Ketua Dewan Perwakilan Amerika Serikat, Nancy Pelosi (Reuters)
Analisadaily.com, Washington - Donald Trump kembali dimakzulkan oleh anggota dewan sebagai buntut dari kerusuhan di Gedung Capitol pada Rabu (6/1) lalu.
Ini merupakan yang kedua pemakzulan terhadap Trump dilakukan. Bahkan 10 orang anggota dewan dari Partai Republik turut menyetujui pemakzulan tersebut.
Selain itu, Donald Trump merupakan Presiden Amerika Serikat pertama dalam sejarah yang pernah dua kali dimakzulkan.
Pemungutan suara di dewan yang didominasi Partai Demokrat mengeluarkan hasil 232-197.
"Presiden Amerika Serikat telah menyulut huru-hara ini, (menyulut) pemberontakan bersenjata melawan negara kita ini," kata Ketua Dewan Perwakilan Amerika Serikat, Nancy Pelosi, dilansir dari
Antara, Kamis (14/1).
"Ia harus pergi. Ia merupakan bahaya yang jelas dan (ada) saat ini bagi bangsa yang kita semua cintai," ujar Pelosi.
Dalam upacara yang dilakukan setelahnya, Pelosi menandatangani keputusan pemakzulan untuk dikirimkan kepada senat.
Sepuluh orang anggota dewan dari Partai Republik --partainya Donald Trump, turut memberikan suara setuju atas pemakzulan itu, antara lain Liz Cheney dan Jaime Herrera Beutler
"Saya tidak memihak pada kubu, saya memihak kebenaran," kata Jaime Herrera Beutler dalam pernyataan dukungannya untuk pemakzulan yang disambut tepuk tangan para anggota dari Partai Demokrat.
"Ini adalah satu-satunya jalan untuk mengalahkan ketakutan," ujarnya.
Di luar prosedur standar, para pimpinan Partai Republik di dewan perwakilan tak meminta para anggota partai untuk memberi suara tidak setuju atas pemakzulan itu, dan menyebut bahwa pemberian suara mereka merupakan hati nurani masing-masing.
Walaupun demikian, tampaknya pemakzulan tersebut tidak akan mengarah padavpengusiran Trump dari jabatannya sebelum masa pemerintahannya berakhir secara resmi 20 Januari mendatang.
Pemimpin Mayoritas Partai Republik di Senat, Mitch McConnell, menolak seruan Partai Demokrat untuk menjalankan sidang pemakzulan cepat, dengan menyebut bahwa tidak mungkin membuat kesimpulan sebelum Trump mengakhiri jabatan.
Namun jika Trump telah meninggalkan Gedung Putih, keputusan senat dapat mengarah pada pemungutan suara agar ia dilarang mencalonkan diri lagi.
Tak ada satupun Presiden AS yang berhasil diusir dari jabatan mereka melalui pemakzulan. Tiga presiden, yakni Trump--proses pertama di tahun 2019, Bill Clinton pada 1998, dan Andrew Johnson pada 1868, mendapat pemakzulan dari dewan perwakilan, namun dibebaskan oleh senat.
Di bawah Konstitusi AS, pemakzulan yang diusulkan dewan perwakilan akan dilanjutkan dengan sidang di senat. Sebanyak dua pertiga mayoritas diperlukan untuk menyingkirkan Trump dari kursinya, yang berarti harus ada sedikitnya 17 anggota Partai Republik dari total 100 anggota di senat yang setuju.
Keputusan pemakzulan Trump yang disetujui Dewan Perwakilan AS dengan alasan "menyulut pemberontakan" itu berfokus pada pidato hasutan yang Trump sampaikan kepada ribuan pendukungnya sebelum mereka menyerbu Gedung Capitol, Rabu (6/1).
Penyerbuan disertai kerusuhan itu mengganggu jalannya proses pengesahan formal oleh kongres atas kemenangan Joe Biden dalam pemilu 3 November 2020. Akibatnya anggota kongres harus menyelamatkan diri dan mengakibatkan lima orang tewas, termasuk satu petugas kepolisian.
(EAL)