Gubernur Nova luncurkan cerutu Gayo (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Takengon - Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, meluncurkan produk Cerutu Gayo ke pasaran di Galeri Kopi Indonesia Kampung Kung, Kecamatan Pegasing, Aceh Tengah.
Peluncuran perdana cerutu dengan merek dagang Gayo Mountain Cigar (GMC) itu, ditandai dengan penempelan pita cukai dan pelabelan tanda merek produk.
Turut hadir Kakanwil Bea Cukai Aceh, Safuadi, Bupati Aceh Tengah, Shabela Abubakar, Staf Ahli Menteri Perdagangan, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh Ir. Mohd Tanwir, serta sejumlah undangan lainnya.
Gubernur Aceh Nova Iriansyah berjanji akan berupaya mewujudkan harapan para petani tembakau di daerah ini, baik melalui program perbaikan budidaya tanam maupun pengolahannya.
Disebutkannya, dia juga akan bersama pemerintah daerah untuk ikut memanifestasikan bangkitnya kembali kejayaan tembakau Gayo dan tumbuhnya industri tembakau di daerah ini.
“Tidak ada alasan untuk tidak mendukung pengembangan tembakau Gayo ini. Karena alam Gayo selain kaya dengan kopi, juga megah dengan tembakau dan pinus merkusi,” ungkap Nova.
“Harapan kita, disamping Kopi Arabika Gayo, ada Cerutu Gayo yang berorientasi ekspor,” terangnya.
Kakanwil Bea Cukai Aceh, Safuadi menyatakan mendukung usaha cerutu dengan menerbitkan pita cukai. "Melihat potensinya, kita bisa kalah ceriti Kuba," tukas Safwadi.
Ia mendorong agar cerutu Gayo menjadi komoditi ekspor yang ia yakin akan mendapat perhatian besar penikmat cerutu. "Kita mau ekspor semuanya," terang Safwadi.
Ia menyebutkan, hasil cukai tembakau juga akan kembali ke daerah dalam bentuk bagi hasil.
"Sangat besar bagi hasilnya," sebut Kakanwil Bea Cukai.
Bupati Aceh Tengah Shabela Abubakar, dalam sambutannya menyampaikan, peluncuran produk Cerutu Gayo ini merupakan industri cerutu yang pertama dari daerah ini yang secara legal beredar di pasaran.
“Kehadiran produk ini, boleh jadi menjadi cikal bakal lahirnya industri tembakau lainnya di daerah ini, mengingat semakin maraknya permintaan tembakau Gayo belakangan ini,” sebut Shabela.
Dia menceritakan, secara tradisional tembakau Gayo cukup dikenal karena aroma dan citarasanya bahkan pernah mengalami masa keemasan pada tahun 80-an. Namun kemudian meredup seiring dengan melonjaknya permintaan kopi di era itu.
“Dulu di tahun 1970 sampai 1980-an, di Tanah Gayo ini terkenal toke bako (tembakau). Pada masa itu hampir tidak pernah kita kenal toke kopi,” ceritanya.
“Kini masa itu sepertinya akan bangkit kembali, seiring dengan maraknya permintaan tembakau Gayo beberapa waktu belakangan ini,” tambah Shabela.
Dilanjutkan Shabela, meskipun geliat budidaya, produksi dan industri pengolahan tembakau menunjukan tren positif, masih banyak kendala yang dihadapi pelaku usaha tanaman tembakau mulai dari hulu ke hilir.
“Produktivitas tanaman tembakau mulai dari hulu hingga ke hilir perlu mendapat sentuhan ekstra dari banyak pihak, agar memberikan manfaat ganda bagi pelaku untuk menjalankan usahanya secara serius,” tuturnya.
Bupati Shabela Abubakar menyebutkan tembakau Gayo punya keistimewaan manfaat, antara lain bagus untuk diabetes, mengurangi pencandu narkoba, untuk obat sinus.
“Kalau dulu tembakau malah sebagai bikin orang kebal,” ujar Bupati Shabela.
Terkait dengan launching yang dilakukan tersebut, Bupati Shabela mengharapkan dukungan dan partisipasi dari instansi terkait untuk pengembangannya.
Dia berharap, adanya bantuan peralatan yang lebih mumpuni untuk mendukung produksi cerutu Gayo ini agar berkualitas dan elegan bagi penikmatnya.
“Saya bukan perokok, tapi saya tahu cerutu yang berkualitas itu bagaimana. Untuk menghasilkan cerutu yang lebih halus dan elegan, selain bahan baku tembakau juga dipengaruhi oleh peralatan dan cara produksinya,” pungkasnya.
Direktur GMC, Salmy mengaku bahagia usaha yang dirintisnya sejak beberapa tahun silam berhasil mendapat dukungan besar dari pemerintah.
“Usaha ini kami rintis mengandalkan potensi tembakau Gayo atau bako Gayo. Kopi dan tembakau adalah hasil alam Gayo yang berlimpah selain kopi dan pinus mercusi,” kata Salmy.
Cerutu yang diolah sendiri oleh Salmy, tidak akan berkembang dan memberi manfaat besar kepada masyarakat apabila usaha ini berhenti sampai tahap seremoni.
“Kami sangat membutuhkan bantuan, dukungan dan fasilitas berkelanjutan sehingga usaha kecil ini bisa berkembang,” harap Salmy.
Ia mengatakan bahan baku tembakau ia beli dari petani dengan harga 70 ribu per kg.
Ia optimis cerutu Gayo akan bisa menyamai cerutu Kuba karena tembakau Gayo punya cita rasa dan aroma sangat khas.
“Kuba terkenal antara lain dengan cerutu. Kelak Gayo juga akan dikenal dengan cerutunya selain kopi yang sudah lebih awal dikenal dunia,” sebut Salmy.
(MHD/RZD)