
PENEMUAN potongan fosil berupa tulang jari manusia berusia 85.000 tahun telah memberikan para peneliti petunjuk yang sangat kuat tentang mereka, serta bagaimana manusia modern migrasi keluar dari Afrika ke segala penjuru dunia.
Fosil tersebut ditemukan di situs Al Wusta, Arab Saudi, wilayah yang kini dikenal sebagai Gurun Nefud. Para peneliti dari Max Planck Institut untuk Ilmu Sejarah Manusia di Jena, Jerman, memperkirakan pemilik tulang jari itu berasal dari benua Afrika.
Fosil tulang jari yang panjangnya hanya 3,2 sentimeter itu diperkirakan milik anggota spesies Homo sapiens pertama dan paling awal yang ditemukan di Semenanjung Arab serta spesimen tertua di luar Afrika.
"Yang kami temukan menunjukkan bahwa penyebaran awal Homo sapiens jauh lebih luas daripada yang orang duga," kata penulis utama studi tersebut Huw Groucutt dari Universitas Oxford. "Orang-orang ini membentang jauh ke padang rumput di Semenanjung Arab."
Robyn Inglis, seorang arkeolog di Universitas York, Inggris, yang tak ikut dalam penelitian tersebut, kepada The New York Times mengatakan bahwa itu adalah penemuan yang telah lama dinantikan.
Temuan itu, menurut Inglis, memperjelas bahwa manusia menyebar jauh dari Afrika dan Levant, kawasan antara Laut Mediterania dan Gurun Arab Saudi--sebelum 60.000 tahun lalu, waktu yang awalnya banyak dipercaya para ahli karena bukti genetik yang ditemukan menunjukkan demikian.
Secara tradisional, migrasi Homo sapiens dari Afrika digambarkan sebagai eksodus tunggal dari benua yang melewati satu perhentian ke yang berikutnya, seperti jalur kereta api.
Namun, gambaran tersebut dibantah oleh para ahli arkeologi dan paleoantropologi yang mengatakan bahwa perjalanan itu jauh lebih rumit dan mungkin dipenuhi dengan berbagai rute, keberangkatan, dan penundaan.
"Penemuan fosil tulang jari bagi saya adalah seperti mimpi yang menjadi kenyataan karena mendukung argumen yang tim kami telah buat selama lebih dari 10 tahun," kata Michael Petraglia, seorang arkeolog dari Institut Max Planck untuk Ilmu Sejarah Manusia di Jerman.
"Temuan ini, bersama dengan temuan lainnya dalam beberapa tahun terakhir, menunjukkan bahwa manusia modern, Homo sapiens, bergerak keluar dari Afrika beberapa kali dalam banyak kesempatan selama 100.000 tahun terakhir atau lebih," katanya.
Sapiens
Katerina Harvati, direktur paleoantropologi di Universitas Tubingen, Jerman, mengatakan dia akan berhati-hati dalam menetapkan fosil jari secara definitif sebagai identitas Homo sapiens karena fakta bahwa bentuknya tumpang tindih dengan spesies hominin lainnya.
Akan tetapi menurutnya, seperti dikutip Smithsonian, fosil itu cocok dengan pola penemuan yang lebih besar yang pernah ditemukan di wilayah tersebut. Seperti, tengkorak milik Homo sapiens yang ditemukan di Qafzeh dan Skhul di Israel berumur masing-masing 100.000 tahun dan 120.000 tahun. Serta penemuan tulang rahang manusia berumur sekitar 177.000 tahun di Gua Misliya pada tahun 2018.
Pertanyaan tentang bagaimana manusia meninggalkan Afrika memang telah diperdebatkan sejak dulu. Hipotesis terakhir pernah diajukan oleh para ilmuwan seperti Ernst Haeckel dan disukai oleh banyak antropolog sampai 60 tahun yang lalu. Bahkan beberapa peneliti modern pun masih berdebat mengenai hal tersebut.
Dalam dekade terakhir, beberapa ahli genetika berpendapat untuk peristiwa penyebaran tunggal dari Afrika sekitar 60.000 tahun yang lalu, berdasarkan keragaman genetik menurun pada populasi yang jauh dari Afrika.
Namun pertanyaannya tetap: Bagaimana manusia berhasil bertahan hidup di lingkungan gurun hampir 100.000 tahun yang lalu?
Salah satu kemungkinan adalah pada saat itu daerah tersebut bukanlah gurun. Walau Nefud kini dipenuhi oleh pasir dan batu, pada masa lalu wilayah ini adalah padang rumput, tertutup danau, dan sungai berkat musim panas.
Banyaknya tulang-tulang hewan yang ditemukan di lokasi yang sama, dari ternak liar hingga antelop menunjukkan bahwa makhluk hidup yang tinggal di wilayah itu dulu berlimpah ruah.
Mengutip National Geographic, fosil hewan akuatik dan semi-akuatik, seperti kuda nil, yang ditemukan di Al Wusta menunjukkan bahwa lebih dari 85.000 tahun lalu di daerah itu banyak terdapat danau-danau kecil.
"Penemuan di Arab memperluas area geografis penyebaran awal Homo sapiens, juga mengindikasikan bahwa beberapa kawasan di Arab dulunya cukup 'hijau' dan mendukung keberadaan populasi manusia," kata Rick Potts, ahli paleoantropologi Smithsonian Institution, Rick Potts.
Hasil penelitian tersebut telah dipublikasikan pada jurnal Nature Ecology & Evolution. (bac/ar)