Pengacara: Diduga BAP Terdakwa Direkayasa Penyidik

Pengacara: Diduga BAP Terdakwa Direkayasa Penyidik
Salah satu pegawai BPN Asahan di hadapan Majelis Hakim menyaksikan bukti yang ditunjukkan pengacara Terdakwa di sidang PN Kisaran, Kamis (21/1) (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Kisaran - Lanjutan sidang dugaan pemalsuan surat tanah di Dusun Sono, Desa Lalang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara dengan terdakwa Sulaiman I digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kisaran.

Sidang dengan agenda meminta keterangan saksi korban atas nama Tekardjo Angkasa lewat video konferensi yang berada di luar negeri, dan 2 pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Asahan.

Sidang tersebut dipimpin langsung Ketua PN Kisaran, Ulina Marbun, beranggotakan Miduk Sinaga, Nelly Rakhmasuri Lubis, serta Panitera Pengganti, Buyung Hardi Lubis, serta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Batubara, Denny Sembiring.

Dalam persidangan lanjutan pemeriksaan saksi tersebut, pengacara terdakwa, Tekat Kawi, menilai keterangan saksi korban Tekardjo Angkasa tidak sesuai dengan Berita Acara Perkara (BAP). Pasalnya ada BAP saksi korban di penyidik Polda Sumut yang dibuat ketika saksi korban bernama Tekardjo Angkasa berada di Singapura.

"BAP pertama dibuat pada tanggal 1 November 2019. Posisi saksi korban pada saat itu berada di Singapura, karena saksi pulang ke Indonesia pada tanggal 4 November 2019. BAP kedua tanggal 8 September 2020, sedangkan Tekardjo Angkasa sejak bulan maret 2020 sampai sekarang tidak berada di Indonesia. Jadi, saya menilai BAP tersebut diduga direkayasa, artinya siapa yang buat? Sementara di dalam BAP tersebut Tekardjo Angkasa hadir di Polda Sumut. Apakah pemeriksaan pada saat di Polda Sumut melalui zoom, kita tidak tahu," ujar Tekat Kawi saat dikonfirmasi Analisadaily.com, Jumat (22/1).

Tekat Kawi juga menjelaskan, pemeriksaan saksi korban di Polda Sumut yang dilakukan penyidik lewat zoom itu tidak diperbolehkan oleh hukum.

"Kalau betul pemeriksaan yang dilakukan penyidik lewat zoom, itu tidak diperbolehkan secara hukum," ujarnya.

Dalam persidangan, saksi korban Tekardjo Angkasa juga memberikan keterangan lewat zoom di PN Kisaran, yang mana melanggar Peraturan Mahkama Agung (Perma) nomor 4 tahun 2020 tentang administrasi dan persidangan perkara pidana di pengadilan secara elektronik yang tertuang di pasal 11 poin C yang isinya, kedutaan/konsulat Jendral Republik Indonesia atas persetujuan rekomendasi Menteri Luar Negeri (Menlu) dalam hal saksi atau ahli yang berada di luar negeri.

"Sebelum dilaksanakannya sidang, kita minta hadirkan saksi korban kepada Majelis Hakin Pengadilan Negeri Kisaran," sebutnya.

Terkait keterangan 2 orang pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Asahan di dalam persidangan, Tekat Kawi menilai BPN telah membuat kesalahan besar, di mana telah mengeluarkan sertifikat tanpa ada fakta dan alas hak. Kenapa? Karena berdasarkan penunjukan titik koordinat oleh pihak orang Tekardjo Angkasa sendiri.

"Kenapa saya mengatakan seperti itu, karena BPN Asahan melakukan pengukuran titik koordinat tanpa fakta surat atau hak alas surat, karena ditunjuk orang saksi korban. Akibat penunjukkan titik koordinat tersebut, klien kami bernama Sulaiman I dipenjara," ujarnya.

Lebih lanjut, Tekat Kawi juga menyebutkan, karena dari keterangan BPN Asahan terjadi tumpang tindih surat tanah yang berada di Dusun Sono, Desa Lalang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara.

"Pengukuran tanah yang dilakukan BPN Asahan tidak memiliki dasar dan berita acara, saya jelaskan bahwasannya perkara ini dipaksakan," ujarnya.

Di akhir perkataan, kuasa hukum terdakwa Tekat Kawi meminta kepada Majelis Hakim agar penyidik dari Polda Sumut dalam kasus ini harus dihadirkan dalam rangka pembelaan terdakwa.

"Saya sudah sampaikan kepada majelis hakim agar JPU Batubara menghadirkan saksi selanjutnya yakni penyidik Poldasu yang menangani kasus ini," tegasnya.

Kegiatan sidang berlangsung secara video konferensi dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 seperti 3M+1M yang dimaksud adalah memakai masker jika berada di ruang publik, menjaga jarak aman minimal 1 meter, sering mencuci tangan pakai sabun dan tidak menciptakan (kerumunan) yang dapat menimbulkan klaster baru di tengah masyarakat.

(ARI/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi