Hak Berkumpul Secara Damai Harus Dihormati

Hak Berkumpul Secara Damai Harus Dihormati
Massa membaringkan tubuhnya di jalan saat melakukan demonstrasi penolakan kudeta militer di Yangon, Myanmar, Selasa (16/2). (Reuters/Stringer)

Analisadaily.com, Yangon - Utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memperingatkan tentara Myanmar tentang "konsekuensi parah" untuk setiap tanggapan keras terhadap pengunjuk rasa yang menentang kudeta awal bulan Februari 2021.

Meskipun kendaraan lapis baja dan tentara telah dikerahkan ke beberapa kota besar pada akhir pekan, pengunjuk rasa terus melakukan demonstrasi untuk mengecam pengambilalihan 1 Februari dan menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi dan lainnya.

Protes pada hari Senin lebih kecil daripada ratusan ribu orang yang telah bergabung dengan demonstrasi sebelumnya, tetapi pecah di banyak bagian negara Asia Tenggara, karena kudeta telah menghentikan satu dekade transisi yang tidak stabil menuju demokrasi.

Kerumunan kecil berkumpul di dua tempat di kota utama Yangon pada hari Selasa (16/2) di lokasi protes tradisional dekat kampus universitas utama dan di bank sentral. Di sana, pengunjuk rasa berharap kepada staf untuk bergabung dengan gerakan perlawanan sipil.

Kondisi ini pun terus menarik perhatian dunia internasional, termasuk saat tentara memutus internet untuk malam kedua berturut-turut pada Selasa pagi meskipun kembali pulih sekitar pukul 9 pagi (0230 GMT).

Utusan Khusus PBB, Christine Schraner Burgener, berbicara kepada wakil kepala junta dalam apa yang telah menjadi saluran komunikasi yang langka antara tentara Myanmar dan dunia luar.

"Ms Schraner Burgener telah menegaskan, hak berkumpul secara damai harus sepenuhnya dihormati dan bahwa para demonstran tidak dikenakan pembalasan," kata juru bicara PBB, Farhan Haq di Perserikatan Bangsa-Bangsa dilansir dari Channel News Asia, Selasa (16/2).

"Dia telah menyampaikan kepada militer Myanmar bahwa dunia sedang mengawasi dengan cermat, dan segala bentuk tindakan keras kemungkinan besar akan memiliki konsekuensi yang parah,” tuturnya.

Tidak hanya PBB, negara Inggris juga menyampaikan tanggapan mengenai pemutusan internet dan aksi damai para demonstran. Kedutaan Inggris di Myanmar mengambil tindakan yang lebih keras, menegur rezim atas serangannya terhadap jurnalis dan karena memaksakan pemadaman internet.

"Serangan terhadap kebebasan berekspresi harus dihentikan," bunyi tweet kedutaan pada Senin (15/2) kemarin.

Dalam catatan pertemuan itu, tentara Myanmar mengatakan junta Nomor Dua, Soe Win, telah membahas rencana dan informasi pemerintah tentang situasi sebenarnya dari apa yang terjadi di Myanmar.

Kerusuhan telah menghidupkan kembali ingatan akan pecahnya pertentangan berdarah terhadap hampir setengah abad pemerintahan langsung militer yang berakhir pada tahun 2011 ketika militer memulai proses penarikan diri dari politik sipil.

Militer mengatakan pada Senin malam, bahwa protes merusak stabilitas dan membuat orang ketakutan.“Orang-orang senang memiliki patroli keamanan dan pasukan keamanan akan melakukannya siang dan malam,” kata tim informasi True News.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi