Foto bersama usai Dialog Sejarah Napak Tilas Kesultanan Pantai Timur di Aula Asrama Haji Rantauprapat, Sabtu (14/3) (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Rantauprapat - Pasca kemerdekaan Republik Indonesia, kesultanan dan raja-raja di Sumatera Utara hilang begitu saja.
Banyak generasi muda yang tidak tahu sejarah khususnya kesultanan di Pantai Timur Sumatera. Padahal ini merupakan sejarah yang luar biasa.
Sekretaris Daerah Provinsi Sumut, Raja Sabrina, usai membuka Dialog Sejarah Napak Tilas Kesultanan Pantai Timur dengan sub tema "Raib dan Bangkitnya Kesultanan Bilah" di Aula Asrama Haji Rantauprapat, Sabtu (14/3) mengatakan, pada dasarnya Kesultanan Bilah di Sumut ada dan tidak hilang
"Dan itu adalah bagian dari sejarah Provinsi Sumut dari dahulu sampai sekarang. Bagaimana mulanya kesultanan-kesultanan kerajaan yang ada di sini bersatu menjadi NKRI," ucapnya.
Sabrina juga mengajak masyarakat untuk meniru semangat orang tua-orang tua terdahulu.
"Kenapa kesultanan ini bisa hilang? Kalau hilangnya karena sisi positif harus kita teruskan. Kalau hilangnya dari sisi negatif harus kita jadikan pembelajaran," ujarnya.
Kepada generasi muda, baik itu pelajar maupun mahasiswa, Sabrina memiliki harapan agar para generasi muda bisa mempelajari jati diri bangsa sendiri. Tanpa sejarah, kata putri keturunan raja di Labuhanbatu ini, kita tidak tahu asal usul budaya. Karakter jati diri kita sebagai bangsa Indonesia, itulah jati diri yang kita kenal.
Mungkin saja, sambung Sabrina, setelah penabalan Kesultanan Bilah X akan bermunculan kesultanan-kesultanan lainnya di Sumut.
Karena menurutnya setelah kemerdekaan banyak raja dan kesultanan tidak menyambungkan lagi kesultanannya.
"Selesai dan hilang begitu saja, termasuk keluarga saya. Padahal kakek saya raja di Labuhanbatu ini. Cuma pada berondok atau ngumpet istilahnya. Kenapa? karena takut kena potong leher. Kita tahu Sultan Kota Pinang, istri dan anak-anaknya semua terbunuh. Amir Hamzah, matinya juga terbunuh," sebutnya.
"Padahal di Indonesia ada Asosiasi Kerajaan Nusantara. Ada satu perkumpulan yang niatnya memperkuat budaya. Karena begitu negara kita mau dicobak cabik ini akan jadi penguatnya, bersatu untuk Indonesia.
"Jadi kita berharap beberapa nanti mereka akan muncul, tadi juga ada dari Batubara mengatakan mungkin akan menabalkan juga. Karena tata krama kesultanan juga unik. Bisa menjadi magnet wisata yang ketika orang luar datang bisa mempelajari budaya ini tadi," jelas Sabrina.
Acara dialog yang digagas Lembaga Independen Pemerhati Pembangunan Sumut ini juga menghadirkan para pemateri di antaranya, Kepala Dinas Sumber Daya Air, Cipta Karya dan Tata Ruang Sumut, Alfi Syahriza, perwakilan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut, Syarief Tansier yang membahas soal Permen PUPR Nomor 1 Tahun 2015 dan Zulfirman yang membahas sejarah kesultanan.
Alfi Syahriza dalam materinya mengatakan bahwa berdasarkan Perda Nomor 2 Tahun 2017, tentang Kawasan Cagar Budaya di Sumut, Labuhanbatu belum masuk di dalamnya.
"Yang ada itu hanya Labuhanbatu Selatan yakni Istana Kota Pinang," ujarnya.
(NS/EAL)