Aktivitas salah satu bank syariah di Provinsi Aceh (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Banda Aceh - Jika dalam proses konversi bank konvensional ke sistem syariah di Aceh terjadi ketidaknyamanan nasabah, hal ini perlu dimaklumi karena terkait dengan teknologi.
"Penyesuaian ini tentu membutuhkan waktu agar jangan sampai ada kesalahan di kemudian hari saat beroperasinya bank-bank tersebut setelah selesainya konversi ke syariah," kata Pakar Ekonomi Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Dr. Zaki Fuad Chalil, MA, terkait isu ketidaknyamanan nasabah dalam proses konversi bank ke sistem syariah di Aceh, Minggu (15/11).
Zaki Fuad yang juga Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Ar-Raniry mengatakan, semua pihak harus menghargai proses yang sedang berlangsung.
Dia mengumpamakan, ibarat bayi yang baru lahir, untuk menjadi seorang yang dewasa maka butuh waktu. Butuh waktu puluhan tahun menjadi "orang", karena selama ini dia baru menjadi manusia.
Zaki Fuad menjelaskan, selaku akademisi yang rasional, ia berbangga dengan apa yang sedang dilakoni oleh lembaga keuangan konvensional nasional di yang bersedia menyesuaikan diri dengan regulasi syariah di Aceh.
Apalagi, sebutnya, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dewan Syariah Nasional (DSN) sebagai trilogi lembaga yang paling bertanggungjawab untuk masalah ini sangat merestui proses ini karena mereka paham ini berkaitan dengan Lex Spesialis Provinsi Aceh.
"Oleh sebab itu, kita bangga karena mereka lembaga keuangan nasional taat dan bersegera menindaklanjuti perintah Qanun di Aceh, yaitu Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah. Itu sangat bagus. Padahal masih tersisa waktu satu tahun lebih. Akan tetapi mereka mempercepat proses adaptasi ini untuk nasabahnya," terang Zaki.
Artinya, tambah Zaki, kalau ada yang ingin komplain mereka, maka sebaiknya komplain dilakukan setelah 4 Januari 2022 nanti, yang merupakan batas akhir pemberlakuan ketaatan kepada Qanun LKS ini.
Zaki Fuad menyebutkan, beberapa bank nasional itu adalah bank besar yang nasabahnya jutaan orang di Aceh. Sedangkan proses peralihan aset sudah tuntas mereka lakukan.
"Saya pernah bertanya ke Kepala BRISyariah yang baru saat beliau sowan ke FEBI setelah pelantikannya. Saat itu, saat memberi kuliah umum di FEBI beliau mengatakan, proses peralihan ini sudah mencapai 95 persen. Jadi kenapa ada pihak-pihak yang seolah-olah "irrasional" menilai pekerjaan orang atau suatu lembaganya," sebut Zaki yang menulis buku berjudul, Pemerataan Distribusi Kekayaan Dalam Ekonomi Islam.
Zaki melanjutkan, kita dapat membaca dari tagline BRI misalnya melayani seluruh rakyat Indonesia. Mereka punya kantor pusat di ibukota sampai ke desa-desa mereka punya kantor cabang atau BRI link yang dapat melayani nasabah sambil istirahat membajak di sawah sekalipun.
Oleh sebab itu, menurut Zaki, sebagai masyarakat di Provinsi Aceh yang menjalankan syariat islam mesti menghargai proses yang sedang berjalan dimana ini merupakan sebuah sunnatullah yang berlaku di alam ini.
"Mari kita bersinergi sama-sama mencari keridhaan Allah dimana kepada-Nya lah kita kembali. Tidak perlu harus saling memfitnah dan memusuhi. Kita bukan makhluk sempurna. Maka hendaknya jangan sampai ada pihak-pihak yang memecah belah kita dalam proses pelaksanaan syariat Islam di Aceh," pungkas Zaki.
(MHD/EAL)