Perdana Menteri Lebanon, Hassan Diab (AFP)
Analisadaily.com, Beirut - Perdana Menteri Lebanon, Hassan Diab, meminta agar pemilihan parlemen dipercepat dari rencana awal untuk meredakan ketegangan akibat ledakan yang terjadi di Beirut, Selasa (4/8) lalu.
Permintaan Diab itu muncul ketika aparat keamanan bentrok dengan pengunjuk rasa yang marah pada kelompok penguasa.
Para demostran menganggap pemerintah harus bertanggung jawab atas peristiwa yang menewaskan lebih dari 150 orang dan melukai sekitar 6.000 orang itu.
"Kami tidak dapat keluar dari krisis ini tanpa pemilihan parlemen yang lebih awal," kata Diab dalam pidatonya, dilansir dari
Al Jazeera, Minggu (9/8).
Pasca ledakan yang terjadi di sekitar pelabuhan itu, gelombang protes massa semakin membesar. Bulan Oktober tahun lalu para demonstran juga sudah menyerukan pencopotan pemimpin yang dianggap korup dan tidak kompeten.
"Hari Senin saya akan mengusulkan kepada kabinet tentang rancangan undang-undang untuk pemilihan parlemen lebih awal," tegasnya.
Namun Diab tidak mau jika pihaknya disalahkan atas masalah ekonomi dan politik di Lebanon yang semakin parah. Sebab dia belum genap setahun menjabat sebagai perdana menteri.
Bulan Februari lalu kabinet yang dipimpin Diab memenangkan mosi percaya di parlemen setelah protes anti-kemapanan memaksa pengunduran diri Saad Hariri.
Dalam pidatonya, Hassan Diab juga mendesak agar semua partai politik mengesampingkan ketidaksepakatan mereka atas kepemimpinannya. Ia meminta waktu selama dua bulan untuk mengerjakan reformasi struktural.
Pada Mei 2018, Lebanon mengadakan pemungutan suara parlemen pertama dalam sembilan tahun terakhir setelah badan legislatif yang terpecah berulang kali memperpanjang masa jabatannya sendiri.
Namun pemilihan tersebut gagal meruntuhkan kelas penguasa yang sangat mengakar di negara Timur Tengah itu.
Sesaat sebelum pidato Diab, sekelompok demonstran di Beirut mengambil alih Kementerian Luar Negeri sebagai markas baru pemberontakan mereka. Para pengunjuk rasa juga masuk ke Kementerian Energi dan Ekonomi.
Beberapa pengunjuk rasa bahkan menarik foto Presiden Michel Aoun dari dinding dan membantingnya ke tanah.
Sementara sebagian anggota parlemen mengatakan 2.750 ton amonium nitrat yang sangat eksplosif yang digunakan untuk membuat pupuk dan bom, telah disimpan selama enam tahun tanpa tindakan pengamanan di gudang pelabuhan.
(EAL)