dr. Ayodhia Pitaloka Pasaribu (tengah) (Analisadaily/Jafar Wijaya)
Analisadaily (Medan) - Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik (HAM) Medan mencatat sejak 2017 hingga 2019, sebanyak 30 anak telah menjalani perawatan karena mengalami difteri. Dari jumlah tersebut satu orang meninggal dunia.
Dokter spesialis anak yang juga konsultan infeksi tropis RSUP HAM, dr. Ayodhia Pitaloka Pasaribu M.Ked (Ped) SpA PhD (CTM) mengatakan, penyakit yang disebabkan bakteri ini menyerang dengan cepat, namun bisa ditangani dengan imunisasi.
"Saat ini baru satu yang meninggal dunia, itu pun karena terlambat. Kalau datangnya cepat, bisa ditata laksana dengan bagus, pasien bisa pulang dan sembuh," kata Ayodhia, Jumat (6/12).
Menurutnya difteri adalah penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi. Harusnya penyakit ini sudah tidak ada lagi. Kalau penyakitnya muncul, berarti cakupan imunisasi tidak terlalu baik.
"Ketika ada satu kasus difteri, berarti akan ada kasus-kasus lain," ucapnya.
Ayodhia mengaku tidak bisa dalam satu atau dua tahun menangani kasus difteri. Dirinya mencontohkan Rusia yang membutuhkan waktu hingga 10 tahun. Indonesia mungkin butuh waktu yang lebih panjang.
"Jadi, kita akan tetap punya kasus kalau cakupan imunisasinya tidak ditingkatkan. Karena pasien yang tidak imunisasi risiko terserang besar. Begitu halnya dengan yang imunisasi tidak lengkap," tuturnya.
Ia juga mencontohkan kasus difteri dalam satu keluarga yang terdiri dari YS (6), HS (5), MS (3) dan RS (2) asal Kabupaten Simalungun yang kini dirawat intensif di RSUP HAM. Korban HS tidak pernah mendapat imunisasi.
"Kedua adiknya diimunisasi namun tidak lengkap. Kita tidak bisa nilai juga kalau imunisasinya tidak lengkap tentu risikonya hampir sama dengan yang tak dapat imunisasi," jelasnya.
(JW/EAL)