Ilustrasi. Petani karet (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Badan Pengurus Daerah (BPD) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Sumatera Utara meminta pemerintah dapat melakukan langkah strategis guna membantu petani karet yang terpuruk akibat anjloknya harga karet.
Ketua Umum BPD HIPMI Sumut, Mazz Reza Pranata, bahkan mendesak Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, segera turun tangan serta mencarikan jalan keluar agar keresahan petani dapat diatasi. Salah satunya dengan membeli karet rakyat dengan harga tinggi.
"Pemerintah harus bergerak cepat. Apalagi saat ini warga tengah menghadapi pandemi Covid-19 dan sangat banyak pembatasan" kata Reza di Medan, Kamis (21/5).
Menurutnya kondisi turunnya harga karet yang mencapai 50% dari harga normal akan sangat menyusahkan petani. Padahal karet merupakan salah satu hajat hidup orang banyak, khususnya di Sumatera Utara.
Dijelaskan Mazz Reza, harga kontrak bursa komoditi Jepang di tingkat international sekarang hanya 140 JPY/kg atau sekitar Rp19.000/kg. Turun 41% dari harga tahun lalu sekitar 240 JPY/kg atau sekitar Rp32.000/kg.
Karena kondisi di atas, ungkapnya, mengakibatkan harga karet di tingkat petani ikut terkoreksi turun lebih 60%. Biasanya di tingkat petani harganya Rp8.000 - Rp10.000/kg, tapi sekarang hanya Rp3.000 - Rp5.000/kg.
Disebutkan Reza, jika menyesuaikan dengan kondisi saat ini, maka harga karet yang wajar bagi petani adalah Rp10.000/kg atau nilai tukar petani adalah 1kg karet = 1kg beras.
Menurut data BPS 2019 di Sumatera Utara ada sekitar 300.000 hektare lahan karet yang dimiliki oleh petani kecil, terbesar kedua setelah Sumatera Selatan.
"Komoditas karet ini masih sangat potebsial bahkan menghidupi sekitar dua juta keluarga di daerah ini," ungkapnya.
Disampaikan Reza, alasan mendasar BUMN yang membeli karet rakyat adalah mengingat perkebunan karet yang terbesar di Indonesia dimiliki BUMN dan di Sumatera Utara dengan luas sekitar 80.000 hektare.
Dalam penjelasannya Reza juga menyampaikan kekhawatiran akibat merosotnya volume ekspor karet Sumatera Utara.
Sesuai data yang dihimpun HIPMI Sumut, pada tahun 2018 volume ekspor sekitar 410.000 ton atau trendnya menurun dibanding sebelumnya.
Sebagaimana diketahui, setelah batubara dan sawit, karet adalah penghasil devisa untuk Indonesia dengan nilai sekitar 4 milliar dollar.
Walaupun secara nilai lebih kecil dibanding batubara dan sawit, namun karet dimiliki oleh petani rakyat.
Dia mengungkapkan, fluktuasi harga karet ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan di Sumatera Utara khususnya. Karena itu apabila harga karet naik maka pertumbuhan ekonomi naik. Sebaliknya, apabila harga karet turun maka pertumbuhan ekonomi akan turun.
Menurut dia agar ekonomi terus berputar maka pemerintah harus turun tangan dengan membeli karet rakyat langsung dengan harga wajar. Tujuannya adalah sebagai stimulus dari pemerintah kepada petani karet dan agar program dimaksud dapat tepat sasaran yaitu dengan melibatkan BUMN untuk membeli karet rakyat dengan harga wajar.
Fakta telah membuktikan,sambungnya, ketika krisis moneter melanda tahun 1998 dan 2008, UMKM bisa bertahan karena adanya daya beli yang kuat dari desa.
"Pendukung ketahanan ekonomi waktu itu karena harga komoditas desa utamanya karet malah naik, sehingga waktu itu daya beli terjaga," sebutnya.
"Sekarang kondisinya sungguh sulit, karena para petani karet di desa tidak punya uang lagi, dengan turun tajamnya harga karet."
Reza menilai langkah bijak pemerntah tersebut diharapkan menjadi solusi agar ekonomi bisa tetap tumbuh secara sangat ideal yakni dengan memberikan stimulus komoditas rakyat.
"Negara harus hadir dalam kondisi sulit sekarang dengan membeli hasil produksi karet rakyat. Toh pemerintah juga tidak akan rugi dengan menyimpan karet. Menyimpan karet dengan kualitas baik tidak akan masalah. Karena begitu harga normal lagi, pemerintah melalui BUMN bisa menjual dengan harga yang wajar," tukasnya.
(EAL)