Martabak Durian Aceh Samudera (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan – Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), salah satu dari sekian banyak sektor pendapatan masyarakat Indonesia, termasuk di Kota Medan, terdampak pandemi Covid-19, yang telah melanda tanah air pada Maret 2019 lalu.
Sejak mewabah, tidak sedikit para pelaku usaha, seperti wisata dan kuliner yang mengerang karena usahanya tidak bisa berjalan maksimal, bahkan akhirnya memutuskan untuk berhenti berproduksi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, pada 2018 ada 60 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di Indonesia dan kontribusi menyumbang Rp 8.573,9 triliun terhadap PDB atau setara 57.8 persen.
Martabak Durian Aceh Samudera
Namun sayang, akibat cengkraman virus Corona, hampir 50 persen atau 48.6 persen pelaku UMKM di Indonesia menutup sementara usahanya.
Survey Asian Development Bank pada Juli 2020 menyampaikan, hampir 50 persen dari total UMKM sudah menutup usahanya. Kemudian 30 persen mengalami gangguan permintaan domestik, hampir 20 persen mengalami gangguan produksi, dan 14.1 persen mengalami pembatalan kontrak.
Situasi inilah yang sekarang dirasakan dan dihadapi Faisal Rahman, pelaku usaha Martabak Durian Aceh Samudera di Komplek Medan Metropolitan Trade Centre di Jalan Willem Iskandar, Desa Kenangan Baru, Kecamatan Percur Sei Tuan, Deli Serdang.
Dia mengatakan, awalnya membuka usaha Martabak Durian Aceh Samudera di Medan sebanyak tiga tempat, diantaranya di Medan Johor dan Jalan STM, Amplas serta di MMTC. Akan tetapi, dua dari tiga usaha ditutup karena terdampak pandemi Covid-19.
“Begitu kita buka di Medan, kita langsung dirikan tiga di johor dan stm, namun yang masih aktif sampai sekarang ini ada di MMTC. Kalau misalnya nanti sudah selesai pandemi ini baru kita buka kembali,” kata Faisal saat ditemui di lokasi usahanya, Selasa (16/2).
Kata dia, sebelum virus Corona datang ke Indonesia produk yang dihasilkanya, termasuk Martabak Durian, Martabak Telur, Roti Cane Durian, Pancake Durian dan Cane Susu, bisa terjual dengan laris.
Proses pembuatan Martabak Durian Aceh Samudera
“Penjualan Martabak Durian, misalnya, sebelum pandemi itu mampu menembus 50 kotak per harinya, tapi di masa sekarang hanya 25 atau 30 kotak. Jadi ada penurunan penjualan sehingga otomatis mengurangi pendapatan kita,” tutur pria berusia 35 tahun itu.
Kendati begitu, Faisal lanjut menceritakan, ia tetap melakukan berbagai upaya agar usaha yang dia bangun tetap berjalan dan berkembang di tengah kesulitan ekonomi karena wabah Covid-19, termasuk meningkatkan promosi, terutama secara online di media sosial.
“Bahkan kita membuat semacam slogan, pelanggan kita suru aja mencicipi produk kita, kalau dirasa tidak enak enggak usah bayar. Istilahnya seperti ini, dicobain dulu dijamin rindu, gak enak gak usah bayar, begitu lah program yang kita buat di sini,” papar Faisal.
Masih kata dia, di samping menarik pelanggan dari Medan itu sendiri, ia usahanya juga selalu didatangi warga Aceh yang tinggal di Medan. Apalagi, orang Aceh banyak berdomisili di kota ini sehingga bila mereka ingin makan Martabak Durian Aceh Samudera, datangnya ke tempat usahanya.
“Ya, kalau mereka rindu makan Martabak Durian Aceh datang ke sini bersama teman dan keluarganya,” kata Faisal, yang bekersaja sama dengan pencetus awal Martabak Durian Aceh Samudera, yaitu Robby.
(CSP)