
Oleh: Ahmad Syafii Siregar
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya ,dan meyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil . Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar dan Maha melihat”
(An-Nisa581)
Melihat situasional bangsa Indonesia saat ini, keterpengaruhan antara peminpin dengan rakyat merupakan salah satu hal tidak asing bagi kita. Karena terkadang ada masalah antara peminpin dan rakyat dalam menghadirkan ketentraman umat dan ketenangan umat saat ini yang kurang mendengarkan inspirasi atau keinginan umat. Hal ini pula yang di jelaskan pada ayat di atas yaitu menjaga amanah sebagai sosok pemimpin dan pula bagi umat berhak menyampaikan inspirasi kepada pemimpinnya. Menurut ahli tafsir ayat tersebut mengandung banyak hal dari pokok pokok syariat agama. Ayat tersebut bersifat umum baik ketika ditujukan kepada pihak yang berperan sebagai penguasa atau tidak. Tapi dalam ulasan kali inikita mengarah kepada pemimpin yang mengemban amanah rakyat. Dijelaskan pada ayat ini menjadikan peminpin yang melakukan pembelaaan dan berlaku adil terhadap rakyat maupun umat yang teraniaya dan menjelaskan hak hak nya,yang demikian itu adalah amanat .menjaga marwah amanah rakyat terutama umat Islam saat ini.
Para ulama dan pemimpin berkewajiban mengajarkan hukum-hukum agama kepada manusia secara umum, ini juga merupakan amanat yang harus di jaga oleh mereka dan menjadi prioritas utama yang di tunaikan ketika kita terpilih menjadi pemimpin khususnya. Inilah yang merupakan tanggung jawab besar sebagai pemimpin saat ini. Ketika seseorang diberikan kepercayaan meminpin maka pegang dan jalankan kekuasan sesuai yang telah di janjikan, sebab mereka merupakan pilihan rakyat dan menjadikan rakyat yang harus di prioritaskan secara,baik dari segi mendengarkan inspirasi umat, sebab pada dasar nya adalah peminpin yang lahir dari rakyat dan untuk rakyat. Sebagaimana Rasullullah SAW bersabda: “tidaklah ada iman bagi orang yang tidak dapat di percaya terhadap amanat yang di embannya,dan tidak ada agama bagi orang yang tidak dapat menepati janji”.
Medengarkan aspirasi dari umat merupakan sebagian dari proses komunikasi untuk merubah ke arah yang lebih baik. Di sisi lain juga merupakan salah satu keterampilan paling penting dan mendasar yang dapat di kuasai seorang peminpin agar peran dan fungsi kepemimpinannya lebih efesien dan efektif. Hal itu adalah dasar dari begitu banyak keterampilan dan sifat yang lain dalam membentuk seoarang pemimpin. Artinya seorang pemimpin yang tidak mampu dan terampil dalam mendengarkan berbagai kritikan dan masukan dari rakyatnya, dipastikan akan mempengaruhi banyak masalah yang akan muncul dalam melaksanakan tugas dantanggung jawab kepemimpinannya. Situasi ini menjadi semakin sulitdan berat juga terasa rumit,ketika revolusi komunikasi dan informasi saat ini telah mendorong kencang bagi kita sebagai umat untuk menyampaikan keluhan dan apa yang kita butuhkan kepada pemimpin kita. Maka tidak adalagi bagi jiwa seorang pemimpin untuk tidak mendengarkan aspirasi rakyat apabila ada yang salahatau tidak sesuai dengan tuntutan rakyat.
Harus di akui,saat ini sering kita lihat banyak pemimpin yang bersalah memulai pembicaraan dan mendapatkan pemikiran atau pernyataan di luar sana,tetapi tidak memberikan dirinya kesempatan untuk mendengarkan apa yang orang lain katakan, hanya karena tidak pernah berhenti berbicara,atau kita sebegitu sibuk merumuskan jawaban kita untuk apa yang diasumsikan akan dikatakan orang lain. Peminpin yang terus sibuk untuk berbicara dan tidak pernah memberikan kesempatan pada orang lain atau rakyat yang ingin menyampaikan pikiran dan pendapatnya,maka yang di harapkan rakyat tidak pernah akan optimal dan efektif apabila pemimpin tidak mendengarkan aspirasi tersebut.
