. Merusak manusia, alam dan juga ekosistem yang ada di sekitarnya. Bukan hanya itu saja ternyata asap ini juga bisa merusak hubungan bilateral antar negara. Terutama negara tetangga yang menerima langsung kiriman asap dari Indonesia.
Seperti sebelum-sebelumnya Indonesia pernah mendapat sindiran dari negara tetangga karena mengirim asap tak bertuan. Nah, tahun ini sindiran tersebut bisa saja kembali karena asap lambat laun sudah menyebar ke negara-negara tetangga. Menkopolhukam mengatakan pemerintah tak ingin asap Karhutla mengganggu negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Jika asap sampai mencapai negara tetangga dikhawatirkan mengganggu hubungan Indonesia dan negeri jiran tersebut (Kompas.com)
Memang sungguh sangat disayangkan penanganan asap ini baru ditangani jika ada sampai mengganggu ke negara tetangga. Padahal masyarakat di sana sudah “berteriak-teriak” meminta bantuan agar asap dihilangkan. Padahal sebagian besar yang membuat kebakaran hutan yakni oknum-oknum perusahaan asing milik tetangga. Jadi wajar asap kiriaman sampai ke negara mereka.
Sebelumnya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya bakar mengatakan lima perusahaan asing asal Singapura dan Malaysia disegel karena penyebab Karhutla. Sebanyak empat perusahaan berlokasi di Kalimantan Barat dan satu perusahaan berlokasi di Riau (detik.com)
Selain merusak apa yang sudah disebutkan di atas, Karhutla yang menghasilkan kabut asap juga merusak jadwal penerbangan beberapa wilayah. Jadi sudah semestinya masalah ini bisa dikategorikan bencana yang butuh penanganan khusus, karena tingkat merusaknya menyebar ke barbagai lini. Harus ada aturan yang jelas agar bencana kabut asap ini tidak pergi dan datang kembali. Apakah sosok patriot penumpas asap yang akan menjawab permasalah tersebut lahir di periode ini? kita lihat saja nanti. ***
Penulis adalah Alumnus FISIP UMSU.