Limbah Medis, Edy Harus Memeriksa IPAL Rumah Sakit

Limbah Medis, Edy Harus Memeriksa IPAL Rumah Sakit
Petugas bersiap melakukan proses pembakaran limbah medis dengan menggunakan mesin incinerator di PT Jasa Medivest, Dawuan, Karawang, Jawa Barat, Rabu (2/9). (ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar/foc)

Analisadaily.com, Medan - Banyaknya limbah dari rumah sakit, limbah padat maupun Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) hendaknya dibuang pada lokasi yang tepat supaya tidak mencemari lingkungan.

“Pemerintah harus ketat mengawasi pembuangan limbah dari rumah sakit, terlebih rumah sakit rujukan Covid-19,” kata Praktisi Lingkungan, Dewi Budiati Teruna Jasa Said, Kamis (24/9).

Dewi menyebut limbah B3 adalah zat atau bahan-bahan lain yang dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup manusia maupun mahluk lain dan lingkungan hidup pada umumnya.

“Karena sifat-sifanya itu, bahan berbahaya dan beracun serta limbahnya memerlukan penanganan yang khusus,” katanya.

Untuk itu, Dewi mengimbau pemerintah Sumatera Utara untuk lebih ketat nengawasi pembuangan limbah padat dan limbah B3 beracun rumah-rumah sakit di Sumut terutama rumah sakit rujukan Covid -19.

Menurutnya, sejauh ini Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 belum memberi penjelasan secara gencar ke publik. Dengan merebaknya Covid-19, permasalahan limbah rumah sakit harus ekstra diurus oleh pemerintah apalagi masih banyak RS yang tidak memiliki sarana pengelolaan limbah yang representatif.

Selain itu limbah medis ini juga tidak tahu dimana dibuang dan dimusnahkan. Meski terdapat beberapa perusahaan limbah di Sumut, namun satu dua saja yang memenuhi syarat pengelolaan limbah B3 RS tersebut.

Dewi menilai penanganan limbah ini nenggelontorkan dana cukup besar. Alat Pelindung Diri siap pakai buang, termasuk jarum suntik dan botol infus.

“Pemerintah melalui Gugus Covid-19 wajib memberi penjelasan ke publik agar masyarakat tidak was-was,” jelasnya.

Dewi menambahkan kalau tak diawasi ketat, bisa saja rumah sakit yang tak patuh hukum membuang sembarangan ke sungai limbahnya.

“Bayangkan bahayanya,” kata Dewi.

Untuk itu pemerintah harus menyampaikan ke publik terkait bagaimana cara pemerintah Sumut pengelolaan limbah berbahaya rumah sakit yang harus disampaikan secara transparan kepada publik terkait limbah cair dan limbah padat rumah sakit.

Publik pastinya ingin tahu kemana dan bagaimana pemerintah Sumut dan kabupaten dalam pemusnahan limbah-limbah ini.

Di lain kesempatan, seorang pengusaha limbah Zena Tani Umar dari SLDI sejauh ini perusaahannya hanya mendapat 20 persen pengelolaan limbah medis dan B3 dari berbagai RS dan industri Sumut yang dikelola perusahaan mereka.

“Selebihnya mereka tidak tahu dibawa dan dimusnahkan dimana,” kata Zena.

Dewi menambahkan pandemi Corona virus pasti membuat limbah medis jauh lebiih besar. Hal ini harus menjadi perhatian tersendiri bagi pemerintah. Dewi juga mengingatkan pemerintah agar super serius menangani limbah medis ini yang dapat membawa dampak parah bagi pemutusan mata rantai Corona.

Limbah medis padat dan cair pada penanganan RS rujukan Covid-19 akan semakin memperparah situasi apabila rumah sakit rumah sakit tak taat peraturan dan masih melanggar dengan sengaja maupun tidak.

Pada masa pandemi ini, Dewi mengharapkan agar limbah medis harus ekstra diperhatikan, menindak tegas rumah sakit yang tak taat hukum dan masih sembrono membuang limbahnya ke sungai.

“Gubsu harus turun langsung memeriksa Industri Pengolahan Air Limbah atau IPAL rumah sakit di Sumut,” kata Dewi.

(HERS/CSP)

Baca Juga

Rekomendasi