Warga lokal mengunjungi kawasan wisata Pantai Kuta di Badung, Bali, Kamis (27/8). (ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/aww)
Analisadaily.com, Bali - Lonjakan infeksi virus Corona di pulau Bali, yang mencapai 100 kasus dalam hari telah memberikan pukulan lebih lanjut terhadap harapan Asia Tenggara untuk menghidupkan kembali industri pariwisata.
Rencana untuk membuka kembali Bali untuk turis asing mulai September telah ditunda tanpa batas waktu.
Selain mencoba mendorong industri pariwisata domestik, beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Thailand, telah mempertimbangkan perjalanan dengan negara lain sebagai cara untuk memulai kembali bisnis.
Bali pada awalnya tampak mampu mengatasi krisis kesehatan lebih baik daripada daerah lain di Indonesia, yang sejauh ini menderita korban jiwa terbesar di Asia Tenggara.
Tetapi kasus virus corona telah melonjak setelah membuka kembali perbatasannya untuk pariwisata domestik pada akhir Juli.
“Peningkatan pariwisata domestik merupakan salah satu faktor penting peningkatan kasus di Bali,” kata ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Dr Pandu Riono dilansir dari
Channel News Asia, Selasa (8/9).
Kepala dinas kesehatan Bali, Ketut Suarjaya mengatakan, pariwisata domestik tidak bisa disalahkan atas lonjakan kasus, yang lain melihat pengalaman Bali sebagai peringatan akan bahaya pembukaan kembali perbatasan terlalu cepat.
Pandu juga menyampaikan, kedatangan wisatawan ke Bali tidak hanya membuat infeksi dari wilayah lain di Indonesia lebih mungkin terjadi, tetapi menggarisbawahi kekurangan negara dalam menangani pandemi, yaitu kurangnya pengujian dan penelusuran kontrak.
Kata ia, kemungkinan faktor lain yang berkontribusi adalah munculnya mutasi virus yang lebih menular, yang dikenal sebagai D614G.
Bali membukukan rekor 196 kasus virus Corona pada hari Jumat, rekor harian kelima berturut-turut. Kasus harian di pulau liburan rata-rata hampir tiga kali lipat selama enam minggu terakhir, sementara jumlah kematian berlipat ganda menjadi 116 selama periode itu.
Pemilik toko suvenir di Bali, Kamil, yang hanya memiliki satu nama seperti yang umum di Indonesia, mengatakan dia masih tidak melakukan banyak bisnis tetapi berusaha untuk tidak terlalu stres.
“Saya serahkan saja kepada Tuhan karena kita tidak bisa memprediksi masa depan. Yang bisa kami lakukan sekarang adalah menjalankan bisnis sesuai dengan protokol kesehatan,” tutur Kamil.
(CSP)