Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, saat memberikan keterangan, Senin (2/11). (Analisadaily/Jafar Wijaya)
Analisadaily.com, Medan - Pernyataan Presiden Perancis, Emmanuel Marcon terus menuai protes dari berbagi negara. Bahkan, produk-produk dari negara "fesyen" itu terus mendapat pemboikotan dari berbagai belahan dunia.
Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, juga mendukung pemboikotan terhadap produk Perancis. Dia mengaku turut marah dengan pernyataan orang nomor satu di Perancis itu yang dinilai telah menghina agama Islam.
“Kalo Presiden Perancis itu tak mau minta maaf, memang perlu diboikot, dipaksa untuk dia minta maaf. Ngapain ngurusin agama orang lain,” kata Edy di rumah dinas Gubernur Sumatera Utara, Jalan Sudirman, Medan, Senin (2/11).
Menurut Edy, umat akan marah jika agamanya diganggu.
“Anda agamanya apa? Saya gangguin anda, anda pasti akan marah. Termasuk saya, saya juga tersinggung tuntunan saya diseperti itu kan, ya saya marah,” tegasnya.
Edy juga menjelaskan betapa mulianya Nabi Muhammad SAW bagi umat Islam.
“Untuk Anda ketahui, Rasulullah bagi Islam, tanpa salawat, satu salat pun dia tidak diterima, karena di situ ada di dalam salat. Terlambat saja dia baca salawat atau lupa baca salawat, tidak sah salatnya. Yang kek gitu diganggu, ya pasti marah lah. Saya karena gubernur saja malu nggak marah ini. Marah juga saya,” pungkasnya.
Sebelumnya, di Kota Medan juga melakukan aksi memprotes pernyataan dari Presiden Prancis Emmanuel Marcon. Di mana, dalam aksi tersebut para pengunjung rasa menginjak foto orang nomor satu di negara Prancis itu.
Untuk diketahui bahwa, pernyataan Macron dinilai telah menghina agama Islam dan mendiskreditkan Muslim dengan mengaitkannya dengan tindakan terorisme. Dia juga menyatakan tidak akan melarang penerbitan kartun Nabi Muhammad SAW, hal yang sangat ditentang umat Islam.
Macron menyampaikan pernyataannya menyusul pembunuhan terhadap Samuel Paty, seorang guru yang menunjukkan kartun Nabi Muhammad SAW, kepada siswanya.
Dia dipenggal remaja Muslim keturunan Chechnya berusia 18 tahun, Abdullah Anzorov, yang kemudian ditembak mati polisi.
(JW/CSP)