Dari Huruf ‘Berkuping’ Sampai Danau Toba

dari-huruf-berkuping-sampai-danau-toba

DITEMANI aneka jajanan pasar, obrolan antara Konjen Tiongkok untuk Sumatera, Qiu Weiwei dengan Pe­mim­pin Umum Harian Analisa, Supandi Kusuma berlangsung akrab, cair, dan kadang penuh guyon. Pada awal obrolan bahkan sempat dibahas soal marga. Kebetulan konjen dan Supandi Kusuma sama-sama satu marga, yakni marga Qiu atau juga yang kerap ditulis Khoe.

Di kalangan orang-orang Tionghoa bermarga Qiu, salah satu topik yang selalu dijadikan bahan pembuka obrolan adalah tentang aksara Qiu. Apakah marga itu ditulis dengan aksara atau huruf Mandarin yang sudah diberi tambahan kuping atau tidak. Rupanya soal ada sejarahnya.

Situs Tionghoa.net, menyebut penam­bahan ‘kuping’ pada aksara Mandarin Qiu terjadi pada era Dinasti Qing. Alasannya karena Qiu adalah nama Nabi Konghuchu. Karena itu, aksara Qiu tidak diperbolehkan untuk nama orang biasa. Untuk itu huruf Qiu harus ditambahi ‘kuping’.

Namun setelah Dinasti Qing jatuh, penggunaan aksara Qiu tanpa ‘kuping’ diperbolehkan kembali. Di Indonesia, kalau ada orang Tionghoa bermarga Qiu tanpa ‘kuping’, biasanya dari suku Hakka, sedang yang menggunakan ‘kuping’ suku Hokkian.

Tentu saja soal ‘kuping’ hanya obrolan ringan untuk membincang obrolan lebih serius, misalnya soal pariwisata di Sumut, proyek one belt one road (OBOR/sabuk satu jalan), proyek-proyek energi Tiongkok di Pulau Sumatera, sampai informasi tentang Khoe Peng Huat atau Hadi Kusuma, orangtua laki-laki Supandi Kusuma.

Memperbaiki Infrastruktur

Tentang pariwisata, Qiu Weiwei menyebut jumlah kunjungan wisata­wan Tiongkok ke Bali tahun lalu mencapai 2 juta orang. Jumlah itu terbilang sebagai yang paling banyak dibanding wisata­wan negara lain. Di Batam, turis asal Tiongkok berjumlah 1 juta.

Namun yang datang ke Danau Toba hanya berkisar 10.000 orang. Padahal belum lama saat bertugas di Medan dan melihat foto Danau Toba, ia mengaku terpukau akan keindahannya. Namun saat tahu untuk sampai ke Danau Toba dari Medan butuh waktu 4 jam, ia langsung merasa kurang tertarik.

“Turis umumnya datang untuk 1 - 2 hari, kalau untuk satu objek wisata saja butuh waktu 4 jam, saya pikir mereka juga kurang tertarik,” katanya. Ia menyebut turis Tiongkok yang berwisata ke Singapura mau datang ke Batam karena dari Singapura hanya butuh waktu kurang lebih setengah jam.

Masyarakat Tiongkok, menurut Qiu Weiwei, dewasa ini telah menikmati sistem transportasi darat yang sangat efesien dari sisi waktu. Jarak geogra­fis antarkota kini makin pendek, karena infrastruktur yang makin canggih.

Tentang proyek OBOR atau sabuk ekonomi jalur sutra, menurut Konjen Tiongkok merupakan strategi pemba­ngunan yang berfokus pada konek­tivitas dan kerjasama antarnegara Eurasia berbasis daratan dan lintas samudera.

“Tujuannya untuk kemajuan dan kemakmuran masing-masing negara anggota,” katanya. Indonesia menurut­nya merupakan salah satu negara anggota proyek tersebut. Hal itu tidak terpisah dari sejarah zaman dulu, jalur sutra antara Tiongkok dan Nusantara sebenarnya sudah terjalin. Salah satu jalur sutra di Sumatera adalah pelabu­h­an di Palembang.

Qiu Weiwei juga menyinggung tentang proyek-proyek pembangkit listrik di sejumlah daerah di Sumatera Utara. Proyek-proyek itu mendukung kebutuhan listrik di Sumut, di samping bermuara untuk mengalihkan teknologi pembangkit listrik ke tenaga-tenaga ahli Indonesia.

Pada bagian lain, Pemimpin Redaksi Zhengbao, Halim Kusuma, menutur­kan peran Khoe Peng Huat, orangtua laki-laki dari Supandi Kusuma yang banyak berjasa dalam menyukseskan pembauran antara warga Tionghoa Indonesia dengan warga non-Tiong­hoa. Khoe Peng Huat juga salah seorang pendiri Sekolah Sutung yang lalu berganti nama menjadi Sutomo.

Kunjungan Konjen Qiu Weiwei diakhiri dengan saling menyerahkan cinderamata. Dalam kesempatan itu, Supandi Kusuma menyerahkan patung Pak Tuntung, maskot karikatur Analisa dan buku biografinya Totalitas Peng­abdian, dalam edisi Bahasa Indonesia dan Mandarin.

Sementara Konjen Tiongkok menye­rah­kan sebuah tempat pena. Sebuah simbol, agar persahabatan antara Peme rintah RRT dengan Pemerintah RI, ter­ masuk antara masyarakatnya, terus dira jut lewat pena Harian Analisa. (J Anto)

()

Baca Juga

Rekomendasi