Ketua Umum (Ketum) Sentra Informasi Masyarakat dan Petani (Simpati) Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Safrul Hayadi. (Analisadaily/Amirul Khair)
Analisadaily.com, Perbaungan - Ketua Umum (Ketum) Sentra Informasi Masyarakat dan Petani (Simpati) Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Safrul Hayadi, memprediksi angka kemiskinan meningkat dampak pandemi Covid-19 yang sampai kini belum dapat dipastikan berakhir.
“Kita memprediksikan dan hampir dipastikan seratus persen, angka kemiskinan meningkat dampak dari wabah clCovid-19,” terang Safrul Hayadi, Senin (5/10).
Prediksi tersebut memang tidak berdasarkan angka statistik dari pendataan ril di lapangan. Namun indikator tersebut dapat dilihat dari melemahnya daya beli masyarakat terhadap kebutuhan hidup, terutama yang bersifat primer.
Indikator kemiskinan setidaknya dapat dilihat dari kemampuan daya beli masyarakat. Misalnya, seseorang yang selama ini mengonsumsi beras kualitas A (tinggi), sekarang mengonsumsi beras kualitas B (lebih rendah) karena tidak minim uang untuk membeli, maka dapat dikatakan sebagai indikasi mendekati kemiskinan.
“Indikator kemiskinan itu bisa dilihat dari daya beli menurun. Daya beli kita tidak standar seperti biasa. Dan itu sudah mendekati kemiskinan,” paparnya.
Mahalnya suatu barang sangat bergantung dengan ekonomi seseorang. Kalau tingkat perekonomian seseorang baik, maka harga beras sekali pun Rp 15.000 per kilogram tidak akan mahal. Sebaliknya, kalau kekuatan ekonomi rendah harga beras Rp 8.000 pun akan mahal karena dipicu kondisi perekonomian.
Namun hal paling mendasar, bila terjadi perubahan daya beli yang menurun dari standar kehidupan biasa, indikator menurunnya tingkat perekonomian dapat dipastikan. Fenomena itulah yang ini terjadi di tengah-tengah masayarakat disebabkan pandemi Covid-19.
Penurunan daya beli masyarakat tidak saja bakal berdampak terhadap perekonomian saja. Lebih dari itu, efek domino disebabkan daya beli yang lemah akan berdampak negatif terhadap semua sektor baik industri, pariwisata, transportasi, pendidikan, politik, sosial kemasyarakatan, keamanan dan ketertiban serta lainnya.
“Semua sektor akan terdampak dan terganggu. Stabilitas akan mengalami goncangan bila kondisi seperti sekarang ini terus berlanjut,” urai Safrul.
Bahkan, menurutnya, prediksi Indonesia mengalami resesi ekonomi akan lebih cepat sampai ke titiknya seperti sinyal Menteri Keuangan Sri Mulyani bila grafik daya beli mengalami trend negatif.
Simalakama
Safrul juga menilai, kebijakan perekonomian selama masa pandemi Covid-19 ibarat buah ‘Simalakama’’ yang popular dengan 'Tak dimakan mati ayah, dimakan mati ibu'. Pasalnya penyelamatan dan peningkatan dua sektor antara kesehatan dan perekonomian menjadi pilihan sulit untuk diprioritaskan.
Bila sektor kesehatan diutamakan seperti kebijakan saat ini yang membatasi aktivitas berkumpul untuk menekan penyebaran Covid-19, maka sektor ekonomi terdampak tidak bisa maksimal. Sebaliknya, bila sektor perekonomian dibuka secara lebar dan bebas, sektor kesehatan mengalami ancaman.
“Dua sektor ini menjadi topik bahasan dalam kerangka memutus mata rantai penyebaran Covid-19 dan sisi lainnya memulihkan perekonomian yang menurun,” urai Safrul.
Namun Safrul cenderung kepada prioritas menyelamatkan sektor kesehatan. Pasalnya sektor ini sangat berhubungan dengan nyawa manusia. Penanganan kesehatan yang tidak maksimal dalam menekan penyebaran agar masyarakat tidak terpapar Covid-19 harus lebih diutamakan karena menjadi keputusan tinggi dari aturan yang berlaku.
Namun demikian, mengabaikan dan menganggap sektor pemulihan ekonomi tidak penting juga berdampak fatal. Sebab sektor perekonomian juga mendukung roda kehidupan manusia untuk bisa terus bertahan hidup.
“Kalau sektor ekonomi lemah dan sampai tidak lagi bisa memenuhi kebutuhan hidup termasuk kesehatan, juga akan mengancam kualitas hidup dan nyawa manusia juga,” tuturnya.
Karena itu, penerapan secara disiplin protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah menjadi bagian keseimbangan untuk tetap menjaga kesehatan juga memulihkan sektor perekonomian meski percepatannya akan mengalami pelambatan.
(AK/RZD)