Pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi, saat menghadiri konferensi pers bersama Pertemuan Puncak Jepang-Mekong di Wisma Tamu Istana Akasaka di Tokyo, Jepang 9 Oktober 2018. (Franck Robichon/Pool via Reuters/File Photo)
Analisadaily.com, Myanmar - Juru bicara Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi dan tokoh senior lainnya dari partai yang berkuasa telah ditahan dalam penggerebekan pada Senin (2/1) dini hari.
Tindakan itu dilakukan setelah beberapa hari ketegangan yang meningkat antara pemerintah sipil dan militer yang kuat yang menimbulkan ketakutan akan kudeta setelah pemilihan umum yang menurut tentara curang.
Juru bicara NLD, Myo Nyunt mengatakan kepada Reuters melalui telepon bahwa Suu Kyi, Presiden Win Myint dan para pemimpin lainnya telah "dibawa" pada dini hari.
“Saya ingin memberitahu orang-orang kami untuk tidak menanggapi dengan gegabah dan saya ingin mereka bertindak sesuai dengan hukum,” kata Myo, seraya menambahkan, dia sendiri berharap untuk ditangkap. Reuters kemudian tidak dapat menghubunginya.
Saluran telepon ke Naypyitaw, ibu kota, tidak bisa dihubungi pada Senin dini hari. Parlemen sedianya akan mulai duduk di sana pada Senin setelah pemilihan November NLD menang telak.
Seorang juru bicara militer tidak menjawab panggilan telepon untuk meminta komentar. Seorang saksi mata mengatakan tentara telah dikerahkan di luar balai kota di kota utama Yangon.
Pakar Asia Tenggara di lembaga pemikir Pusat Studi Strategis dan Internasional Washington, Murray Hiebert mengatakan, perkembangan itu merupakan tantangan bagi pemerintahan baru Presiden AS Joe Biden.
“AS baru-baru ini pada hari Jumat telah bergabung dengan negara-negara lain dalam mendesak militer untuk tidak melanjutkan ancaman kudeta. China akan mendukung Myanmar seperti saat militer mengusir Rohingya,” katanya.
“Pemerintahan Biden mengatakan akan mendukung demokrasi dan hak asasi manusia. Tapi perwira tinggi militer sudah diberi sanksi, jadi tidak jelas langsung apa yang secara konkrit dapat dilakukan AS dengan cepat," tuturnya.
Direktur advokasi Asia untuk Human Rights Watch, John Sifton menyampaikan, militer Myanmar tidak pernah tunduk pada pemerintahan sipil dan meminta Amerika Serikat dan negara-negara lain untuk memberlakukan "sanksi ekonomi yang tegas dan terarah" pada kepemimpinan militer dan kepentingan ekonominya.(CSP)