Musim Durian “Mallabab” di Dairi

Musim Durian “Mallabab” di Dairi
Buah durian milik Lide boru Regar menanti matang di perladangan Pissur Desa Buluduri Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi (Analisadaily/Sarifuddin Siregar)

Analisadaily (Dairi) - Sejumlah kendaraan jenis pick up melaju kencang dari Desa Buluduri Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi Sumatera Utara. Mereka berpacu menuju Sidikalang, ibukota Kabupaten Dairi dan kemudian meluncur menuju Kota Medan.

Waduh dari barisan pick up itu menyebar aroma buah durian. Maklum, pick up itu memang berisi buah durian yang ditutupi terpal.

Tak pelak, para pekebun durian di Dairi mulai menyunggingkan senyuman. Seorang di antaranya adalah Ompu Gohanna boru Regar (63). Dia tampak santai di gubuk berjarak sekitar 150 meter dari tepi jalan.

Di kebunnya puluhan durian sedang berbuah. Gohanna ditemani putranya Desmon Pakpahan yang dengan sabar menunggu buah durian jatuh. Kemudian, “bab..bab...bab” pertanda durian jatuh.

Mallabab
Soal hasil durian itu, memang enaklah. “Asal mallabab, hepeng asal jatuh, uang,” kata Desmon. “Berapa kali mallabab, segitulah uangnya,” tambah Lide.

Para pekebun selalu berjaga-jaga di malam hari. Mereka bagai ronda malam. Sebab, buah itu paling ramai mallabab pukul 02.00 hingga 05.00 Wib. “Kalau tidak dijaga, bah, bisa pindah diambil orang.” Masa panen biasanya sebulan penuh. Pedagang par along-along (pengumpul) ramai datang. Enaknya, pembayaran tunai. Angkat barang, langsung cair,” kata Desmon.

Harganya fluktuatif. Kalau masih baru musim, sekisaran 2 kilogram di tingkat petani Rp 20 ribu. Jika sudah panen raya, turun menjadi Rp15 ribu.

Pasar terbuka lebar. Para perantau yang pulang tahun baru tak melewatkan untuk bersantap durian. Lide yakin, kalau sudah tahun baru, semua tamu pasti bawa karung atau kardus. Diangkut pakai mobil pribadi ke Jakarta atau naik pesawat.

Bertandang ke Kecamatan Lae Parira-Silima Pungga-Pungga, Siempat Nempu Hilir, Siempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Tigalingga, Gunung Sitember, Tanah Pinem, Pegagan Hilir, seakan berada di tengah belantara durian. Syahdan, lebih terkenal dengan sebutan Durian Sidikalang.

Di sekitaran Kota Sidikalang, peminat silakan belanja di pelataran Gedung Nasional, Simpang Empat, lingkungan Pusat Pasar di Jalan Dairi, Pekan, Sekolah, Trikora dan Kopi.

Di jalur Lae Parira-Pardomuan Anda bisa membeli langsung dari petani. Aromanya harum dan tajam, berikut daging tebal. Makan di tepi jalan atau di bawah pepohonan, lebih asyik ketimbang di rumah.

Josua Thule Hutapea (30) pekerja di Maya Durian, perusahaan UMKM bergerak di bisnis pascapanen di Desa Buluduri menyebut, daging buah kini dikirim ke Medan, Jakarta, bahkan Singapura dan Malaysia.

Modelnya ada 2 pola. Yakni pengiriman daging bersama biji dalam kemasan. Satu lagi seratus persen hanya daging.

Produk itu didinginkan pakai freezer (kulkas-red) hingga waktu tertentu, kemudian dipasok sesuai permintaan. Ini salah satu strategi agar buah tersedia sepanjang waktu. Harganya, tentu jauh lebih mahal.

Sementara itu, R Simbolon warga Bandar Selamat Desa Blang Malum Sidikalang, setiap tahun dia buka lapak di trotoar di depan Gedung Nasional Djauli Manik Jalan Sisingamangaraja Sidikalang.

“Kayaknya, tak lengkap tahun baru kalau belum mencicipi durian Sidikalang” kata dia usai melayani pembeli, Selasa (16/12). Sekarang, ukuran super ditawarkan Rp35 ribu sampai Rp40 ribu.

Di dekatnya, Ompu Magda boru Silaban juga menjajakan durian. Dia buka lapak sejak pagi hingga malam. Andai pukul 19.00 WIB belum habis, dititip dulu, dan dia pulang ke kampung. Esoknya jualan lagi.

Baca Juga

Rekomendasi