Rasullullah Saw. juga bersabda: “Setiap orang dari kamu ialah peminpin maka setiap orang dari kamu akan di minta pertanggung jawabannya atas kepeminpinan tersebut”. Di dalam kitab Zahru Riyadh diterangkan, bahwa pada hari kiamat kelak,setiap orang akan di datangkan untuk mempertanggung jawabkan setiap amanah yang diberikan oleh Allah Swt. Allah Swt. berfirman: “Apakah kamu tidak menyampaikan amanah si fulan ?”Dia menjawab: “Tidak ,ya Tuhanku.”, lalu Allah memerintahkan kepada seorang Malaikat,memegang tangannya dan melemparnya ke dalam Neraka Jahannam. Kemudian matanya di perlihatkan terhadap amanah yang ada di jurang Neraka Jahannam. Maka ia turun hendak mengambil mata itu selama tujuh puluh tahun,sehingga ia sampai kedalam jurang itu. Sesampainya di atas,kaki nya terpeleset dan jatuh lagi kedalam jurang itu dan membawa amanah lagi,lalu ia naik lagi dan jatuh lagi seterusnya,sehingga belas kasihan Tuhan berkenan menghampirinya,melalui syafaat seorang Nabi terpilih, Rasulullah Saw. akhirnya pemilik amanah tersebut merelakannya. Beliau juga bersabda: “Sampaikan amanah kepada orangyang mempercainya kepadamu dan janganlahkamu mengkhianati orang yang telah mengkhianatimu”. Dalam sabdanya yang lain: “Umatku akan senang tiada dalam kebaikan, selama tidak memandang amanah sebagai keuntungan dan sedekah sebagai kerugian”.
Dari sekelumit pesan Rasulullah dalam berbagai hadits di atas jelas mengisyaratkan bahwa pertanggung jawaban amanah sangat besar ketika kelak dimintai segala tanggung jawab di hari kemudian. Ironis Sekali memang, Persoalan Akhlak, Moralitas atau etika khususnya dikalangan pemimpin memang satu masalah yang besar. Masalah ini bukan hanya mendera Indonesia, tapi hampir seluruh Komunitas manusia dunia. Ini bukan masalah yang baru, persoalan ini sudah mengakar ratusan tahun bahkan pada zaman Imam Ghazali sudah dijelaskan tentang hal ini bersamaan dengan solusinya.
Jika mau memandang yang lebih mendalam maka kita akan menemukan mata rantai keganasan yang mengancam eksistensi peradaban. Pemikir besar masa kini, Prof. Dr. Sayyid Naqib al-Attahas merumuskan ada tiga akar masalah umat Islam masa kini. Pertama, Masalah kekeliruan dalam memahami kerangka Keilmuan; Kedua, Hilangnya adab (lost of adab); Ketiga, Lahirnya pemimpin yang lalim. Masalah pertama (salah memandang ilmu) akan melahirkan masalah kedua (Hilangnya adab). Masalah kedua melahirkan masalah ketiga (Pemimpin Lalim). Sedangkan masalah ketiga akan berputar melahirkan masalah pertama (Salah memahami ilmu). Begitulah perputaran yang tiada habisnya. Sehingga munculnya pemimpin tidak amanah itu bagian dari mata rantau kesalahan. Dia tidak berdiri sendiri tapi lahir dari kesalahan oriantasi ilmu dan hilangnya adab manusia.
Semoga para pemimpin negeri ini senantiasa dilimpahkan kejernihan hati serta pikiran, dalam menjaga amanat dan memelihara marwah sebagai pemimpin umat yang senantiasa menjaga dan melindungi serta menjauhkan kegelisahan dari rakyat. Sebab, seorang pemimpin sejatinya adalah sosok yang menjadi panutan dan menjadi jalan melaksanakan amanah yang sudah diembannya. Bila tidak, jangan sesalkan bahwa amanat yang salah akan dimintai pertanggung jawabannya kelak di hari perhitungan amal. Semoga ada manfaatnya.
Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Riau, Alumni Pondok Pesantren Modern Al-Barokah, Simalungun