Ketum Komnas PA Arist Merdeka Sirait menjadi narasumber kegiatan “Beringin Sekolah Bermutu” (Analisadaily/Amirul Khair)
Analisadadaily.com, Beringin - Konsep pendidikan tidak boleh hanya bertumpu dalam upaya meningkatkan kecerdasan intelektual semata dengan mengabaikan kecerdasan emosional dan spiritual anak.
Semuanya harus sinergis dan fondasi penting untuk itu, konsep pendidikan di lingkungan sekolah harus mampu menciptakan suasana bahagia di hati anak ketika belajar di sekolah.
Hal itu dikatakan Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait ketika menjadi narasumber dalam sosialisasi “Beringin Sekolah Bermutu” (Bersatu) di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 106183, Desa Karanganyar, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang, Rabu, (9/12).
Konsep pendidikan yang harus diterapkan harus berbasis kepada ramah anak. Sekolah yang ramah anak, salah satunya indikatornya adalah mampu menciptakan situasi dan lingkungan sekolah yang membuat anak bahagia dalam belajar.
“Sekolah ramah anak itu salah satu indikatornya, anak harus merasa bahagia belajar di sekolah. Tidak ada rasa takut, terintimidasi meski pun ia, mungkin terlambat datang ke sekolah,” ungkap Arist.
Dalam perspektif perlindungan anak, kewajiban orang tua dalam keluarga termasuk lingkungan sekolah, harus memberikan hak anak dalam pendidikan yang menyenangkan. Anak tidak boleh belajar dalam situasi tertekan yang bila dilakukan, termasuk bentuk pelanggaran dan kekerasa terhadap anak.
Seorang anak ketika akan belajar, orang tua harus mampu menciptakan rasa bahagia anak ketika akan berangkat ke sekolah. Ketika di sekolah, lingkungan sekolah terutama guru, harus pula menunjukkan sikap dan perlakuan ramah terhadap mereka.
Sekali pun mungkin, seorang anak datang tertlambat ke sekolah, lingkungan sekolah tidak boleh menciptakan rasa takut kepada mereka untuk belajar. Kalau seorang anak sudah takut ketika akan masuk ke lingkungan sekolah, maka hatinya tidak akan bahagia.
“Kalau sudah begitu, anak tentu tidak akan bisa belajar dengan baik, karena sebelum belajar sudah ditanamkan rasa takut terlebih dulu,” terangnya.
Peduli Anak
Situasi kekerasan terhadap anak di Indonesia saat ini ternag Arist, sangat memilukan. Pasalnya, pelanggaran hak-hak dasar anak dengan tindak kekerasan terhadap anak sudah berada di level abnormal (tidak normal) yang akan mengancam masa depan mereka termasuk wajah negeri ini.
Bentuk kekerasan terhadap anak bukan lagi sekadar darurat yang bersifat situasional, tapi sudah abnormal yang tidak lagi wajar akibat perlakuan dari orang dewasa termasuk orang tua dalam keluarga.
Arist mencontohkan, seorang ayah kandung secara berulang-ulang melakukan rudakpaksa terhadap putri kandungnya sendiri selama 8 tahun. Kejahatan ini termasuk kategori abnormal yang kini menjadi fenomena kekerasan anak di Indonesia.
Kasus lain, seorang ibu kandung menghukum anaknya dengan mengikatnya di pohon lalu disiram dengan air keras dan dibakar sehingga meninggal dunia, juga merupakan peristiwa yang abnormal dan banyak terjadi dengan kasus sejenis di Indonesia.
“Saya ingin bertanya kepada bapak-bapak dan ibu-ibu, kasus ini normal atau abnormal? ” ucap Arist dengan nada tanya.
Karena itu, Arist Merdeka Siriat mengajak seluruh guru, kepala sekolah dan orang tua serta masyarakat untuk peduli dan memberikan perlindungan terhadap anak dari segala bentuk kekerasan yang kini semakin mengerikan karena kategorinya sudah di level abnormal.
(AK/CSP)