Orang-orang memegang plakat saat mereka bergabung dalam unjuk rasa untuk memprotes kudeta militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, di Yangon, Myanmar, 8 Februari 2021. (Reuters/Stringer)
Analisadaily.com, Yangon - Para pengunjuk rasa mulai berkumpul di kota terbesar di Myanmar, Yangon untuk menentang peringatan dari militer yang mengancam "tindakan" terhadap pertemuan besar, Selasa (9/2).
Di kota San Chaung, tempat pertemuan yang saat ini dilarang para guru berbaris di jalan utama, memberi hormat dengan melambaikan tiga jari.
Kudeta 1 Februari dan penahanan pemimpin sipil terpilih Aung San Suu Kyi membawa protes selama tiga negara berpenduduk 53 juta itu. Gerakan pembangkangan sipil ini melibatkan para tenaga kerja di rumah sakit, sekolah dan kantor pemerintah.
Janji pada hari Senin dari pemimpin junta Min Aung Hlaing untuk pada akhirnya mengadakan pemilihan baru dalam pidato pertamanya sejak perebutan kekuasaan menuai cemoohan.
Dia mengulangi tuduhan penipuan yang tidak terbukti dalam pemilihan November lalu, dimenangkan oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Suu Kyi dengan telak.
"Kami akan terus berjuang," kata sebuah pernyataan dari aktivis pemuda, Maung Saungkha, yang menyerukan pembebasan tahanan politik dan "kehancuran total kediktatoran" serta penghapusan konstitusi yang memberi tentara veto di parlemen dan untuk federalisme di Myanmar yang terpecah secara etnis.
Seorang aktivis generasi tua yang dibentuk selama protes-protes yang ditindas dengan darah pada tahun 1988 menyerukan kelanjutan aksi mogok yang dilakukan oleh para pegawai pemerintah selama tiga minggu lagi.
"Kami juga meminta para pengunjuk rasa di seluruh bangsa untuk bersatu dan secara sistematis saling membantu," kata pernyataan dari Min Ko Naing atas nama kelompok Generasi 88 dilansir dari Channel News Asia.
Setelah puluhan ribu orang turun ke jalan di seluruh Myanmar, perintah lokal yang melarang pertemuan lebih dari empat orang diberlakukan.
Kedutaan Besar AS mengatakan telah menerima laporan jam malam pukul 8 malam hingga 4 pagi (9.30 malam hingga 5.30 pagi, waktu Singapura) di dua kota terbesar, Yangon dan Mandalay.(CSP)