Sembako untuk Warga Aceh di Malaysia Terhambat Regulasi

Sembako untuk Warga Aceh di Malaysia Terhambat Regulasi
Pelaksana tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah. (Analisadaily/Muhammad Saman)

Analisadaily.com, Banda Aceh - Pelaksana tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, menegaskan tidak pernah menjanjikan bantuan sembako untuk masyarakat Aceh terdampak pandemi virus Corona di Malaysia.

Juru bicara pemerintah Aceh, Saifullah Abdulgani mengatakan, yang benar, Pemerintah berencana menyahuti seruan warga Aceh di sana, namun untuk realisasinya terhambat regulasi.

Sebelumnya, Datuk Haji Mansur Bin Usman menilai Nova Iriansyah tidak bersungguh-sungguh menyalurkan bantuan untuk warga Aceh di Malaysia yang terdampak Covid-19.

Ia merasa kendalanya bukan izin Pemerintah Pusat karena sudah berbulan-bulan. Masyarakat Aceh di Malaysia kecewa, dan Datuk menduga ada unsur politik di baliknya.

“Penilaian Datuk Haji Mansur sama-sekali tidak berdasar,” kata Saifullah menanggapi pernyataan Presiden Komunitas Melayu Acheh Malaysia (KMAM) itu.

Yang benar, kata dia, pada 23 April 2020, ada Seruan Bersama Masyarakat Aceh di Malaysia, yang isinya meminta Pemerintah Aceh mengambil langkah tertentu agar kebutuhan darurat warga Aceh di Malaysia terpenuhi.

Berawal dari seruan itu, Pemerintah Aceh mau menyahuti dengan merencanakan bantuan 10 ribu paket sembako (RM 50/paket), yang penyalurannya melalui Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menindaklanjuti rencana itu, Nova meminta bantuan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), selaku Ketua Gugus Tugas Covid-19, dan Menteri Luar Negeri untuk menugaskan Duta Besar Indonesia di Malaysia agar berkenan menyalurkan Sembako kepada masyarakat Aceh.

Akan tetapi, Surat Gubernur Aceh tentang Mohon Bantuan Penyaluran Masa Darurat untuk Masyarakat Aceh di Malaysia tersebut, belum ada tanggapannya hingga saat ini, baik dari Kepala BNPB maupun dari Menlu di Jakarta.

“Kronologisnya begitu, bukan menjanjikan sembako, melainkan niat baik ingin menyahuti Seruan Bersama Masyarakat Aceh di Malaysia, tapi urung terlaksanakan,” terang Saifullah.

Selanjutnya ia mengatakan, Pemerintah Aceh tidak dapat menyalurkan bantuan dana tunai atau non tunai (sembako) untuk Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri tanpa seizin Kementerian Luar Negeri.

Kewenangan itu sangat jelas dasar regulasinya yang diatur dalam UU Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, dan Peraturan Menlu RI Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perlindungan WNI di luar negeri.

Pada sisi lain, lanjutnya, pengelolaan uang negara yang notabene juga uang rakyat itu tidak sembarangan. Peraturannya sangat rigit, dan tidak ada pengecualian untuk bantuan kepada masyarakat terdampak Covid-19 di Aceh, maupun di Malaysia.

Seandainya Kepala BNPB atau Menlu memberi izin pun masih ada banyak persyaratan yang mesti dipenuhi.

Sekadar menyebut contoh, bantuan sosial diberikan kepada masyarakat miskin/kurang mampu yang mengalami penurunan daya beli akibat pandemi Covid-19.

Pertanyaannya, siapa yang berwenang melakukan pendataan dan validasi data penerima bantuan sosial itu supaya tepat sasaran?

“Penyaluran bantuan sosial dalam bentuk tunai maupun sembako untuk masyarakat Aceh di Malaysia tak semudah dibayangkan, tidak cukup hanya punya niat baik saja,” tegas Saifullah.

Ia menambahkan, jika bantuan sosial disalurkan melalui perorangan atau lembaga tertentu yang tidak memiliki otoritas dan tidak jelas kewenangannya, akuntabilitas bantuan tersebut akan tidak terjamin.

Bahkan, mungkin tak dapat dipertanggungjawabkan, selain rawan penyimpangan. Ujung-ujungnya menjadi temuan kasus hukum, dan menambah persoalan baru di tengah pandemi saat ini.

"Datuk Haji Mansur mungkin tidak memahami akuntabilitas anggaran di negara kita, dan mekanisme bantuan sosial kepada masyarakat. Karenanya, ia mengedepankan syak wasangka dan menduga-duga ada unsur politik di balik kendala penyaluran bantuan sembako tersebut," sebutnya.

Lebih lanjut Saifullah menegaskan, pandemi Covid-19 bukan urusan politik, melainkan masalah kemanusiaan, yang tak boleh sembarangan dicampuradukkan dengan unsur politik. Bencana non-alam ini telah memakan korban masyarakat Aceh, dan tak boleh dijadikan mainan politik.

Hingga Senin (3/8) sudah 433 orang Aceh terinfeksi virus Corona, 17 orang meninggal dunia, 322 orang lainnya tengah bertaruh nyawa di bangsal-bangsal rumah sakit.

Bahkan, Pangdam Iskandar Muda mulai mengerahkan pasukan TNI-AD untuk mempersiapkan tempat isolasi dan ruangan perawatan alternatif bagi korban Covid-19, yang meningkat tajam dua pekan terakhir.

Pasien yang harus diisolasi atau dirawat setiap hari bertambah dan nyaris melampaui ambang batas daya tampung ruang perawatan yang sudah disediakan Pemerintah Aceh, sejak Covid-19 belum tiba di Aceh.

“Masyarakat kita sudah cerdas dan tak mau lagi diprovokasi dengan isu politik murahan yang dicoba hembuskan dari luar Aceh. Apalagi hal itu bertentangan dengan nurani kemanusiaan masyarakat Aceh yang sedang bertaruh nyawa melawan virus Corona saat ini,” pungkas Saifullah.

(MHD/CSP)

Baca Juga

Rekomendasi