Pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara (FEB USU), Wahyu Ario Pratomo. (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Meski daya beli masyarakat mengalami penurunan, namun sektor properti diyakini masih akan tumbuh positif sepanjang 2021 ini, terutama dari perumahan subsidi yang dibangun oleh pemerintah.
Pemerintah melalui bank milik negara juga didorong melakukan inovasi dalam penyaluran kredit kepemilikan rumah (KPR) sehingga permintaan pasar terhadap perumahan tetap terjaga.
Pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara (FEB USU), Wahyu Ario Pratomo mengatakan, sepanjang triwulan I-2021 ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia memang masih akan terkontraksi.
Ditriwulan berikutnya, pertumbuhan ekonomi diyakini akan positif seiring dengan kinerja perekonomian Indonesia yang membaik, seperti terlihat dari ekspor dan impor serta kondisi perekonomian global, khususnya di wilayah Asia, yang menunjukkan tren serupa.
Di dalam negeri, optimisme akan pertumbuhan ekonomi itu, menurutnya, didorong dari dua hal. Pertama, penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang cukup efektif. Berikutnya, mulai munculnya rasa percaya diri masyarakat dalam melakukan kegiatan di luar rumah.
"Ini didorong juga oleh kepercayaan diri mereka bahwa imunitas mereka meningkat dari paparan virus Corona (Covid-19)," kata Wahyu ketika dihubungi
Analisadaily.com, Senin (15/2).
Di sektor properti, lanjutnya, keyakinan tetap bagusnya kinerja sektor perumahan itu sebenarnya juga terlihat sepanjang 2020 yang terlihat positif. Pada tahun ini, diakuinya akan terjadi penurunan permintaan, namun pertumbuhannya tetap baik meski tidak akan setinggi seperti sebelumnya.
"Kondisi ini terjadi, harus diakui, karena permintaan pasar mengalami penurunan seiring dengan daya beli masyarakat yang belum pulih sepenuhnya. Tak bisa dikesampingkan pula bahwa bagi sebagian masyarakat, mereka terpaksa menahan diri untuk bisa membeli rumah karena saat ini belum menjadi prioritas dibandingkan kebutuhan primer, yakni pangan dan sandang," jelasnya.
Program "Sejuta Rumah" yang dilaksanakan pemerintah, menurut Wahyu, tetap akan menjadi kebijakan utama dalam menggerakkan aktivitas di sektor properti.
Program yang ditujukan kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) ini akan menjadi sektor penggerak andalan dalam upaya memulihkan perekonomian nasional bersama-sama dengan program pembangunan infrastruktur pemerintah.
Kedua sektor ini juga akan berperan dalam menggerakkan industri ikutan yang terkait yang jumlahnya mencapai 170-an jenis industri.
Lakukan Inovasi
Untuk mendukung pertumbuhan sektor perumahan, menurut Wahyu, pemerintah, khususnya perbankan milik negara, juga harus melakukan inovasi. Di antara inovasi dan kebijakan yang mungkin dilakukan ialah dengan mengkaji ulang penerapan nilai pinjaman (loan of value) atau skema kredit KPR.
Terhadap nilai pinjaman, contohnya, bisa dilakukan dengan menghilangkannya atau ditanggung oleh pemerintah. Demikian juga dengan uang muka (DP) KPR yang bisa dihapuskan menjadi nol persen atau juga ditanggung pemerintah.
Jangka waktu kredit juga bisa dipertimbangkan, seperti memperpanjang batasan jangka waktu kredit menjadi lebih lama dibandingkan dengan sekarang dengan mempertimbangkan usia produktif atau pensiun calon kreditur.
"Tentu, semua itu dilakukan dengan tetap mengacu kepada peraturan dan ketentuan hukum yang ada. Jangan sampai melanggarnya. Pertimbangan prospek bisnis juga tetap harus diperhitungkan," ujarnya.
Berbagai peluang inovasi yang terbuka harus dimanfaatkan sehingga akan menarik minat masyarakat, khususnya kalangan milenial, untuk membeli rumah. Apalagi, umumnya kalangan milenial belum memiliki rumah sendiri. Di sisi lain, kebutuhan rumah masyarakat juga sangat tinggi.
Di bagian akhir, Wahyu meyakini, meski tantangan yang dihadapi tidak mudah karena terkait daya beli masyarakat, sektor properti tetap akan tumbuh positif pada tahun ini karena memang menjadi salah satu andalan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
(GAS/CSP)