Gapura

gapura

Oleh : Azmi TS

MENJELANG hari suci yang dirayakan umat beraga­ma Hindu Bali selalu ramai dan sibuk berbenah untuk mem­perelok tampilan pintu ger­bang. Lazimnya memang sua­sana pintu gerbang menjadi prio­­ritas untuk didandani kare­na pengunjung akan selalu me­­lewati daerah yang satu ini. Pin­tu masuk rumah ibadah di Bali laksana ruang te­tirah un­tuk melepas segala kerin­duan.

Semua begitu berhasrat un­tuk sesegera mungkin masuk ke ruang yang paling disakral­kan demi tujuan satu yakni meng­hadap sang maha kuasa Ilahi. Kerinduan akan mahluk yang bernama manusia untuk merenda kembali keimanan yang sudah terlewati atauun yang akan di jelang. Sebagai umat yang taat dan patuh ke­pada ajaranya yang sudah ba­rang tentu berusaha mencipta­kan suasana teduh.

Areal seputar ruang masuk yang berbentuk aneka ragam di setiap pura candi di Bali se­la­lu menjadi perhatian pelu­kis.

Segala kerumitannya ter­masuk ukiran yang begitu de­tailpun masih bisa dituang­kan pelukis lewat lukisannya. Pura di Bali memiliki ragam ben­tuk­nya mulai yang sederhana, hingga penuh de­korasi.

Keunikan bentuk pura yang terdapat di Bali selalu menam­pilkan sisi visualnya tersendiri, bagi Lim Wasim. Selain kedua sisi gapura dibuat lebih tinggi juga ada hiasan lain berupa pa­tung diletakkan di bagian ki­ri dan kanan. Dia menam­bah­kan seorang wanita sedang membawa tempat sesaji yang kosong.

Lukisan tentang wanita membawa sesaji memang se­ring divisualkan Lim, menun­juk­kan sisi lain dari kecantikan seorang wanita. Lain lagi ke­tika pelukis Hasim yang meng­gambarkan sejumlah wanita se­dang berjalan membawa se­saji terletak di atas kepala. Wa­nita yang bergegas menuju pura itu tampil dengan busana tradisional bahkan ada yang tanpa penutup dada.

Pada lukisan lain Hasim menampilkan wanita sedang membawa sesaji menuju pura sendirian. Lukisan ini sangat kontras dengan lukisan Lim, yang memposisikan wanita keluar pura dengan wanita Ha­sim yang memasuki pura. Ini mem­buktikan bahwa kehidup­an masyarakat Bali telah men­jadi sumber inspirasi bagi pe­lukis Indonesia.

Bagi wisatawan mancane­ga­ra kehidu­pan di sekitar pura di Bali menjadi salah satu daya tarik mereka. Belum tentu sua­sana itu akan mereka temui se­perti yang ada di pulau dewa­ta ini. Pelukis Gunawan Ba­geapun bisa melukiskan bagai­mana suasana riuhnya orang-orang berbondong-bondong menuju pura. Prosesi itu pula yang sering kita jumpai pada perayaan hari suci umat Hindu Bali.

Keeksotisan budaya Bali juga telah dilukiskan oleh Su­djono Abdullah dengan me­nam­bahkan suasana pasar di de­pan pura.

Kesibukan para pe­dagang menjaja­kan hasil bumi setempat, mengisahkan cerita lain lagi. Pasar tradisio­nal itu memang saat ini mung­kin sudah berubah karena zaman. Alat pengangkut ba­rang dengan kuda sudah ter­gantikan dengan moda berte­naga mesin.

Uniknya lukisan-lukisan yang dibuat oleh pelukis itu menoreh­kan sejumlah kisah yang tak terlupakan. Lukisan terkadang bisa juga menjadi alat prekam jejak sejarah per­kembangan budaya. Lukisan juga bisa memposisikan diri­nya menjadi artefak yang mem­bantu men­je­las­kan feno­me­na, fakta dan mitos.

Hanya sedikit orang yang peka dan mengabdikan dirinya untuk merekam dinamika ke­hi­dupan itu. Pelukis adalah orang punya kepedulian dan sedikit teng­gang­rasa, selain me­muaskan batinnya dia juga menenyenangkan orang lain. Bagi publik apa yang ditoreh­kan oleh para seniman itu adalah hal yang biasa, tetapi bagi pelukis itu luar biasa. Bahkan pelukis asing juga cu­kup mengagumi pura seperti Frederik Kasenda, Carel Lode­wij Dake dan Gerard Pieter Adolfs.

()

Baca Juga

Rekomendasi