Sumut Dinilai Perlu Curi Start Jalankan Isi Omnibus Law Cipta Kerja

Sumut Dinilai Perlu Curi Start Jalankan Isi Omnibus Law Cipta Kerja
Ekonom Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Al Bara, dalam Diskusi Lintas Media dengan tema ‘Potret Pengangguran dan Lapangan Kerja di Medan, Tantangan ke Depan?’ di Medan, Jumat (6/3) (Analisadaily/Reza Perdana)

Analisadaily.com, Medan - Agar perekonomian Provinsi Sumatera Utara (Sumut) maju pesat, dinilai perlu curi start dalam menjalankan isi Omnibus Law Cipta Kerja.

Hal itu terungkap dalam Diskusi Lintas Media dengan tema ‘Potret Pengangguran dan Lapangan Kerja di Medan, Tantangan ke Depan?’ di LePolonia Hotel & Convention, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Medan.

Salah satu pemateri diskusi, Ekonom Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Al Bara mengatakan, pertumbuhan ekonomi terbesar didorong oleh investasi.

“Di Omnibus Law mengatur soal kemudahan berinvestasi,” katanya, Jumat (6/3).

Menurutnya, dengan lebih dahulu menerapkan langkah-langkah di Omnibus Law, Sumut bisa menjadi provinsi rujukan di Indonesia yang berhasil menarik investasi besar dalam waktu cepat.

“Selama ini, harus diakui, investasi di Sumut susah naik tinggi karena faktor perizinan berbelit, banyak, dan mahal,” ujarnya.

Berdasarkan data, pada tahun 2019 pertumbuhan investasi di Sumut turun menjadi 6 persen dari 9 persen di 2018.

Tentunya, berdampak pada banyak faktor, mulai pertumbuhan ekonomi yang tergerus dan tingginya tingkat pengangguran.

“Jumlah pengangguran di Sumut pada 2019 naik 11.000 orang atau menjadi 414.000 orang,” ucapnya.

Al Bara menyebut, tidak ada yang perlu dikhwatirkan di Omnibus Law. Karena Omnibus Law juga bukan barang baru.

“Beberapa negara lain sudah menerapkan dan berhasil meningkatkan investasi,” sebutnya.

Pemateri lain, yang juga Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin memandang, Omnibus Law cukup bagus karena akan mendorong iinvestasi.

“Tetapi perlu didorong kebijakan lain yang mendukung, khususnya di daerah,” terangnya.

Gunawan menuturkan, ada sejumlah masalah penghambat akselerasi, mulai dari ketidakpastian hukum, daya saing rendah, sumber daya manusia rendah, serta keterbatasan infrastruktur.

Dicontohkan, daya saing rendah terbukti saat perang dagang antara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Amerika Serikat.

“Investor RRT malah mengalihkan investasinya ke Vietnam, bukan ke Indonesia. Jadi, ini yang perlu terus dibenahi, dan Omnibus Law salah satu solusi,” Benjamin menuturkan.

Selain Al Bara dan Gunawan Benjamin, Diskusi Lintas Media dimoderatori oleh wartawan senior, Alfiannur Syafitri.

Baca Juga

Rekomendasi