Kelebihan Iuran BPJS Harus Dikembalikan ke Masyarakat

Kelebihan Iuran BPJS Harus Dikembalikan ke Masyarakat
Ketua Komisi A DPRD Sumatera Utara, Hendro Susanto, Rabu (11/3) (Analisadaily/Alpian)

Analisadaily.com, Medan - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara, Hendro Susanto, mengapresiasi dan menyambut positif keputusan Mahkamah Agung yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Hendro berpendapat, Pemerintah/Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan harus mengembalikan kelebihan iuran yang sudah dibayarkan peserta pada Januari dan Februari 2020.

“Hak masyarakat mendapatkan kesehatan dijamin dalam UUD 1945 selain hak mendapatkan pendidikan. Pemerintah/BPJS Kesehatan harus segera menyusun teknis pengembalian uang tersebut,” kata Hendro, Rabu (11/3).

Langkah tersebut harus dilakukan menyusul putusan Mahkamah Agung (MA) terkait pembatalan Peraturan Presiden (Perpres) No. 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

"Jika pemerintah konsisten terhadap konsep "equality before the law" dan "rule of law", putusan MA wajib dilaksanakan," ujarnya.

Teknis pengembalian juga harus segera disusun melalui regulasi/tupoksi agar masyarakat mendapatkan kepastian hukum dan uangnya kembali.

"Prinsipnya, jangan sampai hak-hak konsumen yang sudah membayar iuran dikurangi atau dirugikan," tutur Hendro, yang juga Ketua Komisi A DPRD Sumatera Utara.

Masih kata Hendro, jika kelebihan iuran Januari dan Februari tidak dikembalikan, peserta BPJS Kesehatan bisa menyelesaikannya melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang ada di Kabupaten/kota se-Indonesia.

Hak itu diatur dalam Pasal 23 jo Pasal 45 ayat (3) UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. "Ini bisa menjadi opsi penyelesaian sengketa secara cepat, sederhana, dan biaya ringan," sambung Hendro.

Ia juga meminta agar pemerintah tidak arogan, otoriter, dan sewenang-wenang, dengan mengabaikan putusan MA. Apalagi, Indonesia adalah negara hukum rechtsstaat atau rule of law.

"Sebetulnya pembuat dan penandatangan Perpres No. 75 Tahun 2019 harus malu sampai MA membatalkan hasil kerja mereka. Hak itu membuktikan, peraturan bertolak belakang dengan kondisi/aspirasi masyarakat," kata hendro.

Dalam persoalan BPJS Kesehatan sejatinya bukan hanya kenaikan iuran yang melanggar perundang-undangan.

Peraturan tentang pengenaan sanksi kepada masyarakat yang menunggak iuran dengan tidak melakukan pelayanan publik pun ia nilai melanggar UUD 1945 dan UU No. 25 Tahun 2009.

(JW/CSP)

Baca Juga

Rekomendasi