Raja Arab Saudi, Salman Bin Abdulaziz (AFP)
Analisadaily.com, Riyadh - Raja Arab Saudi, Salman Bin Abdulaziz, menghubungi Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, via telepon untuk membahas perdamaian Palestina.
Raja Salman mengatakan kepada Donald Trump bahwa negara-negara Teluk ingin melihat solusi yang adil dan permanen untuk Palestina.
Pembahasan itu dianggap penting menyusul kerja sama antara Uni Emirat Arab (UEA) dan Israel yang difasilitasi AS bulan lalu.
UEA menjadi negara Arab ketiga setelah Mesir dan Yordania yang sepakat menormalisasi hubungannya dengan Israel.
Raja Salman mengatakan kepada Trump bahwa dirinya menghargai upaya AS untuk mendukung perdamaian. Namun lebih dari itu, Arab Saudi ingin melihat solusi yang adil dan permanen untuk masalah Palestina.
Informasi dari
Al Jazeera, Senin (7/9) menyebut, negara-negara Arab menawarkan hubungan yang dinormalisasi kepada Israel dengan imbalan kesepakatan damai dengan Palestina dan penarikan penuh Israel dari wilayah yang mereka rebut dalam perang Timur Tengah 1967.
Arab Saudi sebagai tempat lahirnya Islam dan memiliki situs tempat paling suci bagi umat muslim, tidak mengakui Israel.
Namun bulan ini Kerajaan Arab Saudi mengatakan akan mengizinkan penerbangan antara UEA dan Israel, termasuk dengan pesawat Israel untuk melintasi wilayah udaranya.
Selama panggilan telepon, Trump mengatakan kepada Raja Salman bahwa dia menyambut baik keputusan itu. Keduanya juga membahas keamanan regional.
Sementara Menantu Trump, Jared Kushner, yang juga penasihat Gedung Putih mengatakan, pihaknya berharap negara Arab lain segera menormalkan hubungan dalam dengan Israel.
Namun sejauh ini belum ada negara Arab lain yang mau mengikuti UEA, Mesir dan Yordania menormalisasi hubungan dengan Israel.
Putra Raja Salman, Putra Mahkota Mohammed bin Salman, dan Kushner juga sempat membahas perlunya Palestina dan Israel untuk melanjutkan negosiasi dan mencapai perdamaian abadi.
Di sisi lain, kerja sama antara UEA-Israel dikecam oleh sebagian warga Palestina. Mereka menyebut langkah itu sebagai "tikaman di belakang".
Pada hari Minggu (6/9), para pemimpin Hizbullah Lebanon dan kelompok Hamas Palestina bertemu untuk membahas dorongan AS melakukan normalisasi diplomatik antara negara-negara Arab dengan Israel.
Pimpinan Hamas, Ismail Haniya dan Hassan Nasrallah bersama pimpinan gerakan Syiah Hizbullah yang didukung Iran, tetap menekankan stabilitas dari poros perlawanan terhadap Israel.
(EAL)