Pemberdayaan Jejaring Menuju Eliminasi TBC

Pemberdayaan Jejaring Menuju Eliminasi TBC
Acara Kick Off MANDIRI-TB yang berlangsung secara daring. (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Jakarta - Dalam rangka mendukung pencapaian Strategi Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia, Yayasan KNCV Indonesia (YKI) melalui dukungan USAID akan mengimplementasikan program Mobilisasi Jejaring untuk Kemandirian Melawan TBC (MANDIRI-TB).

Program ini bertujuan memperkuat kapasitas organisasi masyarakat sipil dan organisasi pasien dalam melakukan advokasi sehingga kegiatan pendampingan pasien TBC Resistan Obat yang dilakukan oleh komunitas dapat dilakukan secara mandiri, baik oleh pendanaan dari pemerintah (APBD) maupun swasta (CSR dan filantropi).

Program ini akan dilaksanakan di empat kota besar di Indonesia, diantaranya Kota Medan, Jakarta Utara, Surabaya dan Makasar.

Selain itu, juga memperkuat kapasitas anggota organisasi masyarakat sipil dan organisasi pasien dalam melakukan konseling perubahan perilaku dalam proses pendampingan pasien TBC RO yang diharapkan dapat berkontribusi dalam mewujudkan pelayanan TB yang berkualitas dan berpusat pada pasien.

Direktur Yayasan KNCV Indonesia, Jhon Sugiharto mengatakan, dalam implementasinya, proyek ini akan melakukan dua strategi, yaitu melalui pendekatan multisektoral untuk meningkatkan komitmen pemda dan sektor swasta terkait anggaran kegiatan TBC dan meningkatkan akses layanan TBC RO yang berkualitas dan berpusat pada komunitas.

“Proyek ini nantinya turut berkontribusi dalam perjalanan menuju kemandirian program penanggulangan TBC melalui pemberdayaan jejaring pemangku kepentingan menuju eliminasi TBC di Indonesia,” kata Jhon dalam siaran persnya, Senin (11/1).

Kata dia, pemangku kepentingan itu, termasuk pemerintah daerah, penyedia layanan kesehatan, organisasi masyarakat, serta sektor swasta. Komunitas sebagai sektor kunci juga menjadi mitra strategis dalam pelaksanaannya.

MANDIRI-TB akan diimplementasikan hingga September 2022. Proyek ini menargetkan 100 persen pasien TBC RO di wilayah intervensi dapat memulai pengobatan dan lebih 80 persen pasien TBC RO di wilayah intervensi dapat menyelesaikan pengobatan.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, eliminasi TBC menjadi tanggung jawab semua pihak, bahkan lintas sektor di luar sektor kesehatan serta komunitas.

“Peran komunitas sangat penting, bahkan hal ini sejalan dengan strategi penanggulangan TBC Nasional 2020-2024, pelibatan komunitas penting dilakukan terutama dalam mendukung upaya diagnosis dan pengobatan untuk mencapai peningkatan angka keberhasilan pengobatan,” ujar dr. Siti membuka acara Kick Off MANDIRI-TB, Kamis (7/1) pekan lalu.

Ia berharap program Mandiri TB dapat berkontribusi dalam peningkatan akses pendanaan kegiatan dukungan pasien TBC RO baik yang bersumber dari pemerintah lokal maupun dari korporat melalui mekanisme Corporate Social Responsibility (CSR).

Selain itu, juga berperan memfasilitasi organisasi masyarakat lokal dan organisasi pasien sebagai mitra implementasi untuk memberikan dukungan psikososial yang berkualitas dan sesuai kebutuhan pasien TBC RO.

Kemudian dapat memberikan pengawasan dan pemantauan secara berkelanjutan untuk alokasi pendanaan dari pemerintah lokal dan mempertahankan dukungan dan keikutsertaan sektor koorporasi melalui mekanisme CSR.

Lalu, sebagai mitra implementasi untuk memastikan akses layanan diagnostik TBC, pengobatan TBC, dan dukungan psikososial yang berkualitas bagi pasien TBC RO.

Berdasarkan laporan badan kesehatan dunia (WHO) tahun 2020, Indonesia merupakan negara dengan beban tuberkulosis (TBC) teringgi kedua setelah India dengan estimasi kasus 845,000 di tahun 2019.

Untuk kasus TBC Resistan Obat (TBC RO), Indonesia merupakan 1 dari 10 negara yang berkontribusi terhadap 77 persen kesenjangan secara global untuk estimasi kasus TBC RO dengan estimasi kasus sebanyak 24,000.

Dari 24,000 kasus ini, hanya 11,463 (48 persen) yang terkonfirmasi sebagai kasus TBC RO dan hanya 48 persen pasien TBC RO yang memulai pengobatan TBC lini kedua.

Selain rendahnya cakupan angka pasien TBC RO yang mulai pengobatan, cakupan angka keberhasilan pengobatan TB RO juga masih rendah, yaitu dengan 45 persen (2.997) pasien TB RO yang mulai pengobatan TB lini kedua di tahun 2017 berhasil menyelesaikan pengobatan atau dinyatakan sembuh.

Rendahnya cakupan angka pasien TBC RO yang mulai pengobatan dan capaian angka keberhasilan pengobatan TBC RO, berpotensi untuk meningkatkan penularan TBC RO, menimbulkan resistansi pengobatan yang lebih kompleks dan meningkatkan angka kematian.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi