BELUM lama ini sempat muncul seruan antivaksinasi bermotifkan isu agama. Ada kelompok yang gencar menyebarkan isu bahwa vaksin itu haram karena mengandung babi. Pro-kontra mengenai vaksinasi menyeruak. Apakah vaksin memang mengandung babi? Di buku ini, dr. Piprim B. Yanuarso menyajikan bahasan panjang lebar mengenai vaksinasi dan duduk persoalan pro kontra tersebut.
Vaksin merupakan zat bioaktif yang mengandung bakteri atau virus yang dilemahkan. Sedangkan vaksinasi adalah proses imunisasi dengan memasukkan vaksin ke tubuh manusia yang bertujuan merangsang pembentukan efek kekebalan terhadap penyakit tertentu. Penulis yang juga Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini menjelaskan, proses pembuatan vaksin sudah melalui uji klinis meliputi aspek “keamanan” dan “keakuratan data”, serta penelitian panjang belasan hingga puluhan tahun (hlm 24).
Mengenai kandungan babi dalam vaksin, dr. Piprim menjelaskan bahwa pada vaksin polio, enzim tripsin babi memang digunakan sebagai katalisator untuk memecah protein menjadi peptida dan asam amino yang menjadi bahan makanan kuman. Kuman akan dibiakkan dan difermentasi dan diambil polisakarida kuman sebagai antigen. Selanjutnya dilakukan purifikasi dan ultrafiltrasi dengan air 400 liter (4 qullah) yang mencapai pengenceran 1/67,5 miliar kali sampai akhirnya terbentuk produk vaksin. Pada hasil akhir dari proses tersebut, jelas penulis, vaksin sama sekali tidak terdapat bahan yang mengandung enzim babi. “Bahkan, antigen vaksin sama sekali tidak bersinggungan dengan enzim babi,” jelasnya (hlm 90-91).
Buku ini diberi pengantar Prof. Nadirsyah Hosen, Rais Syuriah PCI NU Australia-New Zaeland. Dosen Fakultas Hukum Monash University Australia yang biasa disapa Gus Nadir ini menjabarkan teori-teori dalam literatur keislaman mengenai halal-haram sesuatu. Mengenai vaksin yang dianggap mengandung babi, ada “teori darurat”. Darurat artinya hukum asalnya adalah haram. Namun, hukum haram tersebut bisa berubah menjadi halal atau mubah (boleh) dalam kondisi darurat. Di sinilah, penggunaan vaksin yang mengandung babi terpaksa diperbolehkan jika memang apabila tidak digunakan bisa membahayakan hidup kita, bahkan hidup orang lain yang berinteraksi dengan kita. Tentu, teori darurat ini bisa dipakai selama belum ditemukan jenis vaksin lain (hlm 10).
Saat ini para ahli masih terus mengusahakan pembuatan enzim selain menggunakan tripsin babi. Mengenai vaksin miningitis dan vaksin polio injeksi (IPV) yang pembuatannya menggunakan enzim tripsin dari babi, dr. Piprim menjelaskan bahwa di akhir proses ketika produk sudah jadi, kandungan babi sudah tak ada. Terkait ini, ulama-ulama dunia pernah bertemu di Kuwait dan membahas hukum transformasi zat dan menyimpulkan bahwa ini boleh karena hukum zat yang sudah berubah. “Jadi, jika sebuah zat berubah jadi zat baru yang sangat berbeda, hukumnya ikut berubah,” tulisnya (hlm 103).
Vaksin penting untuk melindungi tubuh dari berbagai penyakit ganas. Pada dasarnya, tubuh manusia sudah memiliki kekebalan alami. Namun, kekebalan tersebut tak cukup untuk menghadapi penyakit ganas. Vaksin ibarat pasukan khusus yang bisa mematikan penyakit-penyakit ganas tertentu, seperti polio dan rubela.
Ketika suatu komunitas masyarakat banyak yang tidak melakukan vaksinasi, wabah penyakit gampang menyebar. Sebaliknya, jika masyarakat yang divaksinasi lebih dari 83-85%, maka penyakit cenderung susah mewabah. Artinya, yang dilindungi oleh vaksinasi tak hanya orang yang divaksin, tapi juga orang-orang di sekitarnya, yang mungkin karena suatu kondisi tertentu tidak atau belum divaksin. Misalnya karena masih terlalu muda atau kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan untuk divaksin (hlm 42).
Buku ini tak hanya menjernihkan terkait kontroversi halal-haram penggunaan vaksin. Penulis, dengan pengalaman panjangnya sebagai dokter spesialis anak menyuguhkan banyak informasi penting terkait vaksin. Seperti jenis-jenis vaksinasi, tips dan anjuran saat melakukan dan setelah vaksinasi, tanya jawab seputar kasus-kasus seputar vaksinasi, hingga tabel jadwal imunisasi untuk anak dan dewasa. Wallahu a’lam..
Peresensi: Al-Mahfud, lulusan STAIN Kudus. Menulis artikel, esai, dan ulasan buku di berbagai media.