Ramadani Siagian atau Inang Dani (tengah) menapakkan kaki di Gunung Leuser, Senin (23/12) (Analisadaily/Reza Perdana)
Analisadaily (Medan) – Keberhasilan tim pendaki kelompok penggemar kegiatan di alam bebas Sangkala menapakkan kaki di puncak Gunung Leuser dan Gunung Loser kali ini menjadi istimewa. Karena dari 7 ekspeditor, diikuti 3 orang anggota perempuan yang dapat dikatakan tidak muda lagi.
Pendiri Sangkala, Zahedi mengatakan, selain dikatakan sudah tidak muda lagi, ikutnya ketiga perempuan tersebut juga terkait dengan peringatan Hari Ibu di Indonesia yang ditetapkan pada tanggal 22 Desember setiap tahunnya.
Alin adalah perempuan termuda berusia 36 tahun dan tinggal di Jakarta. Yani Lim berusia 44 tahun, selama ini bermukim di Malaysia, serta Dani yang berusia 56 tahun, yang juga pendiri Sangkala. Bersama mereka ada Sutrisno sebagai komandan tim dan wakilnya, Evandi beserta Malikul Yahya/Asep, dan Juandi Barutu.
“Bagi masyarakat kita, pendakian yang dilakukan peserta perempuan ini menjadi bukti kaum perempuan memang dapat melakukan apa saja yang dikehendakinya, tanpa mengingkari kodratnya sebagai perempuan, yang berfungsi sebagai istri yang baik dari suaminya dan ibu teladan bagi anak-anaknya, dengan melakukan pendakian gunung yang mengandung risiko,” kata Zahedi, Senin (23/12).
Diungkapkan Zahedi, bagi Dani sendiri, pendakian ke puncak Gunung Leuser ini merupakan pendakian nostalgia sebagai perempuan pertama dari Sumatera yang berhasil mencapai puncak Gunung Leuser pada tahun 1987 yang lalu bersama sahabat-sahabatnya sesama mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU).
“Kali ini, Dani setelah 32 tahun kembali mencapai puncak Gunung Leuser bersama 'anak-anaknya' dari Sangkala,” ungkap Zahedi, yang juga Dosen Matematika di USU.
Menurut Zahedi, Dani bisa dibilang sebagai pendaki perempuan berusia paling tua yang bisa mencapai puncak Gunung Leuser. Keberhasilannya mancapai Gunung Leuser kali ini tidak terlepas dukungan dari anak-anak serta suaminya, Fachrurrozi, yang juga pendiri Sangkala serta Dosen Teknik Kimia Institut Teknologi Medan (ITM).
“Kenyataan ini menjadi bukti bahwa yang tersisa tak akan menjadi sia-sia, dan juga bukti bahwa yang sedikit namun mampu menembus langit,” ucapnya.
Ketua Sangkala, Hafifudin Arif mengatakan, melalui pesan WhatsApp yang diterimanya, tim pendaki mencapai puncak gunung tertinggi di Daerah Istimewa Aceh pada Jumat, 20 Desember 2019, tepat pukul 10.00 WIB.
Pendakian ini merupakan latihan rutin bagi anggota Sangkala untuk memelihara standar kapasitas personal anggota dan spirit komunal organisasi. Pendakian ke Gunung Loser dengan ketinggian 3.404 meter dari permukaan laut (mdpl) adalah pendakian standar selain pendakian gunung Perkisson-Bendahara (3.011 mpdl) dan Gunung Lembu (3.050 mpdl).
Selain itu, proses pendakian ke puncak Gunung Loser, puncak tertinggi di TNGL, harus melewati puncak-puncak gunung seperti Pucuk Angkasan (2.891 mpdl), Gunung Pepanyi (2.440 mpdl), Gunung Tanpa Nama (2.945 mpdl), Gunung Bivak III (3.000 m), Gn Loser (3404 m) dan Gunung Leuser (3111 mpdl).
“Karena lintasan tempuh yang jauh dan waktu tempuh yang lama, maka pendakian Leuser ini tergolong pendakian yang seram, namun menantang untuk dilakukan oleh para pendaki gunung,” jelas Arif saat ditemui di Sekretariat Sangkala, Jalan Samanhudi, Medan Maimun, Kota Medan.
Diungkapkan Arif, ketika melakukan pendakian rintisan 32 tahun lalu, atau sekitar tahun 1.987, tim Sangkala membutuhkan waktu 19 hari unttk mencapai puncak Leuser dan 11 hari untuk turun ke Desa Kedah.
“Kini, waktu pendakian hanya butuh waktu tercepat 7 hari dan turun 4 hari. Karena itu, disiplin dan kompak menjadi kunci keberhasilan pendakian,” ungkapnya.
Penulis: Reza Perdana
Editor: Christison Sondang Pane