
Disebut sebagai “Dialog Utara” karena pertemuan itu hanya melibatkan sastrawan dari Sumbagut dan sastrawan dari beberapa negeri di semenanjung utara Malaysia. Sebut saja dari Pulaupinang, Perak, Negerisembilan, dan lainnya.
Pertemuan terjadwal itu, selain kerap mendiskusikan perkembangan sastra di kedua wilayah, juga meluncurkan buku sastra. Misalnya buku kumpulan (antologi) puisi dan cerpen, pun novel.
Tidak tersiar klausanya, kelak “Dialog Utara” itu pun tidak lagi terselenggara. Begitu pula antologi yang digagas bersama pun tidak pernah terbit lagi.
Ketua Forum Sastrawan Deliserdang (Fosad), Abdul Rahim Harahap alias Mihar Harahap dalam diskusi perkembangan sastra negeri serumpun, menyebut forum yang sama harus ditumbuhkan kembali. Kritikus sastra Sumut itu pun mengatakan, kebersamaan antara Fosad dan Kerabat Seni Negerisembilan (KSNS), bisa menjadi pelopor keberlangsungan hal tersebut.
Diskusi di sela gelaran “Ekspedisi Membaca Kualapilah-Tangkak 2019” itu, berlangsung di Bilik Wawasan Sekolah Sukan Negerisembilan/Sekolah Menengah Kebangsaan (SMK) Za’ba, Kualapilah, Negerisembilan, Malaysia, akhir pekan lalu.
“Awalnya pertemuan ini merupakan kunjungan balasan kami. Pada Maret lalu, saat Fosad menggelar kegiatan baca puisi dan peluncuran buku sastra, utusan dari KSNS juga hadir di tempat kami,” papar Mihar Harahap.
Dalam diskusi santai itu, Mihar Harahap didampingi Ketua Dewan Kesenian Deliserdang (DKDS) Rinto Sustono, beberapa pentolan Fosad yakni Sulaiman Sambas, Idris Siregar, H Mahyudin Lubis, dan H Mansyur Nasution. Sedangkan dari tuan rumah, Ketua KSNS Rosman bin Mh Shah, Pejabat Pendidikan Daerah Kualapilah Shaharuddin, pegiat sastra Hj Ratna Laila Shahidin, Aminah binti Mokhtar, Roslan (Persatuan Penulis Nasional/Pena), dan lainnya.
Mihar Harahap juga menerangkan, pemajuan dunia kesusastraan perlu melibatkan masyarakat luas sebagai penikmat karya sastra. “Jangan kita (sastrawan) yang berkarya, lalu kita sendiri yang menikmatinya.”
Perlibatan masyarakat sangat diperlukan, baik sebagai audiens dan penikmat, maupun berperan untuk mengritisi karya sastra. Makanya dalam setiap pertemuan dan perhelatan sastra, masyarakat dilibatkan. Layaknya pergelaran baca puisi yang kerap diselenggarakan Fosad.
Ditegaskannya, yang dimaksudkan dengan masyarakat, termasuk di dalamnya kalangan pelajar dan mahasiswa, para pejabat, para pendidik (guru), serta pemangku kepentingan lainnya. “Mereka jangan ditinggal. Kalau ditinggalkan, yah dunia sastra tidak bisa berkembang,” katanya.
Saat pelibatan masyarakat secara meluas itulah, karya sastra diperkenalkan. Baik berupa peluncuran antologi puisi, cerpen, maupun novel. Tidak terabaikan, selain memanfaatkan media sosial, sastrawan juga harus aktif memublikasikan karya-karyanya ke media cetak agar lebih luas lagi dikenal masyarakat.
Apresiasi
Paparan Mihar Harahap itu pun diapresiasi positif. Para pegiat sastra di Negerisembilan itu bahkan bertekad meneladani upaya yang dilakukan Fosad dan akan menerapkannya bagi perkembangan sastra di negeri itu.
“Ini masukan berarti bagi kami. Jangankan masyarakat, guru-guru di sini juga sudah sangat jauh dengan sastra. Sehingga para guru tidak paham,” ungkap Shaharuddin yang diaminkan Rosman bin Mh Shah dan sastrawan setempat yang hadir.
Di penghujung diskusi, kedua pihak bersepakat untuk saling berkoordinasi dan merumuskan suatu perjanjian bersama demi meruwat sastra serumpun yang sempat terputus. Beberapa hal yang disepakati, yakni menerbitkan antologi bersama, rutin menggelar pertemuan tahunan secara bergantian sebagai tuan rumah, memberikan penghargaan kepada sastrawan besar lokal dari masing-masing negara, serta saling menguatkan pemajuan dunia sastra.
Kunjungan dua hari Fosad dan DKDS di Negerisembilan dan Johor itu, menjadi ruwatan awal untuk membangun kembali jembatan dalam mengeratkan sastrawan serumpun. Kecuali berpartisipasi meramaikan pergelaran baca puisi di Kualapilah, Negerisembilan dalam mengenang sastrawan Dharmawijaya (sastrawan lokal yang masyhur hingga mancanegara), sastrawan Deliserdang juga membacakan beberapa puisi di SMK Tun Mamat, Tangkak, Johor dalam mengenang sastrawan Nora.