Ketua Komite Film Dewan Kesenian Sumatera Utara (DKSU), Onny Kresnawan (Analisadaily/Jafar Wijaya)
Analisadaily.com, Medan - Premanisme lagi-lagi mengusik kerja kreatif di Medan. Padahal kerja kreatif, baik komersial maupun non komersial butuh kenyamanan dan ketenangan berkarya.
Ketua Komite Film Dewan Kesenian Sumatera Utara (DKSU) Onny Kresnawan menilai, insiden pemerasan yang kerap terjadi tidak seirama dengan slogan Kapolda Sumut, "Tidak ada tempat bagi kejahatan di Sumatera Utara".
Insiden tersebut bermula dari munculnya empat orang pemuda berusia-30 an meminta sejumlah uang kepada tim produksi Film A Thousand Midnight In Kesawan.
Menurutnya ini merupakan film indie yang diproduksi dengan tujuan non komersial hasil kolaborasi komunitas kreatif Medan. Karena karya kolektif, tentunya dana yang digunakan juga bersumber dari swadaya komunitas.
Alhasil, kru dan tim produksi tak dapat mengamini permintaan tersebut sehingga para pemalak membuat keributan di sekitar lokasi syuting yang mengundang perhatian pengunjung Lapangan Merdeka. Hal ini mengakibatkan tertundanya proses kreatif.
Tidak hanya di Kota Medan tindakan premanisme dialami pekerja kreatif. Beberapa tempat di Sumatera Utara pun kerap terjadi. Onny Kresnawan dan kawan-kawan sering menghadapi masalah ini dengan pola dan modus yang beragam.
Onny pun menyayangkan tindakan-tindakan yang mengusik ini. Dia berharap agar hal ini mendapat perhatian serius dari pihak berwenang.
"Kejadian ini menambah kesan sangar Kota Medan. Ini tindakan kriminal, karenanya tindakan hukum perlu diambil," kata Onny, Jumat (13/3).
"Insiden itu dialami Hendri Norman dan kawan-kawan saat memproduksi Film A Thousand Midnight in Kesawan saat syuting perdana di kawasan Kesawan Medan pada Selasa (10/3) malam kemarin," jelasnya.
Selama ini, Onny Kresnawan punya cara untuk mengatasi hal-hal yang menjengkelkan itu.
"Tapi tidak semua pekerja kreatif kita memiliki ketahanan yang sama, ini butuh sentuhan kebijakan negara," terang Onny yang juga Ketua Asosiasi Dokumenteris Nusantara (ADN Korda Medan).
Menurutnya jika pemalakan pekerja kreatif masih terus berlangsung, niscaya akan merugikan nama baik Kota Medan.
"Jika praktik-praktik premanisme ini terus berjalan dan dibiarkan, ini merupakan tindakan yang merendahkan harkat dan martabat pemerintahan yang ada sekaligus aparat penegak hukum," tegas Onny.
Sentuhan kreatif wajah kota yang meskinya bisa ditampilkan seelok mungkin untuk dipromosikan ke wisatawan justru dirusak oleh aksi premanisme.
(JW/EAL)