Pembangunan Jembatan Rugikan Keuangan Negara

Pembangunan Jembatan Rugikan Keuangan Negara
Jembatan yang dibangun di Kelurahan Naga Huta, Kecamatan Siantar Marimbun, Kota Pematangsiantar (Analisadaily/Fransius Hartopedi Simanjuntak)

Analisadaily.com, Pematangsiantar - Sejumlah pejabat yang terlibat dalam proyek pengadaan jembatan di beberapa titik di Kota Siantar masih belum bicara pasca terbitnya LHP BPK pada April 2020 lalu, telah menyatakan ada kerugian negara Rp 2.9 miliar.

Pagu proyek jembatan VIII STA.13+1441 sampai dengan jembatan STA.13+436 tahun 2019 yang dikerjakan PT Erapratama Putra Perkasa (PT. EPP) mencapai Rp 14,4 miliar. Padahal sebelumnya, ada perusahaan yang menawarkan pengerjaan dengan nilai lebih murah.

Salah seorang anggota kelompok kerja (Pokja) pemilihan tender yang tak mau disebut namanya, mengatakan pada tender pertama, PT Sekawan Jaya Bersama (PT. SKB) sempat memenangkan tender dengan penawaran Rp 13,5 miliar. Kemudian berlanjut ke tahapan negosiasi.

"Baru hasil negosiasinya jadi Rp 12,9 miliar. Tetapi saat PT SJM akan memenangkan tender, ada perusahaan lain yaitu PT Parsona Jaya Mandiri (PT. PJM) yang menyanggah kemenangannya," ujar pria berkaca mata, Kamis (28/1).

Saat itu, PT PJM melakukan penawaran dengan harga lebih tinggi yaitu Rp 14.5 miliar. PT PJM meminta pokja untuk mengevaluasi beberapa hal terkait kemenangan PT SJM.

Alhasil, lantaran menuai polemik, kemenangan PT SJM pun dipertimbangkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pengguna Anggaran (PA).

"Karena PA sependapat dengan PPK tidak menyetujui kemenangan PT SJM, maka dibuka lelang kedua. PA meminta kami untuk melakukan evaluasi dan penawaran ulang," ujar sumber.

PA memerintahkan Pokja untuk membuka penawaran agar peserta yang sudah memasukkan penawaran, yaitu PT SJM dan PT PJM memperbaiki dokumen penawarannya. Namun, sampai waktu yang ditentukan kedua perusahaan tidak memasukkan penawaran.

"Kedua perusahaan itu tidak melakukan penawaran. Maka setelah tender keduanya itu gagal, PA menunjuk langsung PT EPP sebagai rekanan pembangunan proyek," terangnya.

Sayangnya tawaran yang dikerjakan PT EPP dengan nilai yang disepakati dengan PA sebesar Rp 14,4 miliar belakangan terindikasi korupsi. LHP BPK menyatakan di dalam pengerjaan ada kekurangan volume senilai Rp 2,9 miliar.

Bahkan, nilai yang dikerjakan PT EPP jauh lebih mahal dengan penawaran yang diajukan PT SJM pada lelang pertama dengan selisih Rp 1,4 miliar.

Anggota Pokja ini membantah ada unsur KKN dalam penunjukkan PT EPP sebagai rekanan pengerjaan jembatan.

"Pada penunjukkan langsung PT EPP tetap juga menyerahkan dokumen dokumen yang dibutuhkan. Nggak ada rekomendasi. Memang ada-ada aja itu yang merasa merekomendasikan, tapi nggak kita layani, karena jadi masalah nanti," katanya.

Sementara itu, Obstip Pandiangan yang merupakan PPK pengerjaan jembatan mengaku sakit. Ia belum sempat menerima wawancara wartawan untuk menginformasi hal ini.

"Maaf dulu, Lae. Lagi demam aku, Lae," ujar Obstip dari pesan WhatsApp.

Responden BPK-RI, Ratama Saragih angkat bicara terkait pembangunan jembatan VIII STA.13+1441 s.d STA.13+436. Ia menyebut proyek ini sudah masuk kategori TGR (Talangan Ganti Rugi). Dijelaskannya, bahwa pekerjaan tersebut dilaksanakan selama 109 hari.

"Sebenarnya sejak awal proyek ini sudah menunjukkan keanehan, karena dua kali tahapan lelang yang digelar, gagal total keduanya," kata Ratama.

Padahal saat lelang pertama ada 73 peserta yang mendaftar. Namun ujung-ujungnya mengapa Pengguna Anggaran (PA) melakukan penunjukkan langsung.

"Inilah yang patut diduga adanya praktik kolusi," terang Ratama seraya menyebut terdapat harga berlebih dalam pembayaran satuan bahan girder Rp 181.500.000 menjadi sebesar Rp 392.000.000.

Rugikan Keuangan Negara

Inspektorat Kota Pematangsiantar hingga kini belum menerima itikad baik dari rekanan pengerjaan jembatan VIII Sta 13+441 sampai dengan Sta 13+436, yakni PT Erapratama Putra Perkasa (EPP). Padahal Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI menyebut ada kerugian negara dalam proyek tersebut.

Dalam LHP BPK yang diterbitkan pada April 2020 lalu, ada kerugian keuangan negara senilai Rp 2,9 miliar akibat kekurangan volume.

Kepala Inspektorat Kota Siantar, Junedi Sitanggang mengakui pihaknya sudah dimintai oleh BPK RI untuk menindaklanjuti temuan kerugian negara tersebut. Pihak rekanan pun sudah datang.

"Tapi belum ada pengembalian uang," ucap Junaedi Sitanggang melalui panggilan telepon, Kamis (28/1).

Junedi mengatakan, pihaknya akan memanggil kembali rekanan PT EPP dan Kepala Dinas PUPR untuk dimintai keterangan lebih lanjut, meski tak menyampaikan hasil pemanggilan awal.

"Belum bisa dibuka (ke publik), karena masih proses pemeriksaan," ujarnya.

Diketahui, pagu proyek jembatan VIII STA.13+1441 sampai dengan jembatan STA.13+436 tahun 2019 yang dikerjakan PT Erapratama Putra Perkasa (PT. EPP) mencapai Rp 14,4 miliar. PT EPP mengerjakan proyek tersebut atas penunjukkan langsung dari Pengguna Anggaran (PA).

Sebelum audit BPK RI Perwakilan Sumatera Utara, proses tender pengerjaan jembatan sendiri berlangsung alot. Pengguna Anggaran menolak perusahaan lain yang menawar pengerjaan proyek dengan harga yang lebih murah.

Sementara itu, Obstip Pandiangan yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengerjaan jembatan sempat mengaku sakit. Namun hingga saat ini, beberapa kali permintaan pertanyaan tak pernah dibalas olehnya.

"Maaf dulu, Lae. Lagi demam aku, Lae," jawaban terakhir Obstip dari pesan WhatsApp.

Pada kesempatan terpisah Kasi Intelijen Kejari Pematangsiantar Bas Faomasi Jaya Laia menyampaikan, pihaknya belum menerima laporan dari masyarakat atas kasus itu, meski LHP BPK RI menyatakan ada kerugian negara. Bas menunggu laporan dari masyarakat untuk menindaklanjutinya.

(FHS/CSP)

Baca Juga

Rekomendasi