Kader KAHMI Maghaga Perangin-angin dengan Saleh Partaonan Daulay. (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Salah satu kader Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Komisariat FIB USU, Maghaga Perangin-angin mengapresiasi kiprah politisi Saleh Partaonan Daulay (SPD) di level nasional.
Menurutnya, Saleh Daulay konsisten memperjuangkan nasib rakyat, khususnya di masa pandemi.
"Saya mengikuti pandangan-pandangan Bang Saleh di media atau di debat terbuka ILC. Pandangannya sangat membuka cakrawala berpikir kita," ujarnya kepada
Analisadaily.com, Kamis (19/11).
Maghaga berharap, alumni FIB USU Program Studi Sastra Arab itu konsisten mengkritik pemerintah agar kebijakan-kebijakan yang dihasilkan berpihak pada rakyat.
"Salah satu pandangannya yang paling penting saat ini adalah soal vaksinasi. Saya setuju bahwa soal vaksin jangan terburu-terburu. Pemerintah juga harus terbuka soal vaksinisasi Covid-19," tegas alumni Program Studi Perpustakaan FIB USU ini.
Pandangan Saleh Daulay,menurutnya, sangat membuka pandangan kritis terhadap kebijakan pemerintah menghadapi Covid-19.
"Apa yang disampaikan Bang Saleh ada benarnya. Niat pemerintah memang baik, tapi akan lebih baik bila keputusan tidak diambil dengan terburu-buru, sebab dikhawatirkan masyarakat yang menjadi dirugikan," ujar putra asli Kabanjahe ini.
Jangan Terburu-buru
Sebelumnya Saleh Partaonan Daulay dalam rilis yang diterima Analisadaily.com mengatakan, pemerintah diminta untuk mendengar dan memperhatikan masukan dan saran dari beberapa organisasi profesi kedokteran terkait dengan rencana pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Indonesia bulan Desember ini.
Organisasi-organisasi tersebut telah menyampaikan secara terbuka agar pemerintah tidak terburu-buru melaksanakan vaksinasi massal kepada masyarakat. Mereka menginginkan adanya jaminan keamanan, imunogenitas, dan efektivitas vaksin sehingga mampu memberikan rasa aman di tengah masyarakat.
"Saya sangat setuju dengan saran, masukan, dan pertimbangan organisasi-organisasi profesi ini. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (Papdi), Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentu tidak sembarangan memberikan pendapat. Tentu mereka sudah mengkaji dari berbagai aspek. Karena itu, sangat perlu didengar dan ditindaklanjuti," ujar Plh. Ketua Fraksi PAN DPR RI tersebut.
Ia menjelaskan, pemerintah juga diminta untuk mengikuti perkembangan pengadaan vaksin Covid-19 di negara lain. Di Brazil, misalnya, mereka dikabarkan telah menghentikan uji klinis tahap ketiga vaksin Coronavac hasil kerja sama dengan Sinovac Biotech.
Disebutkan, alasan penghentiannya dikarenakan adanya "insiden merugikan" yang melibatkan sukarelawan vaksin. Insiden merugikan itu antara lain dapat menyebabkan kematian, efek samping yang berpotensi fatal, cacat serius, rawat inap, cacat lahir dan "peristiwa signifikan secara klinis" lainnya.
"Ini penting dicermati. Informasi lebih dalam terkait hal ini harus digali. Apalagi, perusahaan yang bekerjasama dengan Brazil sama dengan yang bekerjasama dengan Indonesia," tegasnya.
"Kalau melihat alasan penghentian uji klinis di Brasil sangat serius. Walau di Indonesia belum ditemukan kendala, namun studi komparatif perlu dilakukan. Jangan sampai, di negara lain belum jalan, di Indonesia malah dilaksanakan," imbuhnya.
"Kalau betul pemerintah menjadwalkan vaksinasi di bulan Desember, berarti waktu yang tersedia tidak banyak. Apakah waktu sesingkat ini cukup untuk melakukan kajian dan pendalaman? Saya tidak tahu. Kita kembalikan sepenuhnya kepada pemerintah. Tetapi ada satu pesan yang harus diingat, keamanan dan keselamatan warga negara harus di atas segalanya," tegas wakil rakyat dari Dapil Sumut II ini.
(BR)