
Analisadaily.com, Bangkok - Ribuan demonstran turun ke jalanan Kota Bangkok, Kamis (15/10), untuk menentang deklarasi 'darurat serius' yang dikeluarkan pemerintah Thailand.
Selain menentang deklarasi darurat serius, pengunjuk rasa juga menuntut pembebasan para pemimpin gerakan protes yang ditahan selama berbulan-bulan.
Sekitar 2.500 petugas kepolisian diturunkan untuk mengawal aksi unjuk rasa ini. Alhasil, lalu lintas di persimpangan Ratchaprasong menjadi macet dan pusat-pusat perbelanjaan ditutup lebih awal.
Para demonstran meneriakkan berbagai slogan seperti "saya tidak takut", "bebaskan teman-teman kita" dan "antek-antek diktator".
"Kami akan berjuang sampai mati," kata salah seorang pimpinan aksi, Panupong Jadnok, dilansir dari Strait Times, Jumat (16/10).
Wilayah Ratchaprasong terakhir kali diduduki massa pada 2014 lalu. Saat itu pengunjuk rasa memprotes pemerintah yang dipimpin Perdana Menteri Yingluck Shinawatra. Kerusuhan itu berakhir dengan kudeta militer.
Sementara deklarasi keadaan darurat serius yang dikeluarkan pada Kamis (15/10) dini hari, melarang pertemuan publik lima orang atau lebih.
Selain itu, deklarasi ini juga memberi wewenang bagi pejabat keamanan untuk menyensor berita, menahan tersangka dan menggeledah orang tanpa surat perintah.
Bahkan Wakil Perdana Menteri, Prawit Wongsuwan, juga memiliki kewenangan untuk melaksanakan keputusan tersebut.
Deklarasi darurat serius ini dikeluarkan satu hari setelah pengunjuk rasa anti-pemerintah melakukan aksi saat konvoi Ratu Suthida dan Pangeran Dipangkorn Rasmijoti di Bangkok.
Aksi tersebut merupakan rangkaian dari gelombang protes terhadap Raja Maha Vajiralongkorn yang dianggap melakukan pengeluaran dan kekuasaan melebihi statusnya sebagai raja konstitusional.
Sementara para loyalis kerajaan juga tak mau kalah. Mereka berkumpul di jalanan Kota Bangkok dengan pakaian kuning untuk menyambut konvoi raja yang akan mengikuti upacara keagamaan di kuil kerajaan, Rabu (14/10) lalu.