Gerbang akses Toba Caldera Resort (TRC) yang terletak di Desa Pardamean Sibisa, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir sedang dalam tahap pembangunan (Analisadaily/Junaidi Gandy)
Analisadaily (Medan) - Dua tahun mendatang, Toba digadang-gadang akan berubah. Kehadiran Toba Caldera Resort (TRC) yang menyantap dana Rp4 triliun itu dinilai akan mampu menyulap kondisi Toba menjadi kelas dunia. Siapkah kita dengan kondisi itu?
Tahun 1980-an, merupakan masa-masa jayanya Danau Toba. Di era ini, banyak wisatawan yang datang, terlebih dari mancanegara. Parapat benar-benar ramai. Begitu pun Samosir. Bule-bule padat. Namun berbeda dengan kondisi sekarang. Pasca krisis moneter hingga saat ini, angka kunjungan wisatawan ke Danau Toba terus nge-drop. Jangankan 1 juta wisatawan setahun, 300.000 wisatawan pun susah didapatkan. Sebagai destinasi pariwisata terbesar di Sumatera Utara, Danau Toba makin tertinggal.
“Kenapa terjadi hal seperti itu? Kita identifikasi masalahanya. Padahal Danau Toba pernah jaya. Potensinya ada. Makanya pemerintah berkeinginan mengembangkan potensi itu,” ujar Kepala Badan Otorita Pariwisata Danau Toba (BPODT), Arie Prasetyo kepada Analisa, Selasa (26/11).
Beberapa permasalahan yang berhasil diidentifikasi adalah akses, atraksi dan amenitas. Dari sisi akses, waktu tempuh ke danau terbesar di dunia ini terlalu lama dari pusat ibukota. Hotel-hotel di sana juga sudah menua, pun begitu dengan kapal-kapal yang ada di sana. Pelabuhannya tidak dikelola baik. Beberapa permasalahannya ini menjadi isu utama pemerintah untuk diperbaiki.
Presiden Joko Widodo bersama Ibu Negara Iriana Joko Widodo mengunjungi The Kaldera Toba Nomadic Escape, Toba Samosir (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
“Makanya kita buka Bandara Silangit dan dibangun jalan tol. Jadi bayangi saja, sebuah destinasi kayak Danau Toba itu di kasih jalan tol dan bandara internasional,” katanya.
Dari sisi atraksi, Danau Toba di-rebranding. Hotel-hotel di sana bagus pada masa-masanya. Dan saat ini marketnya sudah berubah. Anak-anak milenial lebih senang tinggal di hotel-hotel yang konsepnya lebih personal. “Karena market berubah. Demand juga berubah,” ujar Arie.
Atas dasar itu, pada sisi amenitas, untuk menarik market yang lebih besar dan mendunia, BPODT mengembangkan fungsinya. Toba Caldera Resort dinilai merupakan jawaban untuk membangkitkan kembali masa kejayaan Supervolcano Toba. Dengan luas lahan 386,72 hektare, Toba Caldera Resort yang akan dibangun di Sibisa dinilai mampu membangkitkan ekonomi warga sekitar Toba dan Sumatera Utara. Tiga desa di sekitar yakni, Sigapiton, Sibisa dan Motung dinilai akan merasakan dampak pertumbuhan ekonomi yang besar pasca hadirnya hotel-hotel berbintang empat dan lima di sana.
Namun kondisi ini sepertinya tak diyakini warga di sana. Nyatanya, beberapa waktu lalu mereka melakukan protes dalam bentuk aksi. Mereka menolak pembukaan jalan pembangunan resort tersebut. Warga takut tersingkirkan dari resort berkelas dunia tersebut. “Jadi publik harus tahu, bahwa apa yang terjadi di sana tidak seperti apa yang dibayangkan. Seolah-olah BPODT ingin menggusur rumah rakyat. Padahal resort itu dibangun di atas lahan kosong milik pemerintah,” kata Arie.
Status lahan itu hutan dialihfungsikan menjadi area penggunaan lain yakni untuk pariwisata. Hak pengelolaannya diberikan ke badan otorita. “Jadi bukan dijual tapi dikerjasamakan dengan investor,” ucapnya.
Dengan hadirnya resort itu juga akan banyak tenaga kerja yang diserap. “Bayangkan juga erapa penghasilan yang masuk ke negara?” kata Arie. Jika satu hotel ada 100 kamar, maka setidaknya ada 150 orang yang akan bekerja di sana. Itu mulai dari reception, tukang kebun, bersih-bersih kamar dan lainnya.
Belum lagi untuk yang tidak kerja di sana, misalnya pemasok sayuran dan ikan ke hotel A, B dan C. Itu juga peningkatan ekonomi untuk warga sekitar.
Selanjutnya, dengan pembangunan yang terpusat dan terintegrasi itu, wisatawan yang datang juga perlu atraksi seperti eco tourism village. Ketiga desa di sekitar itu bisa menjadi desa wisata. ‘Misalnya mau datang ke Sigapiton mau mancing. Nanti warga buat fasilitasnya. Mau melihat rumah tradisional juga dikelola warga,” katanya.
BPODT telah menganggarkan Rp5-6 miliar untuk pembinaan masyarakat sekitar. Pembinaannya sudah dilakukan dari 2017. Mulai dari pelatihan bahasa Inggris, studi banding ke desa wisata di Yogyakarta, hingga pada menyekolahkan anak-anak di Toba ke Bandung dan Bali. Belum lagi pembinaan UMKM dan berbagai pelatihan di dalam kota. “Tujuannya mereka belajar untuk mempersiapkan diri,” sebut Arie.
Sedikitnya sudah ada 55 anak di Toba yang mendapat beasiswa sekolah di luar Sumut. Bahkan lulusan yang memperoleh beasiswa itu sudah kembali ke Balige untuk bekerja di salah satu restorannya. Dengan hadirnya Supervolcano Toba yang berkelas dunia, kita bukan menjadi penonton.
“Ada waktu dua tahun lagi untuk mempersiapkan diri. Pembangunan Toba Caldera Resort tidak bisa menunggu Anda. Jangan setelah pembangunannya sudah selesai, kita baru mempersiapkan diri. Mumpung masih ada waktu, persiapkan sekarang. Ada ribuan tenaga kerja yang akan diserap. Dan ini bukan hanya untuk warga sekitar. Terbuka juga untuk warga Medan, bahkan dari Jawa sekalipun,” sebut Arie.
(NS/JG)