Oleh: dr. Celvin Angkasa, M.Biomed.
Kita tentu pernah mendengar kata cacar air, atau bahkan menderita cacar air sebelumnya. Dalam dunia kedokteran, cacar air lebih dikenal dengan sebutan varicella zoster. Mungkin kita pernah pula mendengar anggapan bahwa dalam kehidupan kita akan menderita cacar air minimal sekali seumur hidup. Apakah pernyataan tersebut benar? Tentu saja tidak.
Setiap orang mungkin saja akan menderita cacar air yang berulang, bahkan tidak pernah sama sekali sepanjang hidupnya.
Cacar merupakan penyakit infeksi menular yang sudah dikenal sejak berabad-abad sebelumnya. Virus yang diperkirakan berasal dari India atau Mesir ini disebut dengan Varicella Zoster Virus (VZV) mewabah dan membunuh banyak orang. Cacar berasal dari kata Latin ‘Varius‘ yang berarti bercak atau gelembung kulit.
Penderita cacar mengalami keropeng kulit, yang pada zaman dahulu disebut ‘Speckled monster‘ (monster bernoda). Banyak bayi meninggal akibat serangan virus ini sehingga tumbuh tradisi: pantang segera memberi nama bayi yang baru lahir. Jika si bayi diperkirakan dapat bertahan dari cacar, barulah ia diberi nama.
Cacar menjangkiti semua kalangan. Penyakit ini telah membunuh Ratu Mary II dari Inggris, Raja Luis I dari Spanyol, Kaisar Joseph I dari Austria, Ratu Ulrika Elenora dari Swedia, Raja Louis XV dari Prancis, dan Tsar Peter II dari Rusia.
Varisela pada umumnya menyerang anak-anak di negara-negara bermusim empat, 90% kasus varisela terjadi sebelum usia 15 tahun. Pada anak-anak, umumnya penyakit ini tidak begitu berat. Namun di negara-negara tropis, seperti Indonesia, lebih banyak remaja dan orang dewasa yang terserang Varisela.
Lima puluh persen kasus varisela terjadi di atas usia 15 tahun. Dengan demikian semakin bertambah usia pada remaja dan dewasa, gejala varisela semakin bertambah berat. Gejala yag muncul pada penderita varisela biasaya diawali dengan gejala prodromal (demam, menngigil, nyeri seluruh tubuh, nyeri tulang, tidak nafsu makan, nyeri tengorokan).
Setelah gejala prodromal yang berlangsung sekitar 24 jam, maka akan muncul gejala khas berupa gelembung-gelembung merah yang berisi cairan bening dan akan meluas ke seluruh permukaan tubuh dalam hitungan jam. Biasaya dimulai dari bagian dada ke seluruh tubuh.
Gelembung berisi cairan tersebut rentan pecah sehingga terjadi infeksi dan berubah menjadi keropeng ataupun nanah. Selain itu rasa gatal juga akan menyertai munculnya gelembung-gelembung berisi cairan yang menimbulkan rasa tidak nyaman pada penderita.
Keluhan ataupun penyakit ini bisa sembuh ataupun hilang sendiri secara perlahan-lahan pada hari ke-16 pada minggu ke-2, tergantung dengan imunitas tubuh yang dimiliki penderita.
Pengobatan pada varisela bersifat simtomatik. Untuk nyerinya diberikan pereda nyeri (analgesik), untuk demamnya diberikan pereda demam (anti-piretik). Untuk gatal diberikan antihistamin oral atau bedak yang ditambah dengan zat anti gatal (menthol).
Selain itu dapat pula diberikan lotion calamine untuk mencegah agar gelembung tidak gampang pecah serta menghilangkan rasa gatal. Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika berupa tablet ataupun salep. Dapat juga diberikan obat antivirus untuk mempercepat penyembuhan mengingat penyakit ini sebabkan oleh virus.
Pasien yang terinfeksi virus harus banyak istirahat untuk mempercepat proses penyembuhan. Kuku pasien sebaiknya dipotong untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder akibat garukan. Mendapatkan asupan gizi dan nutrisi yang cukup merupakan salah satu faktor penting untuk mempercepat penyembuhan. Kebersihan juga penting diperhatikan pada penderita varisela.
Penderita varisela disarankan tetap mandi, namun secara berhati-hati agar gelembung berisi cairan tersebut tidak pecah. Umumnya, dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan kebersihan diri, maka peluang kesembuhan akan baik dan jaringan parut yang timbul semakin sedikit.
Varisela dan herpes zoster pada anak dengan sistem imun yang baik tanpa disertai komplikasi angka kesembuhannya biasanya sangat baik. Sedangkan pada anak dengan gangguan sistem imun, angka kematian dan angka kesakitannya cenderung meningkat.
Pencegahan yang disarankan untuk mencegah ataupun meminimaliris kejadian varisela dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pada anak yang telah menderita varisela tidak diperlukan tindakan pencegahan, tetapi tindakan pencegahan ditujukan pada orang yang berisiko tinggi terkena infeksi varisela yang fatal seperti bayi, anak-anak, ataupun orang dewasa yang belum terkena varisela dengan tujuan mencegah atau mengurangi gejala varisela.
Pencegahan varisela dapat berupa pemberian vaksinasi varisela pada orang yang belum terinfeksi varisela dan menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi varisela agar tidak tertular. Vaksin varisela terbukti dapat mencegah timbulnya varisela pada sebagian besar individu, namun jika individu yang telah divaksinasi tetap terinfeksi, maka umumnya gejala klinisnya akan lebih ringan dan proses penyembuhan cenderung lebih cepat.
Komplikasi yang cukup sering dijumpai pada varisela biasaya berupa:
1. Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan oleh bakteri
Sering dijumpai infeksi pada kulit dan timbul pada anak-anak yang berkisar antara 5-10%. Hal ini diakibatkan karena garukan pada kulit yang mengakibatkan infeksi baru. Lesi pada kulit tersebut menjadi tempat masuk organisme yang virulen dan apabila infeksi meluas dapat menimbulkan impetigo, furunkel, selulitis, dan erisipelas. Organisme infeksius yang sering menjadi penyebabnya adalah streptococcus grup A dan staphylococcus aureus
2. Timbulnya bekas luka yang berhubungan dengan infeksi bakteri yang berasal dari garukan.
3. Infeksi paru-paru seperti Varisela Pneumoniae
Dapat timbul pada anak - anak yang lebih tua dan pada orang dewasa,yang dapat menimbulkan keadaan fatal. Pada orang dewasa insiden varisela pneumonia sekitar 1: 400 kasus.
4. Herpes zoster
Komplikasi yang lambat dari varisela yaitu timbulnya herpes zoster, timbul beberapa bulan hingga tahun setelah terjadinya infeksi varisela. Sering juga disebut dengan cacar air kedua atau cacar air yang kambuh kembali oleh orang awam
5. Reye’s Syndrome
Ditandai dengan gangguan otak yang cukup berat da mematikan. Keadaan ini berhubungan dengan penggunaan obat aspirin sebagai pereda demam (antipiretik), namun setelah digunakannya paracetamol (antipiretik) secara luas, kasus Reye’s Syndrome mulai jarang ditemukan.