Komunitas Medan Membaca membedah buku berjudul 'Totto-Chan: Gadis Cilik di Jendela' di Taman Ahmad Yani Medan (Analisadaily/Reza Perdana)
Analisadaily.com, Medan - Komunitas Medan Membaca kembali gelar kegiatan. Kali ini mereka membedah isi buku sarat makna yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi anak.
Dalam kegiatan yang digelar di Taman Ahmad Yani Medan, komunitas yang digawangi aktivis Perempuan, Peranita Sagala, itu bergiliran membacakan buku berjudul 'Totto-Chan: Gadis Cilik di Jendela'.
Sejumlah anak yang hadir tampak antusias mendengarkan aktivis Komunitas Medan Membaca membacakan bab per bab isi buku karya Tetsuko Kuroyanagi itu. Anak-anak juga terlihat bahagia mendengar kisah yang ada di buku terbitan 1981 dan menjadi
bestseller di Jepang.
Totto-Chan adalah nama kecil dari Tetsuko Kuroyanagi, sang penulis buku. Totto-Chan sewaktu kecil sering berganti sekolah. Bukan karena tidak pintar, hanya saja memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar dan tidak akan berhenti sampai rasa ingin tahunya terpuaskan.
Seperti saat berdiri di dekat jendela, Totto-Chan menunggu kedatangan kelompok pemusik jalanan karena ia sangat menyukainya, padahal jam pelajaran sedang berlangsung.
Adapun saat ia terus membuka dan menutup meja sekolahnya, karena merasa senang dengan hal itu. Semua yang ia lakukan membuat para guru di sekolahnya tidak tahan dengan tingkah Totto-Chan.
Mereka beranggapan Totto-Chan adalah anak yang nakal dan sulit diatur, sehingga memaksa Totto-Chan dikeluarkan dari sekolah formalnya. Padahal sebenarnya, mereka hanya tidak mengerti bagaimana cara memperlakukan anak seperti Totto-Chan.
Tidak seperti mamanya yang begitu memahami Totto-Chan. Setelah mencari-cari, akhirnya mamanya menemukan sekolah baru untuk Totto-Chan. Sebuah sekolah yang jauh berbeda dengan sekolah dasar lainnya di Jepang pada masa itu.
Sekolah yang gedungnya merupakan gerbong-gerbong kereta yang sudah tidak terpakai. Bahkan, jika biasanya pilar sekolah terbuat dari besi dan beton, maka pilar sekolah ini merupakan dua buah batang pohon yang masih hidup.
Hal itu membuat Totto-Chan merasa sangat tertarik dan ingin segera bersekolah disana
"Maret ini full kita bedah Totto-Chan. Berkeliling. Insha Allah minggu depan ke daerah Berastagi, Karo," kata Peranita Sagala, Senin (9/3).
Peranita yang juga aktivis Kohati itu menggarisbawahi pesan dalam buku tersebut. Yakni tentang metode pembelajaran dari guru ke murid.
"Jangan paksa metode kita ke anak-anak hingga berakibat fatal, hingga anak itu harus dikeluarkan dari sekolah. Perlu juga kita memahami kreativitas anak. Sebab kebebasan berekspresi anak itu penting bagi tumbuh kembangnya," kata perempuan yang karib disapa Kak Pera itu.
Sebagai sebuah komunitas pembaca, Medan Membaca berkeinginan untuk membudayakan kegiatan membaca di kota ini.
Medan Membaca melakukan kegiatan rutin berupa diskusi buku, nobar film adaptasi buku, donasi buku, literartcy nite dan berbagai kegiatan terkait perbukuan di Kota Medan.
Komunitas Medan Membaca sudah terbentuk sejak 2010. Namun baru tahun 2019 komunitasnya diakte dan dilegalkan.
(RZD/EAL)