Bank Sampah, Energi untuk Kota Terkotor

bank-sampah-energi-untuk-kota-terkotor

Oleh: M.Anwar Siregar

Bank sampah merupakan wacana bagi ketahanan ener­gi dan bagian dari program untuk mengatasi kerusakan lingkungan. Ini perlu diso­sia­li­sasikan untuk mencegah kerusakan lingkungan. Ba­han-bahannya dapat didaur ulang un­tuk pembuatan sum­ber-sum­ber energi dari sam­pah yang dipilah-pilah. Se­mua ini dapat diman­fa­at­kan dalam mem­bangun ketahan­an pangan.

Di beberapa daerah di Ja­wa, sampah didaur ulang un­tuk sebagai bahan baku ener­gi. Tumpukan sampah dike­lo­la menjadi bank sam­pah untuk bahan baku energi.

Salah satu alternatif yang dapat dilakukan masya­rakat adalah mengumpulkan sam­pah organik dan non organik, yang dapat menghasilkan olahan untuk bahan bakar, baik dalam ben­tuk hayati maupun non hayati seperti daur ulang plastik melalui pro­ses katalisator yang meng­hasilkan bahan cairan.

Menjaga Lingkungan

Jika sampah dan limbah yang beracun dan ber­bahaya itu tidak segera ditangani, an­camannya sudah jelas. Bumi menjadi rusak, bencana ter­ja­di di mana-ma­na, seperti yang dialami beberapa kota di Indone­sia, habis banjir banyak menghasil tumpukan sam­pah dan kadang banjir dapat disebabkan juga oleh tumpuhkan sampah di su­ngai.

Lalu menimbulkan berba­gai jenis penyakit. Pen­ce­mar­an lingkungan dan kualitas air bersih menurun akibat kontaminasi sumber sampah beracun yang su­dah terjadi di beberapa kota di Indonesia, ber­akibat bagi manusia itu sendiri.

Sudah saatnya tumpukan sampah bernilai eko­nomi, un­tuk menjadikan bahan pe­ningkatan ekono­mi. Masya­rakat akan terdorong untuk menjadikan sampah tertentu dijual ke bank sampah yang khusus mengelola sampah menjadi bahan baku energi, lalu di proses oleh industri yang mendukung sam­pah se­bagai bahan jadi yang meng­hasilkan sumber energi atau tenaga listrik.

Pemerintah daerah di Su­matera Utara perlu gen­car mendorong masyarakatnya untuk mengen­dali­kan pence­maran dan kerusakan ling­kungan melalui pemanfaatan Bank Sampah untuk menge­lola sam­pah serta limbah yang selama ini dianggap be­racun, berbahaya dan tak ada gunanya menjadi energi ter­barukan yang layak dan ber­manfaat bagi semua.

Salah satu mencegahnya adalah membangun Bank Sampah, sebagai pusat pe­ngumpulan sampah dari ru­mah tangga dengan memisah jenis-jenis sam­pah. Di Indonesia terdapat lebih 5.100 Bank Sampah di 34 provinsi dan 220 kabupaten/kota. Keberadaan Bank Sampah ini berpeluang meningkatkan kese­jahteraan masyarakat.

Bank sampah adalah ben­tuk kepedulian terhadap ke­giatan masyarakat yang ber­orientasi pada penge­lolaan lingkungan. Tidak hanya di­tujukan menye­lesai­kan per­masalahan sampah rumah tangga, na­mun dapat mem­be­rikan nilai tambah ekono­mi.

Masalah sampah tidak se­cara langsung dapat di­mini­malkan menjadi sumber ener­gi terbarukan un­tuk meng­hasilkan listrik cara menggunakan gasifi­kasi, pyrolysis dan incinerator.

Bank Sampah berkontri­busi mengu­rangi sampah di lingkungan dan menjaga ke­seimbangan ling­kungan. Buktinya, Bank Sampah te­lah mampu me­ngu­rangi sam­pah nasional sebesar 1,7 per­sen.

Pemerintah menjadikan bank sampah sebagai sa­lah satu penerapan circular eco­nomy di Indonesia dan juga salah satu model pemba­ngunan ketahanan energi.

Pembangunan ketahanan energi sangat kompleks, ka­rena mencakup tiga sub sis­tem yang saling terkait satu sama lain, yaitu sistim ke­ter­sediaan, kerawanan energi, distribusi dan akses peman­faatan energi, sub sistem konsumsi, mutu dan keaman­an energi serta ketahanan ener­gi.

Jadi, kegiatan Bank Sam­pah penting untuk bahan ba­ku energi sebagai salah sa­tu sumber pembangunan keta­hanan energi yang dilakukan secara terintegrasi melibat­kan masyarakat dengan pela­ku usaha industri dan peme­rintah.

Tujuannya meningkatkan pengetahuan cara peman­fa­at­an, pembuatan serta penge­lolaan sampah untuk dijadi­kan bahan energi. Ini salah sa­tu pola yang terbaik bagi pen­distribusian bahan baku ener­gi dalam rangka pening­katan taraf ekonomi kerak­yat­an.

