Beberapa pengunjung berada di depan singgasana Kesultanan saat sedang mendengarkan pemandu menjelaskan sejarah Istana Maimoon. (Analisadaily/Christison Sondang Pane)
Analisadaily.com, Medan - Pecinta cagar budaya, para pelancong dan terutama masyarakat Kota Medan tentu sudah sangat mengenal Istana peninggalan Sultan Deli, yaitu Istana Maimoon. Ikon bersejarah di tengah Kota Medan ini punya daya tarik yang kuat, sehingga setiap wisatawan lokal, nasional, hingga internasional selalu menjadikannya sebagai tempat tujuan utama berwisata.
Sejak berdiri 26 Agustus 1888 silam, Istana Maimoon banyak mengalami perkembangan dan perubahan, termasuk di antara mengenai perawatan bangunan, manajemen kehadiran pengunjung hingga fungsinya.
Pengelola Istana Maimoon, Tengku Mohar Syah, mengaku bersyukur karena peninggalkan Almarhum Sultan Deli ke IX, Sultan Makmun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah, hingga sekarang masih berdiri kokoh, terawat dan terjaga dengan baik setiap waktunya.
“Alhamdulilah istana ini masih terjaga, terawat dan lebih baik. Bangunan ini milik Sultan Deli beserta keluarga besarnya, Almarhum Sultan Deli ke IX, Sultan Makmun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah,” kata Tengku Mohar saat ditemui di Istana Maimoon, Sabtu (6/12).
Dia lanjut menceritakan, kini Istana ini menjadi salah satu ikon Kota Medan dan dalam perjalanannya dari masa ke masa, ada empat fungsinya di tengah-tengah masyarakat, keluarga, NKRI maupun pemerintahan.
“Pertama, menjadi tempat pelaksanaan acara-acara resmi Sultan Deli, seperti menerima tamu, melaksanakan upacara adat, penabalan Sultan Deli dan Darjah pemberian gelar kepada Presiden RI ketujuh, Joko Widodo pada 2018,” tutur Tengku Mohar.
“Kedua, bangunan istana maimun sudah masuk sebagai cagar budaya tingkat nasional, sesuai keputusan menteri tahun 2010 dan perda tahun 2012. Ini menjadi bahagian sinergi antara keluarga sultan Deli dengan pemerintah untuk merawat dan menjaganya,” sambungnya.
Selain itu, Tengku Mohar juga menjelaskan lebih dalam, bahwa Istana Maimoon juga sebagai destinasi wisata, yang menjadi wadah untuk mengenang peristiwa-peristiwa masa lalu dan tempat menyaksikan acara-acara Kesultanan. Kemudian menjadi sarana edukasi bagi dunia pendidikan, yang beberapa tahun terakhir digunakan sekolah-sekolah untuk pembelajaran kearifan lokal dan sejarah.
“Ketiga, sebagai objek wisata, khususnya wisata budaya, yang ramai dikunjungi wisatawan lokal, nusantara, dan juga mancanegara, seperti Malaysia, Singapura dan Eropa. Sebagai desitinasi wisata budaya, Istana maimun terbuka untuk umum pada tahun 1980-an,” ujarnya.
Namun saat itu, kata Mohar, hanya sebagai momen kenangan, misalnya datang dari Belanda mengenang sebuah peristiwa, atau dari lokal untuk melihat kegiatan-kegiatan yang ada di istana.
“Fungsi keempat, sarana edukasi bagi dunia pendidikan, baik itu anak TK, SD, SMP maupun SMA, serta tempat untuk penelitian akademisi, mulai strata satu sampai professor,” paparnya,
Beberapa tahun terakhir ini, Istana Maimoon selalu dikunjungi anak-anak sekolah, yang diprogramkan sekolah-sekolahnya dengan pembelajaran kearifan lokal atau ekstrakurikuler.
“Dari fungsi terkahir ini memang banyak yang dapat digali, baik dari sisi teknik bangunannya, arsitekturnya, sejarahnya, tatanan pemerintahan Sultan Delinya, Kolosal dan lain sebagainya,” ucap Tengku Mohar.
Pelestarian
Sekarang, cagar budaya ini sudah berusia 132 tahun, dan mempertahankan nilai-nilai, tradisi budaya, sejarahnya tentu menjadi tugas penting dari para penerus Kesultanan Deli. Sehingga, beragam upaya terus dilakukan agar selalu dikenal masyarakat luas atau lintas generasi.
Seiring perkembangan, objek wisata ini dikelola Yayasan Sultan Makmun Rasyid, yang diambil dari nama orang yang membangung gedung tersebut. Lembaga inilah yang mengelola, merawat dan melestarikan, dengan kegiatan-kegiatan pelestarian.
