DI era persaingan yang semakin kompetitif, pelaku usaha harus menempatkan pembeli sebagai raja, kalau tidak ingin usahanya berangsur redup. Faktanya banyak perusahaan besar ditinggalkan pelanggan dan terpaksa gulung tikar karena tidak mampu memberikan pelayanan yang baik.
Perkembangan teknologi yang mengalami perubahan cepat, pelayanan kepada pelanggan menjadi sangat menentukan. Jika pelaku usaha bertahan secara konvensional dan tidak bertransformasi akan ditinggalkan pelanggannya yang beralih menggunakan teknologi digital.
Sebut saja bisnis transportasi berbasis online. Sejak diperkenalkan beberapa tahun lalu, jumlah pelanggan terus merangkak naik mencapai jutaan. Akibatnya bisnis transportasi konvensional kesulitan bertahan dan beberapa di antaranya memutuskan berhenti.
Meningkatnya penggunaan perangkat digital, membuat banyak perusahaan besar yang konvensional ditinggalkan para pelanggan. Sebut saja perusahaan produsen klise film atau sejenisnya yang dulu dipakai jutaan pelanggan, kini sudah ditinggalkan dan beralih dengan pada teknologi digital. Begitu pula dengan jutaan compact disk (CD) rekaman lagu dan film, ditinggalkan pelanggan dan beralih dengan menggunakan alat digital.
Kondisi yang sama juga terjadi pada jutaan eksemplar media cetak di berbagai tempat, kini berangsur berkurang dan beralih ke online. Masih banyak usaha lainnya yang tersingkir karena keberadaan teknologi digital.
Di tengah arus deras teknologi digital yang berhasil memikat jutaan pelanggan, pelaku usaha yang menjual produk konvensional berupaya melayani para pelanggan. “Masih ada pelanggan setia menggunakan produk konvensional,” kata pemilik usaha ET 45 yang menjual rekaman lagu dan film dalam bentuk CD dan piringan hitam, Hasen Teo.
Diakui Hansen, sebelum teknologi digital berkembang pesat, penjualan CD bisa mencapai jutaan keeping. Pedagang CD dengan mudah ditemukan di berbagai tempat. Tapi adanya teknologi digital, pelanggan beralih mencari lagu secara online yang diunduh perangkat smartphone.
Perkembangan teknologi digital merubah cara pelanggan untuk mendapatkan suatu produk atau jasa. Begitupun, masih ada yang masih melakukan secara konvensional. Seperti pelanggan setia penikmat musik.
Mungkin dengan cara medownload lagu melalui smartphone lebih praktis dan murah. Tapi perlu diingat, katanya, dengan mengunduh tidak dapat memiliki dalam bentuk pisik. Berbeda dengan yang membeli CD atau piringan hitam.
Selain itu, kata Hansen, dari segi kualitas lagu, rekaman CD apalagi piringan hitam jauh lebih bagus daripada digital. Sedangkan dengan mengunduh lagu, hanya tersimpan di smartphone, jika rusak atau terhapus maka akan hilang.
Sama halnya dengan banyaknya penggunaan transportasi online, tetap saja orang ingin punya mobil sendiri. Mungkin pengguna kenderaan pribadi berkurang, tapi bukan berarti menghilangkan keinginan orang untuk tidak memiliki kenderaan sendiri. Juga dengan media cetak, walau media online menjamur, tetap masih ada yang membeli koran.
Menurutnya, perkembangan teknologi digital justru memberikan kemudahan dalam memasarkan produk. Kalau dulu pelanggan harus datang untuk membeli barang atau jasa, kini secara online. Pelaku usaha mudah memasarkan produknya tanpa batas dengan biaya murah.
Kalau dulu orang menyebut pelanggan adalah raja yang harus dihormati dan dilayani dengan baik secara face to face, kini pelanggan adalah “Tuhan”. Pelaku usaha tidak tahu siapa dan dari mana pembelinya.
Meski demikian, tetap saja pelayanan kepada pelanggan harus diperhatikan. Ketepatan dan kecepatan dalam merespons pelanggan menjadi hal penting. Selain itu kesesuaian barang yang dikirim sangat menentukan kepuasan pelanggan. Penipuan melalui penjualan secara online sangat dapat dilakukan.
Pembeli secara online tidak melihat pisik barang yang akan dibeli. Bisa saja barang yang dikirim tidak sesuai dengan yang dijanjikan. “Pelanggan sudah sangat selektif dalam membeli barang secara online,” tegasnya. (fahrin malau)