Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, bersama Pangdam I/BB dan Kapolda Sumut dalam rakor penjelasan UU Cipta Kerja secara virtual (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, mengapresiasi tindakan dan upaya Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, dalam menanggapi aspirasi masyarakat yang menolak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker).
Menurutnya apa yang dilakukan Edy Rahmayadi dapat dijadikan contoh bagi kepala daerah lain di Indonesia dalam menerima aspirasi masyarakat.
"Tekanan juga terjadi dari masyarakat pada pimpinan daerah. Saya maklum akan hal ini, dan saya mengapresiasi dengan tindakan yang telah diambil oleh para gubernur untuk menenangkan aspirasi massa di daerah. Seperti Gubernur Sumut yang menyatakan bagaimana akan menolak, sementara draf Undang-Undang Cipta Kerja itu belum ia terima dan pelajari," ucap Tito Karnavian melalui video conference dalam rapat koordinasi pokok-pokok penjelasan UU Cipta Kerja dengan menteri terkait dan para gubernur se-Indonesia, Rabu (14/10).
Tito menyatakan UU Cipta Kerja dibentuk untuk mengatasi permasalahan yang mendasar di Indonesia, terkait dengan pertumbuhan penduduk dan pertambahan lanjut usia.
Lebih dari 240 juta penduduk usia 60 tahun ke bawah dan ada 6,9 juta pengangguran. Hal ini menurutnya merupakan problem besar pemerintah yang harus dimanfaatkan agar lebih produktif.
"Kita harus membuka lapangan kerja di berbagai daerah dengan memanfaatkan peran swasta, membuka iklim usaha baik itu investor dalam negeri dan luar negeri dengan memangkas birokrasi yang berbelit-belit. Saya rasa Undang-Undang ini dapat menguntungkan semua, baik pemerintah dan lainnya," sebut Tito.
"Mengenai aksi yang terjadi kami faham ini karena memiliki pemahaman yang berbeda meski belum memiliki draf asli dari Undang-Undang Cipta Kerja itu sendiri," ungkapnya sembari mengatakan softcopy draf UU Cipta Kerja tersebut akan segera diberikan pada seluruh pimpinan daerah.
Edy Rahmayadi dalam kesempatan itu melaporkan sejak pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang melalui rapat paripurna DPR RI tanggal 5 Oktober 2020, telah terjadi gelombang unjuk rasa penolakan dari kelompok buruh dan mahasiswa di Sumut.
"Dengan kesigapan dan sinergitas aparat keamanan dari TNI dan Polri untuk mengawal proses penyampaian pendapat tersebut, Sumut tetap dalam keadaan kondusif dan terkendali. Dapat dilaporkan bahwa aksi unjuk rasa yang terjadi tidak berdampak pada memburuknya berbagai indikator pembangunan, terutama perkembangan kasus Covid-19 di Sumut," jelas Edy Rahmayadi bersama Pangdam I/BB Mayjen TNI Irwansyah dan Kapolda Sumut Irjen Pol. Martuani Sormin yang mengikuti secara virtual di Pendopo Rumah Dinas Gubernur Sumut Jalan Jenderal Sudirman Nomor 41 Medan.
Dijelaskan Edy, sejak 5 Oktober 2020 hingga sekarang, kasus konfirmasi aktif di Sumut tetap menunjukkan penurunan. Demikian pula recovery rate (angka kesembuhan) yang terus meningkat dengan konsisten.
Menanggapi berbagai perkembangan yang terjadi terkait pengesahan UU Ciptaker, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut telah menyatakan sikap untuk menunggu draf asli UU tersebut dari pihak yang berwenang, untuk kemudian dipelajari bersama agar tidak terjadi kesalapahaman.
"Telah tersebar berita bohong (hoaks) mengenai statement saya terkait pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja di berbagai media. Melalui forum ini, saya sampaikan bahwa itu tidak benar. Saya berharap agar semua elemen tetap bersikap produktif dan tidak merujuk informasi yang salah," katanya.
Mengenai draf UU Omnibus Law Ciptaker yang telah diterima, Edy akan menyosialisasikan dan membahas itu dengan para buruh, tokoh agama, tokoh adat, pakar hukum, mahasiswa, serta dengan tim ahli dari pakar ekonomi, TNI dan Polri, selanjutnya akan diambil kesimpulan untuk usulan ke Pemerintah Pusat.
"Nanti kita kasih waktu, apakah 3 hari atau 5 hari karena ini cukup banyak, 800 halaman lebih. Kalau mereka sanggup 3 hari, tapi kalau tak sanggup saya tak akan paksa. 5 hari oke, habis itu kita duduk kembali di sini, masing-masing elemen ini membahas untuk untung ruginya Undang-Undang ini dihadapkan kepada kesejahteraan rakyat Sumut. Tidak cerita politik, kita cerita tentang sosial budaya. Setelah itu kita presentasikan, referensi kita laporkan ke pusat sebagai saran dan masukan untuk UU," ujarnya.
Sementara Menko Bidang Polhukam, Mahfud MD, dalam arahannya menyampaikan, UU Cipta Kerja dilatarbelakangi dengan lambatnya izin dalam membuka usaha, hingga pada waktu itu Presiden Jokowi berinisiatif mengambil kebijakan dengan tidak menghambat sehingga munculah Omnimbus Law yakni suatu kumpulan UU Cipta Kerja untuk menyelesaikan itu.
"Presiden sudah sejak lama mengampanyekan dalam mempermudah urusan, yakni dengan Omnibus law ini mempersatukan semua urusan dalam satu Undang-Undang. Dan Undang-Undang ini sudah dibahas secara terbuka hingga disinyalir memunculkan naskah-naskah yang beredar hingga mengalami perubahan dan perbaikan sampai sekarang," katanya.
Mahfud menyayangkan banyak sekali hoaks beredar dengan isu UU ini, misalkan PHK yang tidak ada pesangon. Hal ini dibantah oleh Mahfud dan menyatakan bahwa dalam draf UU Ciptaker perusahaan tidak boleh langsung mem-PHK karyawan sebelum ada jaminan yang akan diterima karyawan. Kemudian isu sertifikasi halal yang ditiadakan, ini juga dibantah Mahfud serta lainnya.
"Yang terjadi demo berlangsung anarkis dengan membawa parang dan bom molotov. Saya minta ini jangan terjadi. Saya mengutip dari ucapan Ibnu Taimiyah mengatakan pemerintahan 60 tahun memimpin secara tidak adil, lebih baik dari tindakan anarkis masyarakat yang hanya satu jam," ujarnya.
Dijelaskanya, UU Ciptaker dirancang untuk menciptakan pemerataan pembangunan daerah. Pembangunan di Indonesia masih didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa.
Dengan kemudahan perizinan berusaha di daerah, kemudahan berusaha bagi masyarakat, insentif dan fasilitas bagi UMK dan koperasi, serta dengan menjamin perlindungan kepada pekerja/buruh, diharapkan dapat mendorong penciptaan lapangan kerja dan pemerataan pembangunan daerah.
(JW/EAL)