Masih kata Tengku Mohar, pelestarian dilakukan dengan berbagai acara untuk menyambut dan mengedukasi para tamu-tamu yang berkunjung, seperti pemutaran music live Melayu. Pada jam-jam wisatawan bisa menyaksikannya dan sifatnya interaktif.
“Pada saat itu, pengunjung diajak untuk mendendangkan lagu-lagu Melayu, menari, meronggeng. Jadi sifatnya menghibur dan interaktif,” kata Tengku Mohar.
Selanjutnya, ia menceritakan, bentuk pelestarian lainnya mengenai pengenalan baju-baju adat Melayu, termasuk kainnya. Kata dia, pengunjung bisa memakainya, baik anak-anak maupun dewasa.
Tidak itu saja, pelestarian budaya juga dilakukan melalui jenis makanan atau kuliner-kuliner khas Melayu. Pemberian atau penyajian makanan ini kepada tamu dilakukan setiap hari Jumat dan tidak dipungut biaya, alias gratis.
“Kita berikan secara gratis kepada pengunjung. Kemudian kita menyediakan arena berkuda untuk quality time bersama keluarga. Karena, di Istana juga ada banyak kenangan-kenangan berkuda pada masa lalu dan masih banyak model interaktif lainnya,” ujar Tengku Mohar.
Di samping itu, Tengku Mohar mengatakan, Istana juga menyediakan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pelestarian kebudayaan Melayu, di antaranya, melatih tari, membuat kain tenun.
“Sebagai objek wisata, seperti yang sebutkan tadi, di Istana ini juga dilengkapi dengan sejarah, bagaimana kedudukan Sultan Deli dengan Istana Maimoon. Artinya, dalam story telling ada khusus pemandu-pemandu istana, yang menceritakan sejarah istana, kebesaran Kesultanan Deli pada masanya maupun sejarah tentang Datuk Meriam Puntung,” bebernya.
Pada kesempatan itu, Tengku Mohar merincikan beberapa barang-barang peninggalan Kesultanan, namun ada yang asli, termasuk keris yang pernah di pakai Sultan Deli XI. Ada juga jenis-jenis alat musik, gendang, akordian, biola, kombinasi Eropa dan tradisional. Selain itu, ada lagi alat rumah tangga, secam keramik, gelas, piring, tempat saos, nasi, dan singgasana Sultan Deli.
Kunjungan Wisatawan
Situs peninggalan sejarah tentu tidak pernah terpisah dari kehadiran wisatawan. Sebagai salah satu ikon terkenal di Indonesia, Istana ini juga selalu didatangi turis-turis lokal dan internasional. Akan tetapi, sejak pandemi Covid-19 yang melanda pada Maret 2020, Istana ini sempat ditutup selama tiga bulan, karena menghindari penyebaran virus berbahaya itu.
Sehingga, mulai saat itu sampai sekarang, kedatangan tamu menurun. Sebelum pandemi, pengunjung selalu memadati Istana Maimoon, yang kehadirannya mencapai 800 hingga 1000-an orang.
“Wisatawan lokal berpengaruh pada dampak ekonomi, psikologi agar tidak terjadi kluster di Kota Medan. Wisatawan dari luar negeri belum bisa masuk dan itu berdampak pada travel dan penerbangan. Ini juga berdampak pada Istana Maimoon,” kata dia.
“Sekarang, kalau sepinya hanya ada 200 orang, tapi sebelumnya sampai 800-an orang. Turunnya itu sampai 80 persen. Biasanya, saat weeknd wisatawan itu datang hingga 1.500-an orang mulai pagi sampai sore,” tambah Tengku Mohar.
Roihan Fakhrudiansyah, salah satu pengunjung menyampaikan, ada banyak yang menarik untuk dilihat di Istana Maimoon, seperti kursi-kursi megahnya. Apalagi kan, lanjutnya, tempati ini sangat bersejarah bagi Kota Medan sendiri.
“Saya melihat ada banyak yang menarik, seperti kursi-kursi megahnya. Kita tahu sendiri, tempat ini sangat bersejarah bagi Kota Medan khususnya. Apalagi, di dalam Istana Maimoon ini ada sebuah singgasana, tempat Kesultanan,” kata Roihan saat ditemui sedang swafoto di bagian dalam Istana Maimoon.
Jadi, para wisatawan akan mendapatkan banyak pengetahuan ketika memilih mengunjungi ikon Kota Medan ini. Selain wahana berlibur dan hiburan bersama sanak family, juga memperoleh ilmu-ilmu penting lainnya, seperti nilai kebudayaan dan sejarah.
(CSP)