Nilai keuntungan terbi­lang lumayan bagi masya­ra­kat ekonomi kecil di tiap dae­rah, tetapi tetap ber­manfaat untuk nilai ekonomi penjual­an bisa men­capai 50 juta de­ngan mereduksi sampah sebanyak 42 ton yang meli­bat­kan lebih 325 partisipasi warga.

Dengan pengolahan eko­nomi, bank sampah mampu memiliki omset perbulan mencapai 40 juta. Dengan belum banyaknya sampah ter­kelola di Kota Medan, maka merupakan peluang un­tuk meningkat nilai eko­no­mi kesejahteraan bagi ma­sayarakat.

Baik sampah bisa dijadi­kan sumber hemat energi ka­rena merupakan sumber ke­ta­hanan pangan untuk pa­sok­an untuk energi dan daur ulang sampah men­jadikan lingkungan lebih bersih dan ramah bagi kehidupan.

Indonesia bisa belajar pe­ngelolaan bank sampah yang bisa di daur ulang menjadi kebutuhan listrik mencapai 92.5 persen dan sisanya seba­gai insi­nerator untuk meng­hasilkan panas, mengguna­kan prinsip circurlar econo­my sehingga mampu meng­olah daur ulang sampah men­capi 200.000 ton.

Belajar dari pengolahan sampah menjadi energi, mi­salnya dari Belgia dan Fin­landia, sampah diolah hingga menjadi energi listrik. Di lain pihak, industri wajib me­ma­kai energi dari daur ulang sampah, bukan ke ja­ringan atau grid listrik umum.

Sistem pengumpulan un­tuk daur ulang sampah mela­lui bank sampah. Jenis sam­pah yang bisa dike­lola ma­cam-macam. Mulai dari sam­pah organik, plas­tik, kertas, dan lainnya. Namun, yang paling ba­nyak ialah sampah organik. Sementara yang je­nisnya logam, kaca, batu, tidak termasuk sampah yang bisa diolah.

Tinggal pilih tekonologi yang cocok guna me­wujud­kan Kota Medan dan Indonesia yang bersih, sampai saat ini pemerintah telah memba­ngun 4.280 bank sampah di 30 provinsi.

Tinggal pilih teknologi yang akan di gunakan untuk proyek Ini merupakan bagian dari proyek pe­ngolahan sam­pah menjadi Refuse Derived Fuel (RDF), yang dapat menghasilkan energi lebih dari 240 ribu Joule dari kum­pulan 120 ton sampah.

Misalnya teknologi Inci­nerator atau pembakaran, da­ri berbagai literatur tekno­logi insinerator, menyi­sakan seki­tar 10% dari sampah yang dibakar. Panas yang di­hasilkan dari pembakaran dialirkan untuk me­ma­naskan boiler sehingga meng­hasil­kan uap. Uap itulah yang akan digunakan untuk meng­gerak­kan turbin yang akan menghasilkan listrik. Listrik inilah yang nanti akan didis­tribusikan atau dijual ke PLN.

Salah satu hambatan peng­gunaan teknologi ini di Indonesia, adalah sampah ru­mah tangga Indonesia yang cenderung basah se­hing­ga nilai kalorinya ren­dah dan membutuhkan lebih banyak tambahan batubara untuk membakar sampah, Ka­lau kadar air­nya masih ting­gi dimasukkan ke ruang bakar, suhu­nya akan turun, se­hing­ga pengeringan (un­tuk) me­nu­runkan kadar air (di sam­pah) itu sangat pen­ting, (dari berbagai sumber).

Kelemahan teknologi ini adalah masalah biaya dan pemerintah harus memper­siapkan penggunaan truk-truk yang bisa memampatan sampah untuk mengurangi kadar air sebelum sampai ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA) guna mengu­rang suhu ruang bakar agar tetap tinggi dan inilah me­nim­bulkan biaya tinggi, se­lain itu teknologi ini lebih fo­kus menghilangkan sampah dan bukan mengha­silkan listrik yang besar dan lagi-lagi menimbulkan tam­bahan biaya besar bagi PLN yang membeli energi listrik yang sudah ditetapkan oleh peme­rintah pada maksimun 18, 5 sen per kwh

Teknologi lainya selain insinerator adalah Metode Gas Metan, metode yang mengubah sampah menja­di listrik, yaitu menggunakan penangkapan gas metan, energi yang dihasilkan dari sampah lewat pe­nang­kapan gas metan akan lebih sedikit diban­dingkan lewat sistem thermal atau pembakaran.

Lewat teknologi penang­kapan gas metan, dari 1000 ton sampah bisa menjadi energi listrik 0,1-1 me­gawatt, sedangkan incinerator 1000 ton sampah bisa meng­hasilkan sampai 12 megawatt (disari dari berbagai sum­ber).

Dengan menekan berbagai jenis sampah plastik maka lingkungan yang bersih dan nyaman tentu akan meng­untungkan setiap orang yang tinggal di seki­tarnya. Semua orang juga bisa hidup lebih sehat. Dari segi investasi dan bisnis, kualitas udara, air dan tanah yang baik, berpotensi besar menarik investor me­na­namkan modal.

()

Baca Juga

Rekomendasi