Anggota Polri melakukan imbauan untuk menjaga jarak pada warga yang berolahraga melintasi kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Minggu (30/8). (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc)
Analisadaily.com, Banda Aceh – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia perwakilan Aceh menyatakan, perlu adanya sanksi tegas untuk memastikan semua pihak menaati protokol kesehatan.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Aceh, per 2 September 2020, jumlah yang terkonfirmasi poditif Covid-19 sebanyak 1.696 orang. Sementara per 30 Juni 2020, hanya 80 orang.
Terkait lonjakan itu Pelaksana tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah dan Kepala Daerah se-Aceh diminta mempercepat penerbitan Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/Peraturan Wali Kota tentang protokol kesehatan guna mencegah Covid-19.
Sebagaimana, yang dilakukan Wali Kota Banda Aceh melalui Peraturan Walikota Nomor 45 Tahun 2020.
“Peraturan itu dapat menjadi dasar hukum bagi pemangku kepentingan dan penegak hukum dalam menindak semua pihak yang melanggar protokol kesehatan Covid-19,” kata Kepala Komnas HAM Perwakilan Aceh, Sepriady, Kamis (3/9).
Dengan demikian, Nova dapat berkoordinasi dengan kepolisian untuk memastikan ada tindakan tegas berdasarkan hukum terhadap pelanggaran kebijakan menjaga jarak, penggunaan masker dan larangan kerumunan.
Komnas HAM juga meminta agar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Aceh mengkonsolidasikan semua proses percepatan penanganan Covid-19 di Aceh, termasuk penindakan dan penegakan hukum.
Kata dia, merujuk beberapa kasus yang terjadi, keterbukaan informasi tentang penanganan Covid-19 penting dan dibutuhkan masyarakat, sepanjang tidak menyangkut informasi publik yang dikecualikan, yaitu bersifat rahasia, sesuai dengan undang-undang, kepatutan dan kepentingan umum.
Selain itu, ia meminta Pemerintah Daerah bekerja sama Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) untuk secara aktif mengedukasi masyarakat tentang penanganan jenazah pasien Covid-19.
Edukasi ini diperlukan untuk memberikan pemahaman dan rasa kepercayaan masyarakat, bahwa pemulasaran jenazah Covid-19 sesuai dengan protokol kesehatan sebagaimana dianjurkan oleh WHO dan sejalan dengan Syariat Islam.
Terkait kebijakan tentang pemeriksaan rapid test di beranda/teras IGD rumah sakit bagi setiap pasien, perlu dijelaskan apakah kebijakan tidak bertentangan dengan Peraturan Kementerian Kesehatan Nomor 47 Tahun 2018 tentang Pelayanan Kegawatdaruratan.
“Selain itu, perlu diinformasikan kepada publik mengenai pembiayaan pemeriksaan rapid test, apakah dibebankan kepada pasien atau dibebankan kepada Pemerintah Daerah,” tuturnya.
Sepriady pun merekomendasi kepada Nova agar berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk segera mengajukan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terbatas terhadap Kabupaten/Kota yang eskalasi angka positif Covid-19-nya tinggi, seperti Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar.
PSBB juga diperlukan sebagai landasan dalam penguatan penerapan berbagai kebijakan dan terobosan untuk percepatan penanganan Covid-19 di Aceh.
"Pembatasan Sosial Berskala Besar dilakukan dengan memperhatikan/menjamin pemenuhan kebutuhan dasar penduduk. Untuk itu, Plt Gubernur, DPRA, Bupati/Wali Kota dan DPRK, berkewajiban membuat kebijakan pemberian jaminan hidup bagi semua yang terdampak,” kata Sepriady.
Khususnya, lanjut Sepriady menjelaskan, bagi kelompok rentan, miskin, buruh, pekerja mandiri, dan berbagai marginal dan masyarakat terdampak lainnya serta memastikan tidak adanya PHK dan pengurangan hak buruh lainnya.
Mengenai rencana Pemerintah Aceh untuk kembali memberlakukan jam malam, menurut Sepriady, secara hukum pembatasan interaksi sosial masyarakat yang dilakukan pemerintah dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19 tidak melanggar Hak Asasi Manusia.
Pembatasan demikian, lanjut Sepriady, sesuai dengan prinsip Siracusa atau Prinsip Pembatasan HAM. Prinsip Siracusa tertuang dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi pemerintah melalui Undang-Undang No 12 Tahun 2005.
Komnas HAM Aceh juga merekomendasikan penambahan rumah sakit untuk Covid-19, penyiapan infrastruktur dan sarana prasarana isolasi, penyiapan alat pelindung diri serta alat penunjang kesehatan bagi tenaga medis.
Secara khusus Pemerintah Aceh harus melakukan terobosan untuk merekrut dan menambah tenaga medis khusus Covid-19 baik dokter maupun perawat, pelatihan khusus penanganan pasien Covid-19 serta menyediakan insentif dan fasilitas untuk mendukung keselamatan tenaga medis Covid-19.
Ia menambahkan agar Gerakan Masker Aceh (GEMA) yang dicanangkan Pemerintah Aceh pada 4 September 2020 dilakukan. Tetap mengikuti dan mematuhi protokol kesehatan, menghindari keramaian dan menjaga jarak agar sosialisasi tidak menjadi klaster baru Covid-19.
(MHD/CSP)